Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kilas Sosial

Mengingat Sumodiningrat lewat AMUK, Panglima Era Sultan HB II yang Terpinggirkan

Ardhias Nauvaly Azzuhry oleh Ardhias Nauvaly Azzuhry
26 Juli 2023
A A
festival amuk mengenang pangeran sumodiningrat mojok.co

Festival AMUK di Ngadinegaran (Ardhias Nauvaly/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Pada 2017, Historia pernah menulis, “Kini, warga setempat tidak ada lagi yang merawat ingatan mengenai tragedi yang menimpa Sumodiningrat itu.” 

Lima tahun kemudian, festival AMUK membuktikan sebaliknya. Salah satunya lewat pawai Sepehi Njebol Beteng yang menampilkan teatrikal Geger Sepehi, penyerbuan Keraton Yogyakarta oleh pasukan Inggris dan Legiun Mangkunegaran.

Pawai ini adalah bagian dari festival Amanat Mulia Usaha Kampung (AMUK) yang berlangsung sejak 23 Juli-29 Juli 2023. Festival yang diinisiasi oleh Kedai Kebun Forum ini menjadikan Sumodiningrat sebagai topik sentralnya.

Sekilas Sumodiningrat

Sumodiningrat adalah Panglima Pasukan Yogyakarta pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono II. Pada masa baktinya, tepatnya 20 Juni 1812, Geger Sepehi terjadi. Dinamakan Sepehi sebab pasukan Inggris berasal dari Sepehi (India).

Sebagai panglima, Sumodiningrat jadi incaran. Kediamannya dibombardir dan dirinya diberondong peluru dan ditebas klewang. Belum cukup, Pangeran Prangwedono (Mangkunegoro II) menatap lekat pada jasad bangsawan berjanggut itu dan berkata, “Makane aja kemethus!” (‘Makanya, jangan belagu!’). Semua itu terekam dalam Babad Panular yang diperagakan dalam beberapa babak teater jalanan sepanjang pawai.

Sumodiningrat jadi tema bukan saja karena bekas ndalem-nya hanya berjarak belasan rumah dari Kedai Kebun Forum. “Dalam konteks sejarah, Sumodiningrat dipakai untuk menggambarkan situasi terpinggirkan,” tulis Tim Humas AMUK dalam rilis persnya.

Jejak keterpinggrian Sumodiningrat masih tampak hingga sekarang. Tidak ada kampung Keraton yang menggunakan namanya. Bahkan, situs resmi Keraton Yogyakarta tidak mencantumkan namanya dalam artikel tentang Geger Sepehi.

festival amuk mengingat sumodiningrat mojok.co
Warga mengikuti Festival AMUK (Ardhias Nauvaly/Mojok.co)

Warga diajak dan menyambut

“Atas nama ‘kebudayaan’, warga Yogyakarta dihadapkan dengan situasi homogen dan penyeragaman,” masih dalam rilis pers yang sama. Oleh karenanya, budaya warga kampung dianggap tidak penting. Dari situlah, AMUK, dengan seni sebagai medium kreatif, berupaya menjadi ruang temu dan ekspresi warga kampung.
Dan warga menyambut.

Sepanjang 1,8 km rute pawai, ratusan warga tersedot atensinya. Ada yang ikut berjalan sedari awal seperti Lisistrata, seorang pekerja seni, yang sekalian jalan sore bersama anjingnya. Ada pula yang menonton dari pinggir jalan dan sesekali merekam. Bahkan, sekelompok perempuan paruh baya sampai menggelar tikar di depan kediamannya di pinggir Jalan Parangtritis.

Antusiasme warga bukan keajaiban. Sebab, sejak jauh hari mereka memang dilibatkan dalam perencanaan festival. “Bukan hanya meramaikan, namun juga diajak rapat dan sosialisasi,” ungkap Budi, Ketua RW 01 Kampung Ngadinegaran tentang keterlibatan warga dalam festival AMUK.

Selain merencanakan, para warga pun terlibat dalam eksekusinya. Pasukan Sepehi, Prajurit Yogyakarta, hingga tokoh-tokoh perorangan seperti Sumodiningrat itu sendiri, semua diperankan oleh warga setempat.
Bukan kacangan, penampilan mereka memang mengesankan. “Yang jadi Sumodiningrat, dapet betul ekspresinya pas ditebas klewang,” celetuk Suvi Wahyudianto, peraih UOB-South East Asian Painting of the Year Award, selepas arak-arakan.

Penasaran dan Ingin ng-AMUK Lagi

Betapa Sumodiningrat dilupakan sampai Yuni, warga Ngadinegaran sejak 1979, tidak pernah mendengar namanya. “Saya hanya tau Hadinegoro karena rumah saya berdiri di atas pekarangan bekas ndalem-nya,” tutur Yuni.

Setelah mengikuti beberapa kegiatan AMUK di hari-hari sebelumnya, Yuni jadi penasaran dengan sejarah Sumodiningrat. Terlebih setelah menyaksikan arak-arakan meski dirinya hanya menonton saat pawai memasuki babak akhir di Balai Kampung Ngadinegaran.

Tidak hanya orang tua, anak-anak pun turut meramaikan pawai. Iko (10) mengiringi pawai dari titik mula hingga berakhir. Beberapa kawannya pun demikian; ada yang berjalan, ada pula yang bersepeda. Menurutnya, bagian paling menarik dari semuanya adalah instalasi kinetik—bambu, yang ternyata kerangka besi, merah seperti yang saya lihat dari kejauhan di awal.

Iklan

“Semoga aja pawai kayak gini terus ada, ya, sampai saya SMP lah,” kata Iko, bocah yang mengaku masih kelas 3 SD ini.

Penulis: Ardhias Nauvaly
Editor: Iradat Ungkai

BACA JUGA Intip Pendapatan Pengemis di Jogja yang Bisa Lebihi Gaji Bulanan PNS

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

Terakhir diperbarui pada 26 Juli 2023 oleh

Tags: Geger SepehiPangeran SumodiningratSultan HB IISumodiningrat
Ardhias Nauvaly Azzuhry

Ardhias Nauvaly Azzuhry

Magang Mojok

Artikel Terkait

Polemik Habib Lutfi dan Makam KRT Sumodiningrat: Bukan di Semarang, Makam yang Benar Ada di Jejeran Bantul MOJOK.CO
Histori

Habib Luthfi dan Makam KRT Sumodiningrat: Bukan di Semarang, Makam yang Benar Ada di Jejeran Bantul

25 Oktober 2023
pojok beteng atau jokteng mojok.co
Sosial

Mengenal Jokteng, Tembok Pertahanan Keraton Jogja yang jadi Tempat Penemuan Kerangka Manusia

20 Agustus 2023
Penemuan Tengkorak di Proyek Revitalisasi Beteng Keraton Jogja, Masa Geger Sepehi? MOJOK.CO
Kilas

Penemuan Tengkorak di Proyek Revitalisasi Beteng Keraton Yogyakarta, Masa Geger Sepehi?

8 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.