MOJOK.CO – DPR RI baru saja mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Undang-undang ini mengkodifikasi sejumlah aturan pidana yang tersebar di berbagai UU, salah satunya UU Pornografi. Namun, benarkah KUHP baru ini tidak akan memenjarakan pembuat video porno?
KUHP sendiri baru akan mulai aktif berlaku tiga tahun mendatang, atau pada 2025. Dalam naskah KUHP terbaru yang dirilis Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham RI di laman bphn.go.id, sebenarnya pembuatan konten pornografi tetap dilarang.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 407 ayat 1 KUHP Baru:
“Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling sedikit kategori IV dan pidana denda paling banyak kategori VI.”
Akan tetapi, akan beberapa pengecualian dalam pasal ini. Pada bagian penjelasan, pidana tersebut tidak berlaku bagi yang membuat video porno untuk konsumsi pribadi.
“Membuat pornografi dalam ketentuan ini tidak termasuk untuk diri sendiri atau kepentingan sendiri,” seperti yang ditulis dalam bagian penjelasan.
Lebih lanjut, pengecualian delik pidana ini juga berlaku bagi pembuatan video porno untuk karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu pengetahuan. Adapun, definisi pornografi sendiri disesuaikan dengan standar yang berlaku dalam masyarakat pada tempat dan waktu tertentu.
“Penafsiran pengertian Pornografi disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu (contemporary community standard).”
KUHP Baru juga mencabut Pasal Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang berbunyi:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Selain menuai banyak kritik karena berpotensi melegalkan pembuatan video porno, pasal menyoal pornografi ini juga dianggap berbahaya bagi perempuan. Komnas Perempuan, misalnya, dalam pernyataan sikapnya menyebut bahwa pasal ponografi justru membuat daya perlindungan hukum bagi para korban eksploitasi seksual berkurang.
“Berkurangnya daya pelindungan hukum pada tindak eksploitasi seksual. Eksploitasi seksual telah diatur dengan definisi yang jelas dalam UU TPKS. KUHP tidak melakukan koreksi pada penggunaan istilah eksploitasi seksual ini terkait tindak pornografi karena tetap merujuk pada UU Pornografi,” tulis Komnas Perempuan.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi