MOJOK.CO – Wali Kota Bekasi menyatakan lebih condong bergabung ke DKI Jakarta daripada ke Provinsi Bogor Raya. Padahal, ada ancaman hilangnya otonomi daerah, loh, Pak.
Pembentukan Provinsi Bogor Raya tengah menjadi kajian dari tim khusus oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor. Kabarnya, Provinsi Bogor Raya ini akan mencakup beberapa area, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Cianjur, Depok, Kota Bogor, Karawang, dan Subang.
Sayangnya, Bekasi menolak wacana ini. Setidaknya, itulah yang ditunjukkan oleh Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Menurutnya, sebagaimana dikutip dari CNBC, sebagian besar warga Kota Bekasi jauh lebih mendukung rencana penggabungan Bekasi ke Jakarta, alih-alih Bogor Raya.
Dari sisi historis, kota ini dianggap memiliki kultur yang lebih mirip dengan Jakarta, bukannya Bogor. Anggota Komisi I DPRD Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata, bahkan menyebut penggabungan Kota Bekasi ke Jakarta adalah langkah yang sangat strategis.
Ariyanto menyebutkan keinginannya agar wali kota segera menindaklanjuti rencana ini melalui pembentukan tim khusus untuk menggelar referendum kepada masyarakat. Melalui referendum, ia percaya bahwa seluruh lembaga dan keputusan politik terkait akan mengikuti jika memang warga kota berkehendak untuk bergabung dengan Jakarta, sebagaimana yang diklaim oleh Wali Kota Rahmat Effendi dengan pendapatnya: “Kalau dijajak pendapat, pasti 60,70,80 persen, lah (yang setuju).”
Jika penggabungan Kota Bekasi dengan DKI Jakarta benar terjadi, besar kemungkinan Bekasi akan berganti nama menjadi Jakarta Tenggara. Rahmat Effendi mengaku tak ambil pusing dengan hal ini. Yang paling penting baginya dari penggabungan ini adalah adanya kepala daerah dan DPRD.
Meski nama Jakarta Tenggara terdengar menarik, unik, dan kreatif, agaknya warga Kota Bekasi harus bersabar. Pasalnya, penggabungan Bekasi dengan DKI Jakarta ini tak dapat sambutan yang bagus-bagus amat dari Kemendagri
Akmal Malik, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian, misalnya. Dalam satu kesempatan, ia menyebutkan bahwa bergabungnya Bekasi dan Jakarta justru bakal lebih sulit terealisasi karena keduanya punya “jenis kelamin” yang berbeda.
“Ini ibaratnya jenis kelaminnya beda. DKI Jakarta ini daerah yang melaksanakan kebijakan administrasi asimetris dan khusus, sementara daerah lain, daerah otonom. Apa mau Bekasi jadi wilayah administratif?” terangnya.
Ada banyak regulasi yang harus diubah demi memenuhi wacana ini, termasuk UU tentang Pemda Provinsi DKI Jakarta dan Bekasi. Meski hal ini mungkin saja terjadi, Akmal memilih untuk menyarankan pada pihak pemerintah Bekasi untuk fokus meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik, daripada berkhayal masuk ke DKI Jakarta.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, menyatakan ada kerugian yang mengancam Bekasi kalau bergabung dengan Jakarta dan menjadi Jakarta Tenggara, yaitu hilangnya otonomi daerah. Pasalnya, setelah menjadi bagian dari DKI Jakarta, kota ini harus siap memiliki wali kota yang merupakan bawahan langsung gubernur yang bisa diberhentikan kapan saja, tanpa ada pemilihan secara langsung.
“Kalau provinsinya non-DKI, otonomi per Tingkat II masih ada. Tapi kalau gabung DKI, otonomi sudah hilang, maka pemimpin kota tidak lagi dipilih tapi ditentukan oleh gubernur,” tutur Bang Emil.
Nah, jadi gimana Kota Bekasi? Mau gabung ke Bogor, jadi Jakarta Tenggara, atau tetep ada di luar Planet Bumi? (A/K)