MOJOK.CO – Menarik memang membayangkan gelanggang PON diramaikan bapak-bapak bertopi dan berkaus polo. Tapi apakah kontes burung kicau memang punya kans jadi cabang olahraga? Ada baiknya kita cermati dulu syarat olahraga yang bisa dilombakan dalam PON.
Masuk atau tidak masuk akal, jenius atau malah terdengar bodoh, semua predikat itu bisa dilayangkan kepada Daniel Johan, politisi sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebab, dialah orang yang baru-baru ini melontarkan ide tak biasa tersebut: agar kontes burung kicau diakui oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan diperlombakan dalam pesta olahraga empat tahunan di Indonesia, Pekan Olahraga Nasional (PON).
Ide itu disampaikan Daniel ketika sedang berdiskusi dengan para pendiri komunitas Kicau Mania, wadah para penggemar burung kicau yang lumayan besar anggotanya di Indonesia. Dalam diskusi itu, Daniel menganggap hobi ini mempunyai ceruk bisnis besar yang belum dimanfaatkan.
Pandangan tersebut ditimpali salah satu pendiri Kicau Mania, Boy BNR. Boy menilai pemerintah harusnya menempatkan kegemaran ini sebagai industri, bukan sekadar hobi. Pasalnya, perputaran uang di kalangan penggemar burung kicau dalam negeri saja mencapai Rp7 triliun. Boy juga menyebut, jika pemerintah mempermudah aturan ekspor burung kicau, niscaya industri ini akan berkembang.
Daniel sepakat. Ia lalu mengatakan, agar ada multiplier effect yang meningkatkan antusiasme masyarakat pada burung kicau, ada baiknya kontes burung kicau juga diakui sebagai olahraga dan dilombakan dalam PON sekalian.
“Semua itu (olahraga bridge, catur, dan e-sport) awalnya adalah sebuah permainan, hobi, yang kita semua tahu, minim gerakan. Tapi karena dianggap membutuhkan strategi khusus kemudian masuk dalam olahraga otak. Nah dalam kontes burung kicau, gerak strategi dan latihannya malah lebih banyak dibanding permainan bridge, catur maupun e-sport,” kata Daniel, memberi landasan rasional atas usulannya, dikutip Detik.com.
Apakah ide ini masuk akal? Mojok mencoba mengecek syarat sebuah hobi agar diakui sebagai cabang olahraga di KONI. Sayang, website resmi KONI, www.koni.or.id, sudah kedaluwarsa. Namun, menurut berita 2020 ini dan ini, tampaknya untuk sebuah “olahraga” diakui KONI dan bisa dilombakan dalam PON, pegiat olahraga tersebut harus membentuk perkumpulan lebih dulu, kemudian didaftarkan di KONI kabupaten dan provinsi. Syaratnya? Murni urusan administratif alias tak menjawab apakah ada batasan bagaimana suatu hobi atau permainan bisa disebut sebagai olahraga.
Kesan bahwa pengakuan sebuah cabang olahraga lebih berpusat pada perkara administratif dikuatkan oleh pernyataan Direktur Umum Dewan Olimpiade Asia (OCA) Husain Al-Musallam pada 2018 lalu, ketika menanggapi wacana e-sports jadi cabor resmi di Asian Games. Memang sudah keluar konteks dari PON sih, tapi anggap saja aturannya mirip-mirip.
“Aturan dasar dari OCA adalah tata kelola yang baik. E-sports harus punya satu federasi yang menaungi satu wilayah dan juga satu dunia,” katanya, dikutip Liputan6.com. “Selain itu e-sports tak boleh terlalu komersil. Pasalnya, jika itu terjadi maka nilai olahraganya akan berkurang.”
Agar semakin yakin, kami mencoba mengecek syarat cabor mengikuti Olimpiade, kontes olahraga terbesar di dunia saat ini–lagi-lagi dengan asumsi aturannya mungkin mirip-mirip. Menurut situs Britannica.com, tahapan pertamanya berupa pengakuan International Olympic Committee (IOC) atas cabang olahraga tersebut. Kemudian, cabor terkait harus memiliki federasi internasional. Terakhir, cabor terkait harus bisa didefinisikan dengan salah satu dari tiga cara ini, yakni masuk olahraga apa, masuk disiplin (turunan olahraga) apa, atau sudah punya kompetisi apa.
Melihat syarat-syarat berkompetisi yang tak menyinggung pertanyaan filsafati tentang apa itu olahraga, kami menyimpulkan bahwa usul Daniel Johan meksi absurd tapi masuk akal. Jika ada yang mendebat bahwa olahraga yang masuk PON harusnya mengandalkan kekuatan manusia, bukan bercampur dengan hewan, toh berkuda juga masuk Olimpiade.
Sebenarnya, ada bagusnya juga jika kelak kontes burung kicau benar-benar menjadi cabang olahraga diakui. Minimal, keberhasilan tersebut bisa menumbuhkan rasa percaya diri pada pegiat hobi lain yang tertarik memperjuangkan hobinya agar tampak serius. Siapa tahu masa depan bukanlah dunia seperti di iklan Meikarta, melainkan dunia yang bisa mengakui keberadaan atlet pantun dan atlet tebak-tebakan. Misalnyaaa.
BACA JUGA Calon Penghuni Neraka: PNS Cimahi Korupsi Dana Pemakaman Korban Covid-19 dan kabar terbaru lainnya di KILAS.