MOJOK.CO – Pasar Tanah Abang ramai menjadi perbincangan belakangan ini. Bermula dari para pedagang yang memprotes adanya TikTok Shop yang ditengarai menjadi penyebab sepinya pengunjung di pasar Tanah Abang.
Protes tersebut berujung pada penutupan fitur jualan online milik TikTok tersebut pada Rabu, (4/10). Belum sepekan penutupan tersebut berjalan, protes lain dari pedagang Tanah Abang viral. Kali ini meminta e-commerce turut ditutup.
Hal ini tentu saja menuai pro kontra dari berbagai kalangan. Sebab tak bisa dimungkiri kalau banyak orang membutuhkan e-commerce untuk berbelanja. Pemerintah sendiri belum merespon protes lanjutan tersebut.
Pasar yang berdiri sejak ratusan tahun lalu
Pasar Tanah Abang merupakan pasar legendaris di Jakarta. Pusat perbelanjaan rakyat ini berdiri pertama kali pada 30 Agusturs 1735 oleh Yustinus Vinck. Pendirian pasar ini melalui izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patras.
Pemberian izin kala itu ialah untuk berjualan tekstil serta barang kelontong lainnya. Dahulu, pasar ini hanya buka pada hari Sabtu sehingga sempat populer dengan sebutan Pasar Sabtu. Kehadiran pasar ini diharapkan mampu menyaingi Pasar Senen (Welter Vreden) yang sudah terlebih dahulu maju.
Sebagian orang-orang Belanda menyebut pasar ini dengan sebutan De Nabang lantaran di sekitar pasar terdapat banyak pohon Nabang atau Palem. Inilah awal mula mengapa pasar ini bernama Pasar Tanah Abang
Pasar Tanah Abang sempat porak-poranda di tahun 1740 melalui Peristiwa Geger Pecinan. Kala itu, terjadi pembantaian etnis Tionghoa oleh pasukan VOC lantaran perilaku agresif kepada pos jaga VOC kala itu. Rumah dan harta benda kaum Tionghoa rusak, Pasar Tanah Abang pun porak-poranda dan terbakar.
Pada tahun 1881, Pasar Tanah Abang kembali berdiri dan bertambah waktu buka pada hari Rabu. Bangunan pasar yang semula amat sederhana, terbuat dari bambu, papan, dan beratap rumbia menjadi berpondasi keras.
Pasar Tanah Abang terus berkembang seiring waktu. Sejumlah perbaikan terjadi. Pada 1926, pemerintah Batavia membongkar pasar ini dan menggantinya dengan bangunan baru yang permanen. Perubahan tersebut terdiri dari tiga los lorong panjang dari tembok dan papan, beratap genteng, terdapat kantor pasar berbentuk mirip kendang burung di atas bangunan.
Di depan pasar terdapat pelataran parkir tempat kuda-kuda penarik delman dan gerobak beristirahat. Di sana, tersedia kobokan air yang cukup besar dan di seberang jalan ada toko khusus yang menjual dedak untuk makanan kuda. Beberapa puluh meter dari toko tersebut ada sebuah gang yang populer dengan nama Gang Madat, tempat lokalisasi para pemadat.
Pada zaman pendudukan Jepang, pasar ini hampir tidak berfungsi. Kala itu pasar ini menjadi tempat para gelandangan tinggal.
Peralihan Pasar Tanah Abang dari tradisional pasar modern
Pada 1973, kembali terjadi peremajaan Pasar Tanah Abang. Gubernur Ali Sadikin melakukan renovasi besar-besaran. Bangunan lama berganti dengan 4 bangunan, yakni Blok A hingga D. Tiap blok bangunan terdiri dari tiga lantai, kecuali Blok D yang hanya dua lantai.
Melansir Kompas, renovasi tersebut menghabiskan dana sebesar Rp4,9 miliar. Pasar yang memiliki luas bangunan sekitar 11.154 meter persegi dan luas pelataran 7.600 meter persegi tersebut mulai aktif kembali pada 21 Agustus 1975.
Sejak saat itu, Pasar Tanah Abang terus berkembang dan ramai pengunjung. Perkembangan pasar semakin nyata setelah Stasiun Tanah Abang berdiri. Pasar ini kemudian berkembang menjadi tujuh blok. Kendati kerap terlalap si jago merah, pasar ini masih tetap kokoh berdiri dan jadi andalan para pedagang untuk mencari penghidupan.
Begitulah sejarah Pasar Tanah Abang. Sejak dulu pasar ini sudah jadi sumber penghidupan rakyat, wajar kiranya jika banyak pedagang protes kala pasar ini sepi pengunjung.
Penulis: Iradat Ungkai
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Menelisik Sejarah Pasar Beringharjo yang Sudah Jadi Tempat Transaksi Sejak Masih Berupa Hutan Belantara
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News