MOJOK.CO – Pandemi bisa mengubah pengalaman mimpi seseorang. Mimpi buruk lebih sering muncul daripada hari-hari biasanya.
Studi berjudul Journal of Sleep Research dari Monash’s Turner Institute for Brain and Mental Health memaparkan 45% peserta dalam survei mengalami perubahan pengalaman mimpi selama pandemi.
Peneliti utama, dosen, dan psikolog Monash’s Turner Institute Dr. Melinda Jackson mengungkapkan, mimpi peserta penelitian menjadi lebih hidup selama pandemi. Visualnya lebih jernih, tapi sering kali memiliki perubahan yang aneh.
Peserta lebih sering mengalami mimpi pada masa awal pandemi dibandingkan biasanya. Mimpinya memiliki kecenderungan yang negatif. Hal ini tercermin dari banyaknya peserta yang melaporkan mimpi buruk, skenario menakutkan seperti perang dan bencana.
“Ada tema bertahan hidup yang nyata untuk mimpi pandemi,” imbuh Hailey Meaklim, psikolog, dan kandidat PhD yang memimpin studi dengan Dr. Jackson.
Mengapa bisa terjadi?
Peningkatan aktivitas mimpi memang normal terjadi saat stres. Teori mimpi simulasi ancaman menyatakan bahwa mimpi akan mengandung konten dan citra yang mengancam sebagai persiapan menghadapi situasi di kehidupan nyata.
Peningkatan hormon stres di otak memainkan peran kunci dalam perubahan aktivitas mimpi. Otak sebenarnya sangat aktif selama rapid eye movement, tahapan tidur di mana manusia mengalami mimpi yang lebih aneh dan jelas. Daerah visuospasial otak menjadi super aktif, begitu pula dengan pusat emosi dan memori.
“Ini semua dapat meningkat pada saat stres, dan kita mendapatkan mimpi dan mimpi buruk yang meningkat,” imbuh Meaklim.
Tidak semua peserta penelitian memiliki tingkat perubahan mimpi yang sama. Orang dengan insomnia mengalami perubahan mimpi lebih banyak daripada individu yang tidur nyenyak selama pandemi. Proporsinya mencapai 55%.
Peneliti menggunakan analisis Linguistic Inquiry Word Count untuk membandingkan bahasa yang digunakan dalam menggambarkan mimpi. Hasilnya, peserta dengan insomnia menggunakan kata-kata negatif secara signifikan untuk mendiskripsikan perubahan mimpi mereka daripada orang-orang yang tidur nyenyak.
“Secara keseluruhan, penderita insomnia, ketika akhirnya tertidur, memiliki mimpi yang lebih negatif dan menakutkan daripada orang yang tidur nyenyak,” jelas Meaklim.
Bagi kebanyakan orang, gejala insomnia dan mimpi buruk akan mereda setelah stres dan kecemasan awal pandemi berlalu. Akan tetapi, jika orang masih kesulitan tidur, maka klinik dan bantuan kesehatan lainnya bisa membantu.
“Ada pengobatan berbasis bukti yang baik untuk insomnia dan mimpi buruk, jadi kami mendorong orang untuk mencari bantuan jika mereka masih kesulitan tidur,” tutup Dr. Jackson.
Sumber: Antara
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Pengakuan Perempuan yang Mengalami Lucid Dream Sepanjang Hidupnya