MOJOK– Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) secara resmi menggugat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN), Jumat (11/11/2022). BPOM dianggap membohongi publik terkait obat sirup yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
KKI menilai BPOM membohongi publik karena tindakannya dalam peredaran obat sirup tidak sesuai dengan kewajiban hukum, sehingga keselamatan banyak orang terancam. BPOM juga melanggar asas profesionalitas karena melimpahkan kewajibannya untuk melakukan pengujian obat sirup kepada industri farmasi.
“Badan publik seperti BPOM itu seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri bukan diserahkan ke industri farmasi,” kata Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, Dr. David Tobing, S.H., MK.n. dilansir dari detikcom, Selasa (15/11/2022).
Selain asas profesionalitas, BPOM juga melanggar asas kecermatan dan asas keterbukaan. BPOM dinilai tidak konsisten dalam memberikan informasi ke publik.
Mojok sudah merangkum isi gugatan yang dilayangkan KKI kepada BPOM dari berbagai sumber:
Pertama, BPOM tidak melakukan uji obat sirup secara menyeluruh. Hal ini dibuktikan saat BPOM mengumumkan lima kandungan sirup obat yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada 19 Oktober 2022. Namun, ternyata hanya ada dua obat yang tercemar kandungan tersebut. Informasi diungkapkan setelah BPOM melakukan revisi pada 21 Oktober 2022.
Kedua, hal yang sama dilakukan BPOM pada 22 Oktober 2022. BPOM mengumumkan sebanyak 133 obat dinyatakan tidak tercemar. Lalu pada 27 Oktober 2022, BPOM menambahkan ada 65 obat lagi sehingga total terdapat 198 obat yang tidak tercemar EG/DEG. Namun, pada tanggal 6 November 2022 diumumkan sebanyak 14 obat sirup dari 198 obat itu dinyatakan tercemar.
Ketiga, BPOM dianggap mempermainkan masyarakat Indonesia lantaran pada 6 November 2022 mencabut pernyataannya pada tanggal 28 Oktober 2022 terkait 198 sirup obat yang dinyatakan tidak tercemar.
Keempat, BPOM dinilai tergesa-gesa dalam mengawasi sirup obat dan melimpahkan kewajiban hukumnya untuk melakukan pengujian obat kepada industri farmasi. Ini melanggar Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu Asas Profesionalitas.
Dalam gugatannya, KKI juga mengajukan petitum kepada BPOM yang berbunyi:
- Menyatakan BPOM RI melakukan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa.
- Menghukum BPOM RI untuk melakukan pengujian seluruh sirup obat yang telah diberikan izin edar.
- Menghukum BPOM RI untuk meminta maaf kepada konsumen Indonesia dan masyarakat Indonesia.
Menanggapi gugatan yang dilayangkan KKI, BPOM merasa sudah melakukan tugasnya sesuai standar kebutuhan. Menurut Kepala BPOM Penny Lukito, selama ini ada ketidaksepahaman di tengah masyarakat terkait sistem pengawasan BPOM.
“Jadi BPOM sudah melakukan tugas sesuai standar kebutuhan yang ada, tapi ini ada masalah kelalaian di industri farmasi dan tentunya kelalaian ini menimbulkan satu kondisi yang sangat menyedihkan kita semua,” ujar Kepala BPOM Penny Lukito seperti dikutip dari detik.com, Rabu (16/11/2022).
Saat ini gugatan tersebut sudah dikomunikasikan ke Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin. Nantinya, Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara (Jamdatun) akan mendampingi BPOM menghadapi gugatan itu.
Mencegah terulangnya kasus gagal ginjal akut, DPR RI saat ini tengah menggodok RUU Pengawasan Obat dan Makanan (POM). Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menjelaskan, kasus gagal ginjal akut bisa terjadi karena lemahnya pengawasan pada proses setelah produksi hingga obat atau makanan sampai ke konsumen. Selama ini yang diperkuat cenderung dari sisi produksinya saja. Mempertimbangkan hal itu, RUU ini akan memperkuat pengawasan setelah proses produksi obat dan makanan.
“Jadi, bukan hanya masa produksinya, melainkan juga post-market-nya,” ujarnya seperti dikutip dari Republika.co, Kamis (17/11/2022).
Penulis: Mutiara Tyas Kingkin
Editor: Kenia Intan