Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Gaj Ahmada dalam Pusaran Tragedi Pertanyaan “Kapan Kawin?”

Cepi Sabre oleh Cepi Sabre
16 Juni 2017
A A
gaj ahmada, mojok

esai gaj ahmada mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Lebaran sebentar lagi. Tinggal menghitung hari kalau kata Krisdayanti. Di tengah rindu yang membuncah pada kampung halaman, saya rasa tidak sedikit yang di dalam hatinya terselip ketakutan pada pertanyaan “Kapan kawin?” dari keluarga besar dan handai tolan. Tepat seperti itulah perasaan Gaj Ahmada ketika menjemput rombongan Dyah Pitaloka yang akan diperistri junjungannya.

Ya, Anda tidak keliru. Kita memang sedang membicarakan mahapatih Majapahit yang menurut penelitian terbaru ternyata bernama Gaj Ahmada atau Syaikh Mada. Penelitian ini mau tidak mau membuat universitas yang bermarkas di Bulaksumur, Yogyakarta, harus mengganti namanya menjadi UGA, Universitas Gaj Ahmada, atau USM, Universitas Syaikh Mada.

Sementara nama asli sang mahapatih sudah diketahui, nama sang raja justru tidak disebut di penelitian itu. Tapi tenang saja, teori bisa dibuat dan untuk nama sang raja, saya kira mengerucut pada tiga kemungkinan.

Pertama, ia orang asing yang memperkenalkan diri, “I am Wuruk.” Orang Jawa mengira itulah namanya dan melafalkannya “Hayam Wuruk”. Teori ini agak lemah mengingat rakyat Majapahit terkenal anti asing dan aseng. Jangan lupa, Prabu Kertanegara pernah memotong telinga utusan Kubilai Khan sambil menghardik, “Bilang sama rajamu, Singasari tak sudi dijajah aseng!”

Kedua, kasus salah panggil Bro Wengker (buku sejarah menyebutnya Bhre Wengker, penguasa Kerajaan Timur) kepada sohibnya yang berkuasa di Kerajaan Barat, Amwuruk, pada satu kesempatan reuni kedua kerajaan. Sapaan Masbro Wengker, “Hai, Amwuruk, piye kabare, Dab?” kemungkinan disalahtafsirkan oleh rakyat Kerajaan Timur sebagai “Haiam Wuruk”.

Sebagai catatan, buat nambah-nambah pengetahuan sejarah kalian yang buruk, pada tahun 1295 Raden Wijaya membagi dua Majapahit untuk membalas jasa Arya Wiraraja yang membantunya mendirikan Kerajaan Majapahit. Baru pada tahun 1316, putra Raden Wijaya, Jay Anagara, berhasil mempersatukan kembali kedua kerajaan.

Perhatikan bagaimana nama-nama orang Majapahit selalu diawali dengan huruf A: Ahmada, Amwuruk, dan Anagara. Makanya, sekolah sehari penuh, Masbro ….

Saya rasa nama asli junjungan Gaj Ahmada memang Amwuruk, walaupun nama Hayam Wuruk bukan berasal dari kasus salah panggil Masbro Wengker. Kemungkinan besar nama itu berasal dari panggilan sayang Dyah Pitaloka kepada calon suaminya. Dyah Pitaloka memanggil Amwuruk “Ay” untuk mengimbangi Amwuruk yang memanggilnya “Beb”. Ay Amwuruk dan Bebeb Dyah.

Kembali ke soal perasaan Gaj Ahmada ketika mengawal rombongan keluarga Kerajaan Sunda, semua orang tahu kisah Perang Bubat yang berujung dengan dihabisinya seluruh keluarga itu, termasuk Dyah Pitaloka, oleh pasukan Bhayangkara Mahapatih Gaj Ahmada.

Teori paling terkenal menyebut bahwa Gaj Ahmada melihat kedatangan raja Sunda dan keluarganya dengan sedikit pengawalan adalah kesempatan untuk memenuhi sumpahnya: sumpah tidak akan makan buah palapa sebelum berhasil mempersatukan Nusantara—hal yang mendorong rakyat Majapahit beramai-ramai membuat status “Saya Majapahit, saya Palapa”. Dan begitulah segalanya terjadi.

Tapi itu adalah sejarah versi para pemenang. Pahlawan-pahlawan mereka selalu gagah, tidak mungkin galau, melankolis, dan menye-menye. Siapa yang berani menulis kalau gara-gara sumpahnya, Gaj Ahmada jadi kesulitan menemukan jodoh? Bung Hatta tidak mau menikah sebelum Indonesia merdeka, Tan Malaka bahkan tidak sempat merasakan keduanya walaupun tahu negara yang diperjuangkannya sudah merdeka.

Putri raja seperti Dyah Pitaloka pasti ditemani oleh dayang-dayang, dan perempuan mana yang tidak kesengsem melihat seorang pemuda gagah yang sudah memegang jabatan begitu penting di Majapahit tapi masih jomblo? Di tengah gegap gempita kabar akan disatukannya dua kerajaan besar lewat pernikahan, bukan tidak mungkin salah satu dayang itu dengan lancang bertanya kepada Gaj Ahmada.

“Junjunganku dan junjungan sampean mau kawin, Mas. Sampean kapan?”

Tragedi memang kadang terjadi hanya karena seseorang salah bicara. Atau salah nanya.

Iklan

Konon, setelah peristiwa itu hubungan Gaj Ahmada dan Ay Amwuruk tidak pernah bisa baik lagi. Amwuruk bahkan tercatat mengirim utusan dari Bali untuk meminta maaf kepada Kerajaan Sunda. Bahkan untuk menunjukkan penyesalannya, Amwuruk akhirnya menikahi sepupunya sendiri yang bernama Sri Sudewi, anak Bro Wengker dari Kerajaan Timur. Sang permaisuri kemudian diberi gelar Paduka Sori, mungkin untuk menunjukkan betapa menyesalnya Ay Amwuruk.

Kepada Gaj Ahmada, Amwuruk cuma bisa berkata, “Yang kamu lakukan itu jahat, Gaj.” Ini mengutip kata-kata kakeknya, Raden Wijaya, yang pada 1295 mengucapkan “Yang kamu lakukan itu jahat, Rangga” ketika mendengar kabar pemberontakan Adipati Tuban, Ranggalawe.

Gaj Ahmada sendiri tentu saja menyesal. Konon beliau bahkan mengganti namanya menjadi Gal Ahmada lalu mengasingkan diri. Tapi, seperti kata pepatah Tiongkok, “Macan tidak pernah melahirkan anjing,” keturunan Gal Ahmada, walaupun perempuan, juga gagah berani. Kita sekarang mengenalnya sebagai Gal Gadot, sang Wonder Woman.

Lah, Gal Gadot kan orang Yahudi?

Jangan lupa, Borobudur itu juga peninggalan Nabi Sulaiman.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: Gaj AhmadaGajah MadaGal GadotKrisdayantiSyaikh MadaUniversitas Gadjah Mada
Cepi Sabre

Cepi Sabre

Artikel Terkait

UGM.MOJOK.CO
Pendidikan

UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

18 Desember 2025
UB Kampus Liar, UGM Ajari Mahasiswa Gak Omong Kosong MOJOK.CO
Esai

Pengalaman Saya Menjadi Mahasiswa yang Jago Bertahan Hidup di UB, lalu Tiba-tiba Menjadi Pintar ketika Kuliah di UGM

9 Desember 2025
Kuliah S2 Jurusan Matematika UGM. MOJOK.CO
Kampus

Rahasia di Balik Alumnus S2 Matematika UGM yang Bisa Lulus Hanya dalam Waktu 1 Tahun lewat Program “Studi Kilat”

31 Oktober 2025
Gaji Fresh Graduate Alumni UI, UGM. MOJOK.CO
Kampus

Kuliah di Universitas Terbaik Malah Merasa Gagal: Kampus Sibuk Naikkan Ranking Dunia, tapi Melupakan Nasib Alumninya

2 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
Makin ke sini pulang merantau dari perantauan makin tak ada ada waktu buat nongkrong. Karena rumah terasa amat sentimentil MOJOK.CO

Pulang dari Perantauan: Dulu Habiskan Waktu Nongkrong bareng Teman, Kini Menghindar dan Lebih Banyak di Rumah karena Takut Menyesal

12 Desember 2025
Alumnus ITB resign kerja di Jakarta dan buka usaha sendiri di Bandung. MOJOK.CO

Alumnus ITB Rela Tinggalkan Gaji Puluhan Juta di Jakarta demi Buka Lapangan Kerja dan Gaungkan Isu Lingkungan

12 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Video Terbaru

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025
Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

10 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.