MOJOK.CO – Hipertensi identik dengan penyakit yang menyerang orang berusia lanjut. Risiko hipertensi memang semakin meningkat seiring bertambahnya usia, akan tetapi kenyataanya, tidak sedikit kasus hipertensi terjadi pada kalangan usia muda.
Dikutip dari laman resmi Universitas Gadjah Mada (UGM), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang dipublikasikan Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, penderita hipertensi yang berusia 15-24 tahun sebesar 8,7 persen. Sementara Riskesdas 2018 memaparkan, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1 persen.
Dari angka-angka itu, kejadian tertinggi terjadi di Kalimantan Selatan hingga 44.1 persen, sedangkan terendah di Papua sebesar 22,2 persen. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun sebesar 31,6 persen, umur 45-54 tahun 45,3 persen, umur 55-64 tahun 55,2 persen.
Dokter Spesialis pada Klinik Endokrin di RSA UGM Ali Baswedan, Sp.PD-KEMD mengungkapkan, situasi dan kondisi saat ini memang memungkinkan tingginya angka hipertensi pada anak muda. Selain sarana pemeriksaan yang lebih mudah diperoleh sehingga menjaring penderita hipertensi menjadi lebih gampang, masyarakat kini tinggal di ‘dunia garam’.
Padahal sumber garam menjadi salah satu pemicu utama hipertensi. Garam mengandung natrium. Bahan ini memiliki sifat-sifat jahat untuk tubuh.
“Dengan mengonsumsi garam secara terus menerus maka natrium akan masuk sel, pada saat masuk sel maka cairan juga akan masuk kedalam semua sehingga bisa overload (kelebihan) cairan dan kelebihan cairan ini membuat jantung memompa lebih kuat sehingga menaikkan tensi,” papar dia, Jumat (20/1/2023).
Oleh karenanya orang-orang perlu menguranginya agar terhindar dari hipertensi. Mengurangi sumber garam tentu bukan hal yang mudah, mengingat sumber garam sangat dekat dengan kehidupan. Beberapa sumber yang mengandung garam seperti penyedap rasa atau MSG, pengawet kecap, saos, sambal sachet, camilan, makanan dan lain-lain.
Alternatif lain untuk mencegah hipertensi adalah memperbaiki gaya hidup. Memperbanyak gerak, mengurangi konsumsi garam, alkohol, tembakau dan rutin teratur makan sayur dan buah.
Asal tahu saja, sebanyak 60 persen mereka yang memiliki keturunan darah tinggi sensitif terhadap garam. Sementara 40 persen lainnya tidak sensitif.
Stop garam untuk penderita hipertensi
Untuk penderita hipertensi, rilis WHO menghimbau untuk mengurangi konsumsi garam kurang dari 5 gram. Imbauan ini tentunya sulit diartikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, saran ini biasa diterjemahkan dengan mengurangi makanan gorengan, kurangi makan kecap, dan makanan-makanan lain yang sekiranya mengandung sumber garam.
“Makan camilan dijauhi, kalau perlu dalam seminggu intinya dikurangi dahulu. Artinya lidah kita dibiasakan untuk yang anyep dahulu,” urainya.
Apabila perlu, penderita hipertensi bisa menghentikan sama sekali konsumsi garam. Ini mengingat garam dapat mengganggu kerja obat. Stop garam tidak akan menjadi masalah karena sumber natrium yang biasanya diperoleh dari garam dapat terpenuhi dengan mengonsumsi sayur dan buah.
Buat yang belum tahu, seseorang dinyatakan hipertensi kalau dalam waktu dua kali pemeriksaan dalam rentang satu minggu tensi di atas 140 sehingga jika pengukuran sudah 141 maka sudah masuk kategori hipertensi.
“Tapi sekali lagi pengukurannya harus dua kali dalam waktu satu minggu. Dari definisi Kemenkes seperti itu dalam dua kali pemeriksaan dalam seminggu jika tekanan darah 140 ke atas untuk batas atas dan 90 ke atas untuk batas bawah maka yang bersangkutan sudah dinyatakan hipertensi,” ujarnya seperti dikutip dari laman resmi UGM, Jumat (20/1/2023).
Hipertensi dapat bergejala seperti sakit kepala, badan terasa tidak nyaman dan lain-lain. Di sisi alin hipertensi juga bisa tidak bergejala. Ini yang berbahaya. Oleh karenanya secara periodik bisa tiga bulan sekali sangat penting untuk dilakukan agar setiap individu mampu mendeteksi sejak awal apakah dirinya ada hipertensi atau tidak.
“Terutama bagi orang-orang yang memiliki keturunan hipertensi, misal dari bapak, kakek neneknya, pamannya, dan memiliki kecenderungan seperti itu maka sebaiknya secara periodik periksa,” ujarnya.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi