Tentu sangat boleh bagi Anda untuk membantahnya, namun yang jelas, manuver-manuver yang selama ini dilakukan oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo dalam beberapa waktu terakhir ini memang susah untuk tidak disebut sebagai langkah politik.
Wajar, sebagai seorang Panglima TNI yang sedang moncer dan dielu-elukan oleh banyak orang, tentu tak salah jika Pak Gatot juga punya hasrat untuk mengincar peruntungan jabatan yang lebih dari sekadar Panglima TNI. Yah, bisa menteri, wakil presiden, atau bahkan presiden.
Berpolitik adalah pilihan yang beralasan bagi seorang Gatot. Terlebih, sudah mulai ada beberapa partai yang tertarik untuk memfasilitasi. Golkar bahkan dengan terbuka sudah menyatakan bersedia menampung Gatot Nurmantyo jika sang Jenderal ingin terjun ke dunia politik.
“Kalau setelah menjadi Panglima ingin mengabdi ke masyarakat dengan berpartisipasi ke dunia politik, Golkar tentu siap menampung,” begitu kata Komisi I DPR fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi.
Sayang, langkah Gatot Nurmantyo untuk menuju tampuk jabatan yang lebih tinggi agaknya bakal penuh tantangan. Sebab, walau sudah terbukti didukung oleh banyak orang, namun ternyata, elektabilitas Gatot masih sangat rendah.
Berdasarkan survey kekuatan kandidat bakal capres 2019 yang dirilis oleh Media Survei Nasional (Median) beberapa waktu yang lalu, elektabilitas Pak Jenderal hanya 2,8 persen. Itu angka yang masih jauh bila dibandingkan dengan nama-nama pesaing utama seperti Jokowi (36,2 persen), Prabowo (23,2 persen), SBY (8,4 persen), atau Anies Baswedan (4,4 persen).
Survey dari SMRC malah lebih parah bagi Gatot, sebab elektabilitas Gatot hanya 0,3 persen.
Tapi, namanya dunia politik. Selalu penuh dengan ketidakpastian. Yah, siapa tahu, sekarang elektabilitasnya nol koma, tahun depan sudah empat puluh koma. Ya siapa tahu.
Yang paling penting, jangan terlalu ngoyo untuk masuk persaingan politik yang sudah terkenal kejam. Apalagi Pak Gatot boleh dibilang adalah pemula. Belum pernah bertarung dalam medan politik yang nyata seperti Agus Yudhoyono.
Selow saja. Kalau ndilalah tahun 2019 jadi, ya alhamdulillah. Tapi kalau ndilalah nggak jadi, ya nggak apa-apa. Minimal bisa jadi bekal buat 2024. Kalau 2024 masih nggak jadi, ya nggak apa-apa, minimal bisa jadi bekal buat 2029.
Begitu seterusnya, sampai Pak Gatot ilang nafsunya.