MOJOK.CO – Kasus bunuh diri salah seorang mahasiswa Fisipol beberapa hari lalu menjadi keprihatinan yang besar UGM. Kasus tersebut menandakan kesehatan mental merupakan permasalahan serius yang harus ditangani sesegera mungkin.
“Kalau peristiwa [bunuh diri] kemarin sudah dalami memang ada problem ya ada masalah pribadi dan kami tidak mau mengeksploitasi itu, tapi universitas merasa ini problem serius, universitas yang lain juga mengalami hal yang sama,” papar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni UGM, Arie Sujito di kampus setempat, Selasa (11/10/2022) petang.
Penanganan kesehatan mental, menurut Arie, harus jadi tanggung jawab bersama. Sebab pencegahan tidak bisa menjadi tanggung jawab kampus semata namun membutuhkan peran medis maupun sosial.
Oleh karena itu, UGM mengajak dekanat untuk merumuskan upaya pendampingan pada mahasiswanya. Penguatan komunitas dilakukan melalui peer group di tingkat fakultas.
“Terus terang sebetulnya beberapa fakultas sudah melakukan upaya-upaya yang tujuannya adalah untuk memberikan konsultasi pada siapa pun barangkali potensi itu bisa terjadi pada siapa pun atas dasar itu,” paparnya.
Arie menambahkan, penguatan komunitas untuk saling membantu tersebut sangat penting. Sebab situasi mahasiswa dengan tekanan oleh penyebab apa pun tidak bisa dianggap remeh.
Kondisi tersebut bisa menjadi fenomena gunung es bila dibiarkan. Karenanya gerakan bersama untuk penguatan komunitas menjadi sangat penting dilakukan dengan cepat.
“Ini bisa juga jadi pembelajaran untuk universitas-universitas lain untuk bisa mengantisipasi peristiwa yang sama, dan kami akan mengembangkan juga model pendampingan oleh mahasiswa supaya tanggung jawab universitas itu menjadi bagian gerakan bersama,” ungkapnya.
Menurut Arie, sebenarnya selama ini sejumlah fakultas sudah memiliki unit untuk konsultasi bagi civitas akademikanya. Namun hal itu tidak cukup hanya memberi layanan institusi tanpa adanya pendampingan oleh komunitas yang dimulai dari himpunan mahasiswa jurusan atau angkatan.
Untuk itu melalui penguatan komunitas, maka setiap orang bisa saling mendeteksi atau mendiagnosis orang-orang di sekitarnya. Peningkatan kepedulian di komunitas diharapkan bisa mendeteksi civitas akademika yang mengalami masalah kesehatan mental.
“Orang nggak mungkin terus terang kalau dia sakit. Itu harus cegah juga stereotip. Mari kita bangun pendidikan yang ramah, pendidikan yang humanis dan masyarakat juga begitu. [Apalagi] medsos kita ini kan sangat ekspresif terbuka belum tentu mereka siap menghadapi tekanan itu. Ini setidaknya membutuhkan konsultasi, perlu komunitas yang mampu meyakinkan bahwa dirinya tidak sendiri,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi