Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Komen Versus

Baby Talk Itu Baik, tapi Memangnya Harus, ya, Bicaya, eh Bicara Dicadel-cadelin?

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
29 Juli 2019
A A
baby talk
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Bicara cadel agar lucu dan menggemaskan adalah misi dari banyak orang dewasa saat melakukan baby talk. Padahal, bukan itu intinya, Bambang!

“Uuu, Cayang, ciapa ini namana, ciapa?”

Saya ingat betul dialog di atas tercipta hampir tiap kali orang-orang dewasa mengunjungi kawannya yang baru memproduksi melahirkan seorang bayi atau saat bertemu balita. Bukan cuma di dunia nyata, di komik UFO Baby yang dulu selalu saya baca pun demikian: Para remaja refleks berbicara cadel saat bertemu dengan tokoh Ruu yang masih bayi, misalnya dengan berkata, “Bica biyang ‘beyuwang’, nggak?” walaupun saya nggak tahu apa korelasinya bayi sama beyuwang alias beruang.

Bahasa yang dicadel-cadelkan ini sering kali disebut sebagai bagian dari apa yang dinamakan baby talk. Dengan baby talk, seseorang sebenarnya sedang berusaha berkomunikasi dengan bayi atau balita yang dimaksud.

Tapi sesungguhnya, makna baby talk itu bukan sekadar bahasa cadel. Plis, ya, nggak usah tiba-tiba nyempitin makna begitu!

Lewat baby talk, komunikasi yang terjalin bisa terbentuk dari banyak hal, mulai dari intonasi suara, kecepatan bicara, hingga mimik dan ekspresi. Penyingkatan atau perubahan bentuk kata memang sering kali terjadi sebagai upaya agar bayi nggak merasa susah-susah amat mengikutinya, misalnya kata “makan” yang diganti jadi “mamam”.

Ada banyak penelitian, salah satunya dilakukan oleh Lab for Infant Development and Language di University of Waterloo, menyebutkan bahwa baby talk membantu perkembangan bayi dan balita. Dari mereka yang pendiam, lama-lama—berkat baby talk—manusia-manusia mini ini jadi ke-trigger untuk bicara, meski bahasanya masih nggak jelas kayak hubunganmu sama dia yang tukang ghosting.

Tapi, di zaman di mana para SJW Twitter selalu bisa menemukan counter attack untuk semua argumen yang muncul di lini masa ini, apakah sekarang kita bisa menelan mentah-mentah pendapat tersebut??? Hmmm???

Tim peneliti dari Laboratory for Language Development di RIKEN Brain Science Institute, Tokyo, menjadi jawabannya. Selama satu periode presiden di Indonesia—alias 5 tahun—para penelitinya telah mengidentifikasi 14 jam suara yang direkam dari 22 ibu di Jepang yang berbicara pada anak-anaknya dengan usia 18 hingga 24 bulan dan pada seorang dewasa. Para peneliti mengamati aspek-aspek bicara, termasuk awal mula dan akhir konsonan, huruf vokal, hingga frasa yang terbentuk.

Hasilnya ternyata cukup mengejutkan: Ibu-ibu ini bicara dengan lebih tidak jelas saat bicara dengan bayinya dibandingkan dengan orang dewasa.

Menanggapi hasil ini, para peneliti berkeras bahwa “bicara dengan lebih tidak jelas” sesungguhnya nggak memberikan benefit yang menarik-menarik amat. Benar memang baby talk mampu merangsang anak bicara dan berkomunikasi, tapi belum ada bukti ilmiah yang dianggap kuat untuk mendukung adanya language acquisition.

Di Indonesia, lama-lama, karena lucu dan terdengar menggemaskan, baby talk—terutama bagian cadel-cadelan—juga dianggap lumrah dan wajar dipakai untuk berkomunikasi pada bayi dan balita. Padahal, konon kalau dipakai berlebihan, itu tu bahaya, Gaes. B-a-h-a-y-a.

Mencadel-cadelkan bahasa yang dipakai ternyata justru berisiko membuat bayi atau balita jadi cadel beneran. Soalnya, kalau kita sibuk pakai kata-kata “lucu” itu, mereka akan merekamnya sebagai bentuk kata yang benar. Dilansir dari Detik Health, kalau anakmu beneran cadel, nanti kamu harus segera mengikutkannya pada terapi bicara.

Nah, jadi PR lagi, kan?

Iklan

Berangkat dari gagasan ini, beberapa psikolog menyebutkan bahwa bahasa cadel-cadelan ini sebaiknya dipakai hanya sementara saja, misalnya saat bayi berumur 3 hingga 4 bulan. Berikutnya, gunakanlah pelafalan yang sebenarnya. Nggak usah sok imut.

Ta-tapi, kan, seru kalau bicara yang lucu dengan bayi???

Loh, loh, Anda lupa, ya, kalau baby talk itu bukan perkara cadel doang? Alih-alih memanggil bayi dengan kata “Cayang” berulang kali, kamu bisa kok menggunakan kata “Sayang” dengan intonasi berbeda, misalnya “Sayang” atau “Sayang” atau “Sayang”, atau—

—eh, nggak ketahuan juga, ya, bedanya apa kalau dari tulisan? Wkwk. Mamam~

(((sengaja diakhiri dengan kata “mamam” karena kata “mamam” sendiri adalah bentuk dari baby talk)))

Terakhir diperbarui pada 29 Juli 2019 oleh

Tags: baby talkbahasa bayicadelmamamperkembangan bahasa
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Kasih Sayang Ibu Kasur: Cadel dan Barisan Lagu Tanpa Huruf R MOJOK.CO
Pojokan

Kasih Sayang Ibu Kasur: Cadel dan Barisan Lagu Tanpa Huruf R

16 Januari 2022
Esai

Kamu Kila Cadel Itu Lucu? Sembalangan!

2 Juni 2018
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.