MOJOK.CO – Terdapat kajian linguistik mengenai fenomena kebahasaan yang digunakan geng-geng sekolah di Jogja. Puluhan kelompok ini punya nama yang unik dengan pola yang cukup beragam.
Di Jogja terdapat puluhan geng di berbagai jenjang sekolah. Kajian Kenakalan Anak di Jalanan DIY (2022) memetakan tiga kategori yakni geng dengan anggota kebanyakan anak tidak sekolah atau lulusan SMA, kebanyakan anggota anak SMA, dan kebanyakan anggota anak SMP. Polda DIY juga pernah memaparkan bahwa hampir semua SMA di Jogja memiliki geng.
Dominasi terbesar berasal dari geng anak SMP. Beberapa nama tenar di antaranya Mizoh, Moechild, Cozmoe, Spetaza, hingga Tisjay.
Sementara itu, geng anak SMA yang populer di antaranya Vozter, Vascal, Morenza, Stemsa, hingga Bosse. Beberapa nama geng kategori anak tidak sekolah atau alumnus yakni WTJ, CKJ, Pendopo 02, hingga Moxondo.
Nama-nama geng tersebut terbilang unik dan menarik. Dosen Universitas Ahmad Dahlan, Sudaryanto pernah meneliti pola di balik penamaan kelompok-kelompok yang terkadang berseteru di jalanan ini.
“Nama-nama geng sekolah itu ternyata tidak sekadar urusan nama, tetapi juga mencerminkan adanya fenomena kebahasaan yang berhubungan dengan kelompok sosial, agama, dan pekerjaan,” tulisnya pada penelitian berjudul “Nama-nama Geng Sekolah di Yogyakarta : Kajian Linguistik Antropologi”.
#1 Penggunaan Akronim
Mayoritas geng sekolah di Jogja ternyata menggunakan akronim pada namanya. Polanya mulai dari gabungan huruf-huruf pertama dari kata, gabungan suku kata pertama dari kata, hingga gabungan huruf pertama dan sukuk kata pertama.
Sudaryanto mencontohkan, geng bernama RIB yang merupakan akronim dari Revolution in Boda. RIB merupakan geng dari SMA Bopkri 2 Yogyakarta. Lalu ada Ranger (SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta) yang namanya akronim dari Remaja Alim Neng Gelem Rusuh.
#2 Resistensi Bahasa
Selanjutnya, kelompok ini juga banyak menunjukkan resistensi bahasa. Baik bahasa Indonesia, Jawa, hingga Inggris. Resistensi artinya makna disimpangkan atau dieja dengan tidak semestinya.
Mengambil contoh Morenza yang merupakan akronim dari Moega Rajane Zogja. Terdapat beberapa kata yang ejaannya tidak semestinya dan merupakan bentuk resistensi bahasa. Morenza berasal dari SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Ada pula nama Voster (Revolution Zhetis Loro) hingga Regazt (Remaja Gama Berzatu).
#3 Pemakaian Bahasa Jawa
Banyak di antara nama kelompok yang meggunakan kosakata bahasa jawa khusunya sebagai penunjuk angka dan arah. Sudaryanto menilai kosakata itu sering masyarakat Jawa gunakan sehari-hari.
“Selain itu, ada pula pemakaian bahasa Jawa yang menunjukkan kata sifat, yaitu gelem ‘mau’ dan seneng ‘senang’, dan struktur frasa bahasa Jawa (nomina + ne), seperti rajane ‘rajanya’,” tulis peneliti.
#4 Pemakaian bahasa Inggris
Selain bahasa Indonesia dan Jawa, ternyata banyak juga yang menggunakan kosakata maupun frasa berbahasa Inggris. Peneliti melihat kemungkinan karena bahasa ini membuat nama terdengar lebih keren.
#5 Istilah Militer
Terakhir, ada beberapa nama geng yang menggunakan istilah militer. Mulai dari tentara, serdadu, barikade, bahkan markas besar. Beberapa contohnya seperti Stemsa (Squad Team Jetis Satu), Zprin (Zerdadu Perindustrian), hingga Stepiro (Serdadu Tempur Piri Revolution).
Penulis: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi