Minggu pagi yang syahdu, Karjo dan Romlah sedang bekerja bakti membersihkan halaman rumah. Romlah sibuk menata tanaman yang diobrak-abrik kucing kampung. Sementara Karjo memilih untuk menyiram tanaman hasil bertanam mereka sejak awal menikah. Ada tomat, cabai, dan jeruk nipis, dan juga pandan.
Aktivitas mereka terhenti ketika ada suara perempuan yang mengucap salam dari luar pagar. Karjo melengok,
“Waalaikumsalam, oalah kamu toh, Nduk”, ujar Karjo, sambil menyambut Titi yang tidak lain adalah keponakannya.
Romlah yang sedang berkotor-kotor dengan tanah liat, mendengar ucapan Karjo pun langsung ikut beranjak.
“Apa kabar kamu, Nduk. Sudah lama kamu nggak mampir ke rumah Bulik. Ayo masuk”, ajak Romlah mempersilahkan keponakannya itu.
“Gimana, Nduk? Sekarang kamu kerja apa?” Karjo membuka pertanyaan.
“Duh, sekarang ternyata semakin sulit cari kerjaan, Paklik. Baru aja dapat kerjaan jadi admin sosmed. Eh, sekarang udah diPHK.”
“Memangnya kamu jadi admin sosmed di mana, Nduk?” Tanya Romlah.
“Di situsweb nikahsirri.com, Bulik.”
“Loh, apa itu, Nduk? Kok ada kata nikah siri nya?” sambar Karjo.
“Jadi, itu semacam layanan online gitu, Paklik. Yang bisa membantu pria dan wanita untuk menemukan pasangan idealnya walau terbatas kenalan maupun jangkauan.”
“Sik, itu siapa yang punya, Nduk?”
“Wah, aku sendiri juga nggak tahu, Paklik. Wong aku ya cuma diajakin temen yang kebetulan kenal sama yang punya situsnya. Daripada nganggur, ya aku terima saja tawarannya sebagai admin sosmed di situ.”
“Lha itu, layanan onlinenya apa?” kali ini Romlah yang penasaran.
“Jadi Bulik, nikahsirri ini punya layanan online mencari istri…”
“Jabang bayik!” Karjo setengah beteriak, belum juga Titi menyelesaikan penjelasannya, Karjo dan Romlah sudah keburu kaget duluan. Maklum, keduanya takjub dengan layanan online mencari istri yang ditawarkan oleh nikahsirri. “Itu beneran?” tanya Karjo.
“Ya beneran, Paklik. Bahkan bukan hanya istri, namun juga suami, penghulu, sampai saksi-saksinya. Dan yang paling heboh itu, mereka menyediakan fasilitas lelang perawan sama perjaka.”
“Wah, cocok ini,” kata Romlah. Karjo melotot memandang Romlah.
“Cocok gimana, Bulik? Bulik mau ikut? Memangnya Bulik masih perawan, po?” tanya Titi menggoda Romlah.
“Bukan buat aku tho ya, tapi buat Paklikmu ini, soalnya dia itu kalau di ranjang suka berakting lugu, suka berakting polos, sok-sokan masih perjaka, ya kali saja bisa dilelang, biar sama orangnya sekalian, Bulik rela.”
Karjo langsung sewot, “lelang gundulmu!”
Romlah meringis, begitu juga dengan Titi.
“Kan lumayan kalau bisa dilelang, nanti aku cari pengganti perjaka, tapi yang perjaka beneran, bukan yang perjaka ekting,” kata Romlah kembali menggoda suaminya. Kali ini, tawa Titi pecah tak tertahan.
Romlah kemudian masuk ke dapur, mengambil minuman buat Titi. “Wah, sampai lupa kalau kamu belum tak buatke minum, sek ya.”
Tak berapa lama, Romlah sudah muncul kembali dengan membawa satu gelas sirup kawista yang nampak begitu menyegarkan.
“Nah, trus, kenapa kamu dipecat?” tanya Romlah sembari meletakkan sirupnya itu di atas meja.
“Nganu, Bulik. Yang punya situs ditangkap polisi, karena dianggap menyebarkan prostitusi berbasis agama dan tindak eksploitasi perempuan.”
“Oalah…” ujar Romlah manggut-manggut.
“Kalau begitu kamu coba ngelamar sebagai admin sosmed di Mojok, saja,” sambar Karjo berapi-api.
“Mojok yang situs anak muda, itu?” tanya Titi.
“Iya, aku kenal sama kepala sukunya, nanti tak coba kontak-kontak.”
“Wah, Paklik kenal sama Puthut EA?” tanya Titi tak percaya.
“Iya, kenal, dia kawan lama.”
“Kok bisa kenal, Paklik?”
“Iya, dulu dia temanku waktu sama-sama suka mampir ke tempat pijet.”
Romlah langsung sewot, “Heh, tempat pijet apa ini?” tanya Romlah agak emosi.
“Ya tebak sendiri, kalau perjaka main ke tempat pijet, berarti tempat pijet yang bagaimana,” jawab Karjo sambil merenges dan melirik Romlah.
Titi tertawa mendengar jawaban Pakliknya. Romlah nampak memasang muka kecut.
“Satu sama,” kata Karjo pada Romlah.
Titi makin keras tertawanya.