Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kotak Suara

Caleg Kudu Nyimak! Politik Uang Nyatanya Tak Efektif Buat Menangin Pemilu

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
26 Juli 2023
A A
politik uang pemilu mojok.co

Ilustrasi uang rupiah (Photo by Mufid Majnun on Unsplash)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Harus diakui, politik uang masih jamak dijumpai saat berlangsungnya pemilu di Indonesia. Bahkan, Indonesia masuk tiga besar negara dengan praktik politik uang paling marak. Namun, benarkah cara ini efektif buat mendulang suara pemilih?

Sudah jadi rahasia umum bahwa modal politik di Indonesia begitu mahal. Bayangkan, untuk maju sebagai caleg DPRD tingkat kota/kabupaten saja, rata-rata seorang politisi harus punya ongkos paling minimal Rp250 juta.

Sementara untuk tingkat DPR RI, mereka harus merogoh kocek lebih dalam lagi, yakni Rp4 miliar per orang.

Selain untuk kebutuhan kampanye, seperti pengadaan alat peraga, blusukan, atau bikin acara konser musik, ongkos mereka biasanya digunakan untuk membeli suara pemilih. Pendeknya, dipakai untuk money politic atau politik uang.

Bahkan, penelitian Burhanuddin dkk. berjudul “Politik Uang dan New Normal dalam Pemilu Paska Orde Baru” menunjukkan, mayoritas caleg pada Pemilu 2019 lalu melakukan praktik politik uang.

Dalam pemetaannya, 19,4-30,1 persen caleg terlibat. Bentuknya pun beragam, mulai dari “serangan fajar”, bagi-bagi amplop saat kampanye, maupun bagi-bagi duit dalam acara-acara seperti open house.

Alhasil, Indonesia pun menempati urutan ketiga negara dengan praktik politik uang termarak. Kita hanya kalah dari Uganda dan Benin.

Meski praktiknya begitu marak, yang jadi pertanyaan berikutnya adalah, apakah praktik ini benar-benar efektif dalam mendulang suara pemilih?

Marak tapi tak efektif

CEO lembaga survei politik PollMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah, menegaskan bahwa meski marak, politik uang sebenarnya tak begitu efektif.

Dalam artian, praktik ini sebenarnya tak memberi keuntungan elektoral yang signifikan kepada caleg yang melakukannya.

“Dalam praktik pemilu, ada dua pertanyaan yang harus kita bedakan. Pertama, apakah politik uang itu marak? Dan yang kedua, apakah politik uang itu efektif?,” ujarnya Eep dalam diskusi daring bertajuk “Dinamika Pilpres 2024:  Peta Saat Ini”, dikutip Senin (24/7/2023).

Memang, ia sendiri tak bisa memungkiri bahwa praktik ini semakin marak. Dari sejumlah survei yang lembaganya lakukan, Eep mengaku, mayoritas responden—terutama di daerah-daerah—masih sering menerima uang dari kandidat maupun partai politik.

“Mayoritas responden mengakui menerima uang atau pemberian yang lain, dari kandidat atau partai politik agar mereka memilih pihak pemberi,” katanya.

Namun, Eep menegaskan bahwa “marak” dan “efektif” merupakan dua hal yang berbeda. Meski praktik politik uang masih kerap dijumpai, ini bukan berarti mengindikasikan bahwa ia efektif untuk memenangkan suatu kandidat dalam pemilu.

Iklan

Terima duitnya, tapi pilih caleg lain

Eep melanjutkan, nirefektifnya politik uang bagi seorang caleg sebenarnya sudah bisa dilihat secara saintifik. Ia menyebut, sepanjang 2012 hingga 2018, PollMark membuat kajian yang mencakup 142 survei.

Survei-survei ini menggunakan metode multistages random sampling dengan melibatkan 123 ribu responden.

Hasilnya menunjukkan bahwa politik uang tidak terbukti efektif bagi seorang kandidat. Pasalnya, kebanyakan masyarakat memang menerima uangnya, tapi memutuskan untuk memilih calon lain.

“Semakin kesini, trennya juga konsisten: semakin banyak pemilih yang mengatakan menerima uangnya, tetapi pilihan saya adalah soal yang lain,” kata Eep.

Ia menjelaskan, banyak pemilih di berbagai daerah yang semakin mandiri secara politik. Banyak di antaranya mereka yang tidak banyak terpengaruh oleh ketokohan berskala besar atau nasional dalam menentukan pilihan.

Kata Eep, mereka umumnya juga membentuk pilihannya dalam lingkungan berskala sangat kecil berbasis diri, keluarga dan pertetanggaan. Selain itu, pemilih pun juga telah memahami bahwa pilihan mereka di bilik suara sepenuhnya hanya mereka yang tahu. Sebab, tidak ada cara untuk membuktikan, ketika dia tidak memilih calon yang memberinya uang.

“Pada saat yang sama, politik uang semakin marak, apa yang terjadi? Pemilih semakin cerdas, kandidat dan partai politik semakin tidak cerdas,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Kenapa Sih Perempuan Rentan Jadi Sasaran Politik Uang?

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 26 Juli 2023 oleh

Tags: Pemilu 2024politik uang
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Rasanya Satu Kelompok KKN dengan Anak Caleg, KKN Undip.MOJOK.CO
Kampus

Rasanya Satu Kelompok KKN dengan Anak Caleg, Semua Urusan Jadi Mudah Meski Suasana Bikin Tak Betah

14 Juli 2024
Komeng: Olok-Olok Rakyat Biasa untuk Menertawakan Politik MOJOK.CO
Esai

Komeng Adalah Bentuk Olok-Olok Paling Menohok yang Mewakili Lapisan Masyarakat Biasa untuk Menertawakan Politik

19 Februari 2024
bayi prabowo gibran di sumatera selatan.MOJOK.CO
Ragam

Kisah Bidan yang Membantu Persalinan Bayi Bernama Prabowo Gibran di Sumatera Selatan

16 Februari 2024
Cerita Ibu Rumah Tangga di Semarang Dapat Serangan Fajar 4 Parpol, tapi Tetap Golput karena Bukan DPT.mojok.co
Ragam

Cerita Ibu Rumah Tangga di Semarang Dapat Serangan Fajar 4 Parpol, tapi Tetap Golput karena Bukan DPT

15 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.