MOJOK.CO – Istilah Mom Shaming semakin sering terdengar, apalagi ketika membicarakan parenting atau pola asuh orang tua terhadap anak. Sayangnya, tidak banyak orang menyadari apa yang mereka lakukan termasuk mom shaming yang bisa berujung kondisi psikologis ibu.
Dilansir dari urban dictionary, mom shaming adalah tindakan menghakimi secara terbuka yang dilakukan terhadap ibu atas pilihan pengasuhan anak yang berbeda oleh pelaku. Mom shaming berbahaya karena bisa menimbulkan rasa rendah diri, kelelahan yang tidak berujung (mom burnout), rasa tidak aman. Bahkan tidak sedikit yang berujung pada depresi.
Dilansir dari Very Well Family, berikut ini beberapa bentuk perilaku mom shaming yang kerap diterima para ibu:
Mengkritik pilihan menjadi ibu rumah tangga atau bekerja
Para ibu yang bekerja di luar rumah sering kali tertampar dengan pertanyaan-pertanyaan seberapa lama atau sering bersama dengan anak-anak. Mereka kerap dianggap kurang memberikan kasih sayang karena waktu yang dihabiskan untuk anak-anaknya lebih sedikit dibandingkan ibu yang memilih tinggal di rumah dan mengurus rumah tangga.
Sementara ibu yang memilih mengurus keperluan rumah rumah juga tidak lepas dengan pernyataan yang tidak sensitif seperti “pasti menyenangkan untuk tidak memiliki pekerjaan” atau “saya berharap bisa bermain dengan anak-anak sepanjang hari.”
Padahal menjadi ibu yang mengurus rumah tangga tidaklah mudah. Penelitian Gallup Poll menunjukkan, ibu rumah tangga mengalami kekhawatiran, kemarahan, stress, kesedihan dan depresi lebih tinggi dibanding ibu yang bekerja.
Mencela ibu yang tidak memberikan ASI
ASI memang mengandung manfaat luar biasa seperti meningkatkan ilmu dan menekan terjadinya Sudden Infant Death Syndrome (SIDS). Itu mengapa, muncul istilah “Breast is Best”.
Akan tetapi, kondisi nyatanya, tidak semua ibu memiliki kemampuan untuk menghasilkan ASI karena masalah kesehatan ataupun merasa tidak nyaman ketika memberikan ASI. Itu mengapa tidak sedikit dari mereka memilih menggunakan susu formula untuk bayinya.
Kondisi ini semacam ini terkadang tidak dipahami oleh semua orang. Oleh karenanya, pertanyaan-pertanyaan seperti “Kenapa tidak menyusui?” “Apakah menyesal memberikan susu formula?”
Mengkritik cara membesarkan anak
Cara para ibu membesarkan anak-anaknya juga tidak lepas dari sasaran kritikan. Salah satu yang selalu menjadi pembahasan adalah pola pengasuhan intensif. Pola asuh ini mengutamakan orang tua yang secara aktif berpartisipasi dan mengoordinasikan kehidupan anak. Sementara, ada beberapa pihak yang menganggap pola asuh semacam ini hanya menimbulkan stres.
Padahal, para ibu ataupun orang tua lah yang memahami kebutuhan anak yang bisa saja berbeda antara satu anak dengan yang lain.
Kalau mendapat mom shaming, apa yang harus dilakukan?
Dilansir dari Antaranews, Psikolog Grace Eugene Sameve menjelaskan, hal pertama yang harus dilakukan saat menerima mom shaming dengan mengenali diri sendiri terlebih dahulu.
“Daripada menyalahkan diri kita, lebih baik kita mengenali. Kalau kita udah merasa nggak nyaman, kita atasi, yang bisa kita lakukan adalah mengelola emosi kita,” jelasnya seperti dikutip dari Antaranews.com.
Apabila tidak nyaman atas komentar tersebut, para ibu bisa mengomunikasikan masalah ini dengan orang-orang terdekat, khususnya yang lebih tua. Tidak ada salahnya menyampaikan pertanyaan atau pernyataan mereka lebih banyak keburukan daripada manfaatnya. Dengan catata cara penyampaiannya perlu diperhatikan.
“Jangan sampai ini justru malah memancing perdebatan dan berujung pertengkaran,” imbuh Grace.
Di sisi lain, pertanyaan atau pernyataan seseorang tidak perlu diterima mentah-mentah. Ada baiknya para ibu melakukan cek ke tenaga ahli terpercaya seperti dokter spesialis anak.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi