MOJOK.CO – “Mah, bener nggak sih vaksin itu haram karena dibuat dari darah babi?”
Ibu-ibu Majelis Taklim Nurul Qamar resah setelah beredar video ceramah seorang ustaz yang mengatakan bahwa vaksin terbuat dari darah babi, anjing, monyet, pelacur, pecandu narkoba, dan narapidana. Katanya juga vaksin itu dibuat untuk depopulasi? Depopulasi teh naon? Kalau divaksin, kata ustaz itu orang jadi tidak bisa berpikir. Aduh, ngeri pisan. Padahal baru beberapa bulan lalu ibu-ibu membawa anak-anak mereka ke posyandu untuk divaksin difteri.
Kebetulan Kamis petang ini ada acara pengajian rutin di masjid. Pengisinya kali ini adalah Mamah Dadeh. Mamah Dadeh ini ustazah favorit ibu-ibu. Sebab, selain ceramah dia juga sering menampung curhat ibu-ibu majelis taklim. Bukan kebetulan juga Kamis petang dipilih sebagai waktu pengajian. Ini adalah waktu paling penting bagi ibu-ibu itu karena malam harinya mereka harus mendampingi para suami menjalankan tugas mulia sunah Rasul. Meski sudah bertahun-tahun melaksanakan tugas mulia itu, ada saja ibu-ibu yang ragu atau lupa soal tata cara pelaksanaannya. Oleh karena itu, pengajian dilaksanakan setiap Kamis sore agar mereka bisa bertanya sebelum bertugas.
Biasanya acara dipenuhi pertanyaan soal sunah Rasul. Seperti Minggu lalu ketika Onah bertanya, “Mamah, suami saya sering minta gantian, saya yang di atas. Apakah itu boleh?
Atau Jamilah yang bertanya, “Ini kan saya lagi halangan. Kalau lagi halangan saya teh cuma pakai tangan aja. Apakah setelah itu saya harus mandi?”
Tapi, Kamis ini topik sunah Rasul menjadi tidak menarik, tenggelam dalam keresahan soal vaksin. “Boro-boro mikirin sunah rasul, ini kaki saya masih gemeteran karena ngeri mendengar cerita vaksin ini,” keluh Zainab.
Begitu pengajian dimulai, belum sempat Mamah Dadeh memberi pengantar, ibu-ibu sudah memberondong dengan pertanyaan.
“Mamah, apa benar vaksin itu dibuat dari darah babi yang dicampur dengan darah anjing, monyet, pecandu narkoba, dan pelacur?”
“Tidak benar!!!” jawab Mamah Dadeh, lantang dan tegas seperti biasa. Ruangan masjid langsung riuh oleh suara obrolan kiri kanan ibu-ibu yang masih belum puas dengan jawaban itu.
“Kalau darah yang dicampur-campur, itu namanya bukan bikin vaksin, tapi lagi bikin saren oplosan,” lanjut Mamah Dadeh memecah keriuhan. “Sekali lagi, itu tidak benar. Hoax.”
“Jadi sebenarnya terbuat dari apa dong, Mah?”
“Vaksin itu adalah virus yang dilemahkan. Ibaratnya nih, kita kasih contoh ke dalam tubuh kita. Kita masukin virus atau kuman penyakit yang sudah dilemahkan untuk kasih tahu ke tubuh kita, ini nih, biang kerok penyakit. Elu ingat-ingat tampangnya ya. Kalau ntar dia nongol, langsung gebuk aja.”
“Bikinnya pakai apa, Mah?”
“Macam-macam, tergantung jenis penyakit yang mau dilawan. Vaksin influenza itu banyak yang terbuat dari telor ayam.”
“Waduh, sama kayak martabak, dong.”
“Betul. Kayak martabak.”
“Tapi, katanya ada yang terbuat dari darah babi, Mah?”
“Ngaco! Bukan darah. Itu yang dipakai dari babi namanya enzim. Enzim ini berfungsi sebagai katalis, tugasnya mempercepat reaksi kimia. Kalau kagak pakai katalis, itu vaksin kagak jadi-jadi, ampe jamuran elu nungguin. Dengan katalis, prosesnya lebih cepat.”
“Jadi babinya emang dimasukin ke badan kita, dong?”
“Kagak. Babi segede itu mana bisa masuk ke badan elu. Katalis ini tidak ikut menjadi produk hasil reaksi kimia. Dia akhir proses ia akan didapat kembali dalam bentuk semula. Jadi, katalis itu sendiri bisa dikatakan tidak ikut menjadi vaksin”
“Tapi kan dari babi, Mah?”
“Dari babi, tapi bukan daging babi. Ini mah molekul. Dalam daging babi itu juga ada molekul air. Kencing babi itu mengandung molekul air. Babinya kencing, airnya menguap, nanti jadi awan, lalu turun lagi sebagai air hujan. Itu molekul. Meski berasal dari babi, ia tetap molekul.”
“Tapi, gimana ya, Mah. Kan babi gitu lho.”
“Dalam keadaan darurat, babi pun halal. Ingat itu. Ini urusan penyakit. Menyembuhkan atau mencegah penyakit itu lebih utama, prioritas. Kalau tidak tersedia yang tidak memakai enzim babi, maka darurat hukumnya. Tapi kalau bisa diikhtiarkan, harus diikhtiarkan vaksin dari bahan lain.”
“Jadi, ada juga yang nggak pakai enzim babi?”
“Ada, walau belum banyak.”
“Jadi, kita boleh divaksin, Mah?”
“Yang mau pergi haji dan umrah diwajibkan untuk divaksin meningitis oleh pemerintah Saudi. Kalau nggak mau vaksin, nggak boleh pergi.”
“Tapi depopulasi itu apa, Mah?”
“Depopulasi itu konspirasi untuk mengurangi jumlah manusia penghuni bumi dengan menyebarkan penyakit. Biasanya ini cerita serem buat bikin film bioskop.”
“Apa kita ini tidak sedang didepopulasi, Mah?”
“Depopulasi dari Hong Kong! Kita sudah rame-rame divaksin sejak tahun ‘60-an. Nyatanya, penduduk nambah terus. Yang seret justru orang-orang Eropa, pada kagak mau nambah anak.”
“Tapi, katanya sekarang banyak penyakit aneh-aneh….”
“Penyakit aneh-aneh dari dulu udah banyak. Yang bilang dulu kagak ada, dulu matanya picek, jadi kagak lihat sekeliling.”
“Terus, katanya nih, Mah, orang Kristen itu kagak divaksin.”
“Bohong! Mereka juga divaksin, sama kayak kita. Justru vaksin itu dibuat, dikembangkan, dan dipakai oleh orang-orang Barat yang mayoritasnya beragama Kristen.”
“Tapi, katanya banyak orang Eropa dan Amerika yang antivaksin.”
“Ngaco lagi. Yang benar, ada sebagian kecil yang antivaksin. Nggak usah heran. Orang sono juga kagak pinter semua. Yang percaya bahwa Elvis Presley masih hidup juga ada kok.”
Tak terasa waktu untuk pengajian sudah habis. Mamah Dadeh bersiap menutup pengajian. Tapi, masih ada yang mau bertanya dan sekarang balik lagi ke topik malam Jumat.
“Mah, dogi itu apa dan apa hukumnya orang yang berdogi?”
“Waktu sudah habis, pertanyaan akan saya jawab Kamis depan. Sementara ini kalau belum tahu hukumnya sebaiknya tahan dulu, jangan berdogi sampai saya jelaskan hukumnya Kamis depan.”