[MOJOK.CO] “Kasus mahasiswa Indonesia di Arab punya keistimewaan dibanding mahasiswa Indonesia di negara lain.”
Beban berat emang bener-bener harus dipikul para penuntut ilmu syariah baik yang belajar dalam negeri dan lebih-lebih yang di luar negeri. Dulu pas masih emes-emesnya jadi mahasiswa baru di Madinah, kami satu angkatan pernah datang di acara yang diadakan para senior kami mahasiswa Indonesia. Ya semacam ospeklah kalau di dalam negeri. Acara itu mengundang seorang profesor dari sebuah universitas negeri di Yogya yang kebetulan sedang umrah dan ziarah ke Madinah.
Sang ibu profesor dalam salah satu kalimatnya yang saya masih hafal berpesan, “Kalian sebagai pelajar di sini harus siap menerima ragam macam pertanyaan dari orang-orang ketika kalian pulang nanti.”
Ucapan yang mungkin bisa dibilang “ramalan” itu vener vanged, gaes. Selama 3,5 tahun/7 semester/puluhan purnama yang kami lewati di tanah suci ini, entah berapa banyak pertanyaan yang sudah masuk. Baik lewat dunia maya ataupun nyata.
Pertanyaan yang menyangkut agama jelas banyak. Dan banyak juga yang saya jawab “pas” alias “nggak tahu”. Sedangkan yang kira-kira masih bisa dijawab, ya dijawab sesuai kadar pemahaman saya.
Namun, namanya aja roda kehidupan, tak selamanya berjalan mulus. Sebagaimana anak IT yang kadang ditanya berapa harga mouse atau keyboard, kami sebagai mahasiswa jurusan agama yang tinggal di Arab Saudi juga punya situasi sama.
Pertanyaan yang paling fenomenal adalah berapakah harga kurma a, b, atau c? Jadi, buat anak IT yang mangkel ketika hanya ditanya berapa harga mouse, bayangkanlah perasaan kami di sini.
Penginnya sih saya jawab, “Bapak/Ibu/Mz/Mb, untuk harga kurma saya kurang tahu, tapi satu hal yang pasti saya tahu, hidayah Allah itu sangat mahal harganya. Ituh!”
Kalau kurma standar macam kurma madu atau ajwa mungkin saya masih tahu. Tapi, kalau yang ditanyakan sudah kurma jenis ini dan itu, saya cuman bisa bilang wallahualam. Mungkin jika ada matkul varian kurma beserta harganya di kampus, saya harus ngulang satu semester.
Apalagi ada yang pernah nanya begini, “Ini, Dek, kurma yang pernah saya makan waktu di Indonesia itu berapa ya harganya?”
“Eee, tampar aku, Mz, tampar.”
Pertanyaan lainnya yang agak heboh juga biasanya terkait hoax tentang Arab Saudi. Saya pernah ditanya, apa benar di Madinah ada Istana Dajjal? Ya Tuhan, Dajjal aja belum muncul, kok bisa-bisanya nanya tentang tempat tinggal Dajjal?
Ternyata pas dicek, istana yang dimaksud adalah sebuah istana yang dibangun oleh mendiang Raja Fahad almarhum di puncak sebuah bukit kecil. Konon istana itu menjadi tempat istirahatnya raja-raja Saudi jika sedang berziarah ke Madinah.
Yang benar-benar jadi musykil adalah letak istana tadi. Seperti tadi saya singgung di awal, bahwasanya Istana Raja Fahad berada di puncak bukit (atau gunung?). Sedangkan di areal/sekitar kaki gunung itu kampus dan asrama tempat kami tinggal berlokasi. Jadi, kalau sampean menyimpulkan istana tadi adalah Istana Dajjal, secara nggak langsung sampean bilang kita-kita mahasiswa ini adalah bala tentara Dajjal. Karena maklumlah, yang namanya tempat tinggal raja selalu dikelilingi tempat tinggalnya para serdadunya. Ya Allah, mbok cukup Mojok saja yang dituduh media Dajjal, kami jangan.
Kasus lain juga ketika ada berita hujan turun di Saudi terus banjir. Kadang ada yang bertabayyun, benarkah di Saudi ada banjir? Okelah kalau cuman tabayun, tapi kadang dalam tabayyun tadi biasanya disertai link dari sebuah situs berita yang isinya mengait-kaitkan antara banjir di Mekkah atau Madinah sebagai tanda-tanda kiamat. Seorang jomblo fii sabilillah membaca sebuah link tentang kiamat itu sama kayak orang puasa disuruh nonton video LR4nd0. Pengin misuh-misuh, tapi takut dosa.
Baiklah saya jelasken di sini. Karena emang hujan di sini termasuk peristiwa langka, sekalinya turun biasanya emang jadi banjir (atau genangan?). Baik di kota besar Jeddah, Riyadh, ataupun di Mekkah-Madinah.
Banjir di dua kota suci bahkan sudah ada dari jaman Ki Benen, kalau kata orang Betawi. Suatu ketika Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wassallam pernah berdoa meminta hujan di Madinah. Hujan pun turun bahkan berhari-hari hingga orang-orang mengadukan kepada beliau karena hujan sangat besar sehingga urusan bisnis mereka terganggu dan jalan-jalan jadi rusak. Kisah lebih lengkap bisa dibaca hadisnya aja langsung. Cerita tadi dinarasikan oleh dua Imam besar: Al-Bukhari dan Muslim.
Untuk Mekkah yang bahkan di dalamnya ada Kakbah, yang namanya banjir sudah dari dulu ada. Dalam dalam sebuah riwayat dikatakan, salah seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Zubair pernah tawaf atau mengelilingi Kakbah dengan cara berenang.
Yang jelas kiamat itu kayak jodoh, dia semakin mendekat, bukan malah makin jauh. Bedanya di doa aja. Kalau kiamat kita mintanya entar-entar, doa minta jodoh kalau bisa besok jadi.
Pertanyaan lainnya tentang urusan yang menyangkut reproduksi manusia. Misalnya, benar nggak sih kurma muda, rumput Fatima itu, bisa bikin subur perempuan? Atau yang paling hits di antara itu semua, saya pernah ditanya perihal obat kuatnya orang Arab. Pernah juga ada seorang jemaah umrah yang bahkan minta diantarken langsung ke pengedarnya.
Ya Allah, di situ kadang saya pengin minta fatwa ulama tentang hukum nyeleding orang di tanah suci.
Nanya tentang obat kuat ke mahasiswa ilmu hadis itu kan sama aja kayak nanya hadits kunut Subuh ke Dokter Boyke. Gini ya, Mas, coba jenengan tanya ke Dokter Boyke tentang hadis kunut Subuh. Dari status hukum sampai fikih hadisnya. Kalau beliau udah bisa jawab, boleh Mas balik ke saya lagi, nanti saya penuhin semua permintaan Mas terkait obat kuat tadi.
Uniknya, ketika saya ngobrol sama teman satu angkatan, rupanya tragedi yang menimpa doi malah kebalikannya. Dia bercerita justru orang Arab yang pernah nanya ke dia tentang obat kuatnya orang Indonesia.
Oh Tuhan, apakah ini sebagian dari tanda-tanda kiamat itu, ketika manusia sudah tidak saling mensyukuri apa-apa yang mereka punyai?