MOJOK.CO – Menko Polhukam, Mahfud MD menyatakan, kecurangan dalam pemilihan umum (pemilu) masih saja marak terjadi. Kecurangan yang terjadi saat ini lebih banyak dilakukan oleh partai politik (parpol).
Kondisi ini berbeda dari kecurangan selama Orde Baru (Orba). Pada masa itu, kecurangan lebih banyak dilakukan pemerintah.
“Sekarang pemerintah tidak ikut curang dalam pemilu. Sekarang curangnya horizontal. Parpol ini mencurangi parpol ini, yang satu curang di Jogja, satu curang di surabaya, satu curang di bangkalan, satu di papua sama-sama curang. Horizontal tapi tetap ada kecurangan,” papar Mahfud MD dalam “Seminar Nasional: Menuju Demokrasi Berkualitas-Tantangan dan Agenda Aksi” di UGM, Sabtu (27/08/2022).
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum (FH) UII tersebut, dari pengalamannya menjadi hakim pada masa Orde Baru maupun Orde Reformasi, kecurangan terus saja terjadi. Saat Orba, pemerintah melalui Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang saat ini menjadi Komisi Pemilihan Umum (KPU) berupaya memenangkan Golkar.
Saat Orba, tidak ada pengadilan yang bisa menangani kecurangan pemilu. Kondisi ini berbeda dar sekarang ini saat ada pengadilan yang mengurus masalah kecurangan pemilu.
“Tapi sekarang ada pengadilannya. Pengadilan pemilu, MK. Dulu tidak ada,” tandas Mahfud MD.
Meski demokrasi Indonesia saat ini mengalami kemajuan yang signifikan, lanjut Mahfud, tetap saja terjadi kemunduran demokrasi. Akibatnya tidak melahirkan demokrasi substantif dan berkualitas.
“Ini terjadi karena demokrasi lahir dari cara-cara menggunakan formalisme. Padahal itu tidak memberi dampak positif, bahkan merugikan dalam upaya membangun kesejahteraan rakyat,” tandasnya,
Mahfud MD menambahkan, hukum yang ada sekarang tidak mampu mengimbangi oligarki di berbagai sektor. Oligarki yang muncul dari kelompok menyusun kecurangan sebelum memformalkannya melalui undang-undang di lembaga legislatif.
Praktik oligarki ini muncul dalam bentuk mafia di berbagai bidang. Sebut saja munculnya mafia tanah di sektor pertanahan, peradilan, hingga perbankan. Mafia tanah menjadi wajah praktik oligarki yang paling menyengsarakan masyarakat. Terlebih karena melibatkan aparat penegak hukum dan lembaga-lembaga penerbit sertifikat tanah.
Menurut Mahfud MD, sindikat mafia tanah ini bergentayangan untuk mencaplok tanah-tanah masyarakat melalui beragam modus. Karena itu para warga diminta untuk mengecek dan menjaga surat-surat berharga, termasuk sertifikat tanah. Pengecekan sertifikat tanah perlu dilakukan untuk menunjukkan keabsahan dokumen tersebut.
“Itu sering sekali orang punya sertifikat lupa nengoknya, lupa ngurusnya, tahu-tahu sudah dipakai orang lain. Orang lain yang punya sertifikat,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono