MOJOK.CO – Hacker yang mengaku bernama Bjorka itu bikin geger satu negara! Banyak lini dia tembus, data-data penting dia jual.
Terakhir, konon katanya, dia berhasil meretas data-data penting nan rahasia yang berkaitan dengan Presiden Jokowi. Sistem keamanan siber Indonesia memang seampas itu?
Tapi kalau dipikirkan ulang, sebenarnya, ramai-ramai soal Bjorka ini relatif biasa saja. Sudah dari dulu, kita sejatinya sudah paham kalau sistem siber Indonesia ini memang kacrut. Mungkin nggak di level bapuk, tapi ya tetap saja medioker.
Cuma yang paling bikin perut sakit karena ketawa terus adalah bisa-bisanya selevel Menteri Komunikasi dan Informasi dengan entengnya bilang kalau one-time password harus rutin diganti. Aneh dan absurd. Mau gimana coba, Plate? Apakah Mister Johny Johny Yes Papa berniat menyaingi kemasyhuran Tifatul Sembiring, yang bertahun-tahun lalu pernah bilang, “Internet cepat buat apa?”. Wallahualam.
Cuma satu yang pasti, Bjorka, hacker yang mengaku berasal dari Polandia itu, benar-benar sukses besar menelanjangi bulat-bulat kebobrokan sistem keamanan siber di Indonesia. Nggak bisa dibantah pakai kata-kata manis dan sok bijak dari seorang menteri tidak kompeten.
Menengok analisis Ismail Fahmi, CEO Drone Emprit, Bjorka memang jadi isu populer yang melejit pesat di Twitter. Bahkan dalam sepekan terakhir, dari data Drone Emprit, interaksi terkait Bjorka jauh mengungguli kontroversi Stadion JIS yang melibatkan timnas Indonesia, isu banjir yang tiap tahu langganan jadi topik ramai, hingga perkembangan terbaru kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.
Menikmati aksi Bjorka dengan pasrah
Saya pribadi melihat sepak terjang Bjorka sejatinya murni sebagai hiburan. Sebagai warga dari negara yang berkali-kali mengalami kebocoran data, saya sudah skeptis dengan nasib data pribadi saya yang ada di daring.
Oleh sebab itu, ketika tahu Bjorka mengobrak-abrik sistem keamanan siber milik pemerintah, lalu mengancam akan bongkar borok dari elite-elite negeri ini, saya anggap ini sebagai hiburan saja. Kayak nonton Piala Dunia yang kita tahu pasti Indonesia nggak ikut main jadi kita benar-benar jadi penonton netral yang santai dan pasrah.
Santai karena kelakuan Bjorka ini bak menonton aksi anti-hero yang selama ini (mungkin) dinantikan warga Indonesia. Puluhan tahun kita pasrah menyaksikan sepak terjang elite pemerintah yang ngono-ngono wae, tiba-tiba disajikan aksi hacker yang dengan sangat murah hati memberikan begitu saja nomor ponsel Ketua DPR RI, Puan Maharani, hingga Menteri BUMN, Erick Thohir.
Mewakili umpatan rakyat
Dia seperti mewakili umpatan-umpatan rakyat Indonesia kepada Kominfo yang nyatanya cuma ahli blokir. Kalimat “Jangan jadi orang idiot” yang dibilang Bjorka itu terasa sangat segar bagi kita semua. Oleh sebab itu, alih-alih bersimpati kepada Plate, kita semua justru merasa terwakili. Gimana nggak terwakili karena rakyat lebih paham soal dunia digital ketimbang menteri “titipan partai” itu. Seru sekali.
Semakin komedi ketika Plate menyebut dia kecewa karena rakyat malah “mengelu-elukan” seorang penjahat. Begitulah sebagian besar orang tua yang menyandang status pejabat di Indonesia. Tidak pernah merasa bersalah dan tidak kompeten, apalagi mengenal kata “maaf” lalu mundur dari jabatannya. Tipikal sekali.
Berkat Bjorka juga saya akhirnya tahu kalau Denny Siregar tuh ternyata punya buaaanyak nomor hape sudah persis tengkulak pulsa! Denny disebut dibayar menggunakan “uang pajak” yang berasal dari rakyat, untuk menciptakan polarisasi di tengah rakyat juga. Dengan kata lain, hacker tersebut menyebut Denny Siregar sebagai buzzer tanpa basa-basi. Mood banget membaca berita ini.
Lalu pasrah, karena ya layaknya hacker pada umumnya, Bjorka kabarnya sudah mencuri jutaan data pribadi milik warga Indonesia dan menjualnya di situs daring. Terkait benar apa enggaknya isu ini, saya nggak tahu ya karena saya bukan pakar. Tapi kalau pun benar, ya sudah, kita cuma pasrah. Toh, ini bukan kali pertama data kita bocor dan dijual di situs daring jadi lama-lama malah jadi hal biasa meskipun ini mengerikan di masa depan.
Bjorka sebagai simbol perlawanan terhadap status quo?
Nah kalau poin ini, menurut saya ya, agak serius. Sepak terjang Bjorka lewat kanal Telegram dan Twitter itu sangat sporadis. Sebagian besar rakyat Indonesia menunjukkan dukungannya. Semua merasa terwakili oleh sosok Bjorka yang menelanjangi data-data pribadi pejabat-pejabat negeri ini.
Warga-warga ini, ya termasuk saya juga, sebenarnya kan cuma sekrup-sekrup kecil bangsa yang perannya memang nggak signifikan. Kita tahu pajak yang kita bayar tiap tahun sebagian nggak tepat sasaran untuk membangun negara ini, tapi ya kita cuma bisa pasrah. Mau mengubah dari dalam, kok ya sulit masuk ke sistem. Mau melawan dari luar, kok ya ngeri karena negara ini mengklaim diri demokratis tapi kelakuannya kayak Korea Utara gini.
Dan di tengah kepasrahan sebagai WNI tersebut, Bjorka datang. Dia berada dalam titik “hampir” menjadi sosok V di film V for Vendetta. Dia menjadi ikon perlawanan terhadap pemerintah dan dalam twit-twitnya, hacker ini tegas menyiratkan dia ada di sisi rakyat untuk melawan pemerintah yang diklaimnya telah zalim dan semena-mena.
Tips mengamankan data pribadi
Pada akhirnya kita sama-sama tahu kalau bergantung kepada negara itu sia-sia belaka. Oleh sebab itu, untuk perkara keamanan data pribadi, sebaiknya mengandalkan diri sendiri. Sebetulnya, ada beberapa langkah sederhana untuk mengamankan data pribadi di level diri sendiri. Simpel dan mungkin kamu sudah tahu. Namun, antara sudah tahu dan tertib melakukannya memang berbeda.
Nah, CNN sudah pernah membuat tips mengamankan data pribadi. Izinkan saya merangkumkan beberapa yang paling penting. Pertama, rutin mengganti password. Tetapkan jadwal penggantian password biar kamu nggak lupa. Misalnya 2 minggu sekali untuk semua platform. Ribet, sih, tapi demi keamanan, kan?
Kedua, pakai verifikasi 2 langkah. Nama kerennya itu Two-factor Authentication (2FA), yang biasanya setiap aplikasi akan menawarkan. Nah, silakan pakai fasilitas tersebut. Ketiga, hati-hati sama wifi publik. Ingat, tidak semua wifi itu aman. Terutama di tempat publik seperti bandara atau stasiun. Usahakan pakai jaringan pribadi.
Keempat, pakai password yang beragam dan kuat. Selain rutin mengganti, kamu juga perlu memastikan keragaman password. Jangan pakai password untuk akun media sosial di platform berbayar seperti Canva, Netflix, atau Gmail. Kelima, simpan kode OTP (one-time password) dengan baik. Iya, kayak yang disuruh Plate untuk mengganti itu HAHAHA kocak banget. Simpan kode OTP dan jangan dikasih ke orang lain.
Yah, itulah langkah standar untuk mengamankan data pribadi yang nggak dijaga dengan baik sama negara dan dibobol Bjorka. Sudah dibayar mahal pakai pajak rakyat, kerjanya nggak becus. Menterinya saja nggak paham apa itu OTP. Kalau sampai akhir September 2022 dia nggak mundur sih sudah sangat kebangetan. Duit rakyat dipakai untuk menggaji orang nggak kompeten.
Lalu selanjutnya apa, Bjorka?
Meski menikmati aksi Bjorka, saya sendiri termasuk yang bertanya-tanya motif kuat di balik aksi hacker ini. Kalau menurut akal sehat ya, hacker normalnya ya curi data terus jual. Mereka nggak tertarik isu-isu sosial-politik di dalam negara.
Tapi Bjorka ini berbeda. Dia blak-blakan menyebut dirinya anak asuh eks warga Indonesia, yang exile ke Polandia, dan jadi korban rezim Orde Baru. Dan berangkat dari concern ini pula, Bjorka kemudian beraksi mulai dari membongkar dalang di balik pembunuhan aktivis HAM, Munir, hingga membongkar data-data pribadi Menteri di kabinet dan Ketua DPR.
Namun pertanyaannya, setelah ini apa? Yang terbaru, akun Twitter Bjorka sudah suspended. Ya wajar belaka, karena dia leak data pribadi pejabat tinggi suatu negara maka nggak heran akunnya ditangguhkan. Lagian, kekuatan terbesar sistem keamanan siber Indonesia adalah blokir dan report biar kena suspended, kan.
Terbaru, dia sudah membuat akun Twitter baru. Senin (12/9) pagi, followers Twitter barunya sudah lebih dari 7.800 orang. Kayaknya, keseruan ini belum akan berakhir.
Entahlah. Tapi satu yang pasti, saya masih punya satu pertanyaan buat Bjorka, yaitu apa benar Adolf Hitler mati bukan di Berlin, melainkan di Garut, Jawa Barat?
BACA JUGA Selama Hidup di Indonesia Masih Harus Fotokopi e-KTP, Teruslah Marah dan analisis menarik lainnya di rubrik KONTER.
Penulis: Isidorus Rio Turangga Budi Satria
Editor: Yamadipati Seno