MOJOK.CO – Amerika punya 8 kampus swasta unggulan yang punya sejarah panjang. Sebutannya Ivy League. Kampus-kampus swasta ini jadi jujugan mahasiswa seluruh dunia untuk melanjutkan pendidikan.
Kampus swasta di Indonesia perlu usaha lebih untuk menarik minat remaja. Ada yang pasang baliho, beberapa lagi ada yang menyebar selebaran seusai UTBK atau ujian mandiri di tiap kampus. Tentu, dengan harapan mereka jadi opsi alternatif. Tapi percayalah, hal semacam ini tidak akan terjadi di Amerika Serikat sebab mereka punya Ivy League.
Ivy League adalah sebutan bagi delapan kampus top di Amerika Serikat yang semuanya merupakan instansi swasta. Kampus-kampus itu antara lain: Harvard, Yale, Pennsylvania, Princeton, Brown, Dartmouth, dan Cornell.
Kampus-kampus swasta di AS adalah anomali di dunia
Merujuk 100 besar peringkat kampus terbesar yang Times Higher Education (THE) susun pada 2018 silam, 19 dari 21 kampus swasta di daftar tersebut berasal dari AS. Tentu. Delapan kampus Ivy League–dan Ivy Plus–menjadi langganan di sana.
Anomali ini punya alasan historis. Semua Ivy League berasal dari era kolonial atau pra-kemerdekaan AS, kecuali Cornell. Pada era tersebut, kolonis Amerika (belum terbentuk serikatnya) merasa butuh pendidikan. Namun, Kerajaan Inggris menolak sebab merasa koloninya hanya berguna untuk berladang dan menjual hasilnya ke Britania.
Akhirnya, para kolonis itu berinisiatif mendirikan kampus-kampus secara swadaya lewat jejaring gereja dengan berbagai alirannya. Kampus-kampus era kolonial ini berperan dalam menciptakan elit baru yang akan mengantarkan kemerdekaan Amerika dari Kerajaan Inggris.
Negara tidak mengintervensi kampus
Selepas merdeka, sejarah pendirian kampus yang swadaya terus berlanjut. Momen pentingnya adalah “Keputusan Dartmouth” (salah satu anggota Ivy League) yang dikeluarkan Supreme Court AS yang menandaskan jaminan dari pemerintah pusat agar pemerintah negara bagian tidak mengintervensi kampus.
Meski demikian, AS juga memiliki beberapa kampus negeri yang hebat seperti UCLA, Berkeley, dan Washington. Hal itu dikarenakan, saat perang dingin, pemerintah AS sempat menaruh fokus pada pengembangan kampus negeri untuk menyaingi Uni Soviet, terutama pada sektor sosial-politik dan humaniora.
Ada barang, ada uang
Di kampus yang tergabung dalam Ivy League dan sederet kampus swasta beken lainnya di AS, operasional kampus mengandalkan iuran dari peserta didiknya. Selain itu ada sekian persen tambahan dari dana hibah non pemerintah. Walhasil, uang kuliahnya selangit.
Sebagai gambaran, seperti dianalisis oleh The Atlantic, uang kuliah Harvard ($75.000) adalah dua kali lipatnya Berkeley dan UCLA, dua kampus negeri yang sama-sama langganan Top 10 THE. Atau, bandingkan uang kuliah Harvard dengan Oxford, maka hasilnya lebih mencengangkan: empat kali lipatnya!
Dengan mekanisme pasar bebas tanpa subsidi pemerintah, uang kuliah di AS, terutama kampus swastanya, akan terus meroket selama permintaannya tidak surut dan jumlah kampus tokcer tidak bertambah signifikan.
Penulis: Dhias Nauvaly
Editor: Iradat Ungkai