Tragedi terlindas kereta
Seperti yang terjadi di masa sekarang, perlintasan kereta zaman dulu juga kerap memakan korban. Eyang Harni mengisahkan bagaimana dulu ibu kerap melarangnya berjalan di atas rel kereta.
“Persis di jalan tembusannya ke rumah ibuku, dulu di situ banyak orang yang kelindes kereta. Soalnya pada seneng duduk-duduk di rel. Tidak menduga ada kereta yang lewat. Itu berkali-kali orang mati di situ”
Krisis ekonomi saat perang dunia ke-2 dan perang kemerdekaan menjadi akhir dari kejayaan jalur Jogja–Bantul. Bermula dari merosotnya nilai gula pada krisis 1930-an hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942.
Di era Jepang, banyak rel kereta yang dipugar demi membangun jalur kereta di daerah jajahan lain untuk mendukung Perang Pasifik. Beberapa stasiun pun rusak parah selama perang sebelum akhirnya terbengkalai bertahun-tahun.
Pada 1950-an, pemerintah Indonesia sempat membangun ulang jalur ini untuk menunjang mobilitas warga Bantul. Namun, usaha tersebut tak berumur panjang. Kemunculan moda transportasi lain membikin lesu bisnis kereta api. Pada 1970-an jalur ini ditutup karena kalah bersaing.
Sisa-sisa jalur ini masih terlacak di sejumlah tempat. Seolah menolak tunduk dan terlupakan oleh pembangunan kota. Sejumlah bangunan stasiun pun masih gagah berdiri, begitu juga dengan jembatan penghubung. Jalur Bantul mungkin terhapus oleh kemajuan zaman, tapi tidak di ingatan Eyang Harni.
Penulis: Iradat Ungkai
Editor: Purnawan Setyo Adi