MOJOK.CO – Kepala SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Agung Istianto membantah guru bimbingan konseling (BK) memaksa siswinya untuk memakaiĀ jilbab. Guru BK hanya memberikan tutorial pemakaian jilbab yang benar pada siswa baru.
Hal tersebut mengemuka saat Kepala SMAN 1 Banguntapan, Agus Istianto memberikan klarifikasi di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Senin (1/8/2022). Ini merupakan panggilan kedua, setelah sebelumnya Agung Istianto memberikan klarifikai pada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY.
Kepala SMAN 1 Banguntapan, Agung Istianto bersama beberapa guru hadir dalam pertemuan dengan Wakil Kadisdikpora DIY, Suherman. Mereka menyampaikan klarifikasi kasus tersebut selama hampir tiga jam.
Dalam pertemuan tersebut, Agung menyampaikan bantahan atas tuduhan pada sekolah. Agus mengklaim pihak sekolah tidak pernah memaksa siswi mereka mengenakan jilbab.
“Sekolah kami tidak mewajibkan [pemakaian jilbab]. Tuduhannya salah karena tidak seperti itu masalahnya karena sekolah negeri kan tidak boleh [memaksa],” ungkap Agung, pada Senin sore usai pertemuan.
Agung mengungkapkan, alih-alih memaksa, guru Bimbingan Konseling (BK) yang memanggil siswi justru memberikan tutorial memakai jilbab di ruangan guru. Siswi yang mengaku belum pernah memakai jilbab pun tidak menolak saat mendapat tutorial.
Karenanya saat siswi tersebut mengiyakan, maka guru BK berinisiatif mencari jilbab yang ada untuk mengenakan pada siswi yang bersangkutan. Saat dipakaiakan jilbab pun siswi tidak menolak sama sekali.
“Saat memberi contoh [penggunaan jilbab, siswi] mengiyakan, artinya kan ada komunikasi antara guru BK dan guru siswanya, dan siswanya mengangguk boleh,” jelasnya.
Guru BK yang bersama siswi tersebut pun, lanjut Agung juga tidak menyampaikan kata-kata kasar. Termasuk mempertanyakan kapan siswi tersebut akan berhijab.
Tidak ada niat sekolah memaksa siswi mereka berhijab. Apalagi SMAN 1 Banguntapan merupakan sekolah negeri di bawah Pemda DIY alih-alih Kemenag.
Tutoarial dilakukan guru sebagai bentuk bimbingan mereka kepada siswi untuk mengenakan pakaian keagamaan. Namun, jika siswi tidak mau pun, sekolah mengklaim tidak mempermasalahkan hal itu.
“Kan sekolah negeri, kami tidak berani memaksa siswi berjilbab,” jelasnya.
Disdikpora DIY beri opsi pindah sekolah
Walaupun menolak menyebut melakukan pemaksaan penggunaan jilbab, Agung mengakui siswi muslim di sekolah tersebut mengenakan jilbab. Hal itu berlaku ke seluruh siswi sekolah tersebut saat ini.
Agar kejadian serupa tidak terjadi, Agung meminta guru BK tidak mengulangi hal yang sama pada siswi lainnya. Namun, pihak sekolah tidak akan memberikan sanksi pada guru BK yang kemungkinan telah melakukan pemaksaan.
“Tidak ada sanksi [untuk guru BK], kalau untuk sekolah, untuk hal-hal seperti ini jangan seperti itu,” ujarnya.
Sementara Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya mengungkapkan, pihaknya meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Yogyakarta dan psikolog untuk mendampingi siswi. Saat ini kondisi siswi tersebut sudah membaik dan mau ke luar kamar.
“Hari ini perkembangannya cukup bagus, dari KPAI kota yang ikut mendampingi dan psikolog juga ikut mendampingi,” jelasnya.
Untuk memberikan kenyamanan pada siswi tersebut, Disdikpora memberikan kesempatan padanya untuk pindah ke sekolah lain. Hal itu dilakukan bila siswi tersebut merasa tidak nyaman lagi bersekolah di SMAN 1 Banguntapan.
Siswi tersebut bisa pindah ke SMAN 7 Kota Yogyakarta. Sekolah ini masih memiliki satu kursi siswa baru yang tidak terpakai karena salah satu calon siswa mereka tidak melakukan daftar ulang.
“Dinas nanti memfasiitas perpindahan sekolah, tinggal nyamannya seperti apa, apakah tetap di sekolah situ atau lainnya,” paparnya.
Suherman menambahkan, meski sekolah sudah melakukan klarifikasil, Disdikpora tetap meminta siswi yang bersangkutan untuk ikut berbicara. Kami masih menunggu kesiapan mental siswi tersebut untuk memberikan keterangan lebih lanjut.
“Sekolah negeri kan memang tidak boleh memaksakan siswinya berjilbab, makanya kami juga tunggu siswi tersebut memberikan informasi lebih lanjut,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono