Dalam rumah tangga, kadang munculnya konflik bukan dari hal yang rumit. Kadang soal yang bikin berantemnya suami istri bisa sesederhana … Tupperware.
Begini, saya adalah orang yang setiap hari dibawakan bekal sarapan oleh istri, kadang bonus bekal makan siang. Bekal itu dimasukkan di wadah plastik bermerek Tupperware. Karena membuat bekal untuk saya itulah istri jadi memiliki banyak barang merek ini dengan banyak fungsi. (Ada juga yang meyakini, istri punya banyak Tupperware adalah sebab, dan membuatkan bekal untuk suami adalah akibat.)
Masalahnya, saya ini pelupa. Terkadang lupa membawa pulang Tupperware, terkadang tertukar dengan Tupperware orang. Nah, kalau itu terjadi sudah dipastikan istri pasti mbesengut, cemberut.
Dalam hati saya merintih, ini kan cuma Tupperware? (Kemudian ada batin-batin lain dari Tupperware hardcore lover yang menyahut: CUMA TUPPERWARE!?) Logika sederhana saya bicara, apa sih istimewanya sampai harus kesal karena kotak makan atau botol minum ketinggalan?
Ternyata, Bang, Bro, Mas, Tupperware tak sesederhana kotak makan, botol minum, atau bahkan sekadar sendok atau tas pembungkusnya. Tupperware jauh lebih (((rumit))) dari itu.
Bagi istri saya, Tupperware adalah collectible items karena bentuknya indah dan warnanya cantik. Namun, karena istri juga seorang yang memikirkan sisi kegunaan, yang terpenting dari Tupperware adalah fiturnya: bahannya awet dan, yang paling penting, tidak bau plastik.
Apakah ini iklan? Bukan. Ini testimoni istri saya, pengguna Tupperware bertahun-tahun.
Pantas suatu kali ketika saya usul untuk membeli produk lain, istri saya langsung tegas menolak. Katanya, produk lain tidak ada yang sebagus Tupperware. Saya sih tidak peduli-peduli amat dengan merek. Yang penting ada kotak makan untuk membawa bekal.
Tapi, Bang, Bro, Mas, bagi maniak Tupperware, sekali Tupperware tetap Tupperware. Tupperware death price. Pejah gesang ndherek Tupperware. Yakin.
Jadi, tidak heran kalau di salah satu status Agus Mulyadi, ada orang yang membagi pengakuan: suatu kali Tupperware-nya ketinggalan di kantor dan malam hari itu pula istrinya menyuruh balik ke kantor untuk mengambil. Kisah seperti ini pasti dialami banyak suami dan pacar-pacar di berbagai penjuru Indonesia ….
Padahal, saya lihat proses membeli Tupperware itu ribet. Produk ini kan tidak dijual di toko umum, harus membeli lewat penjual yang khusus dan merupakan member Tupperware dan daftar barangnya hanya ada di katalog. Mungkin keribetan cara membeli ini menjadi variabel alasan kenapa istri saya begitu sayang pada Tupperware-nya.
Belum lagi Tupperware ini memang harganya lebih mahal dibanding alat serupa dengan merek lain. Dibandingkan Lion Star, misalnya, harganya jauh berlipat-lipat. Sebagai orang yang semasa kecil besar dengan wadah makan Lion Star, saya langsung merasa bahwa Tupperware kastanya di atas Lion Star. Benar-benar tantangan bagi siapa pun yang memimpikan masyarakat tanpa kelas. Mereka punya PR pertama untuk lebih dulu mewujudkan wadah makan tanpa kelas.
Ada juga yang bilang, beberapa jenis Tupperware diproduksi terbatas. Jadi, hanya ada beberapa gelintir dan menjadi buruan kolektor. Waduh, sudah semacam barang langka saja.
Beberapa malam lalu istri saya mengingatkan, masih ada empat Tupperware yang belum saya bawa pulang. Semuanya botol minum. Gara-gara itu, semalaman saya tidak bisa tidur. Kepikiran, Tupperware mana saja ya? Juga karena nggak mau istri mbesengut lagi.
Paginya, istri saya memberi tahu Tupperware mana yang belum dibawa pulang. Sungguh detail ingatannya, mulai dari bentuk dan warnanya dia hafal. Di kantor saya segera bertanya pada office boy dan untungnya ia masih menyimpan Tupperware ketinggalan itu. Nasib saya terselamatkan. Segera saya masukkan seluruh Tupperware itu untuk dibawa pulang.
Jika Tupperware ketinggalan saja sudah merupakan benih-benih konflik yang bisa jadi berkepanjangan, bagaimana jika Tupperware hilang?
Aduh jangan sampai deh. Bisa berujung (1) perang dunia dalam rumah tangga, atau (2) istri sedih berlarut-larut.
Apalagi ini bukan masalah yang bisa diselesaikan dengan uang semata. Istri saya santai-santai saja ketika iPhone saya hilang beberapa waktu lalu. Beli lagi, katanya. Tapi tidak dengan Tupperware-nya yang hilang. Padahal, berapa sih harga Tupperware dibanding iPhone?
Saya tak tahu berapa Tupperware milik kami. Tapi, saya lihat ada banyak dengan beragam jenis, mulai dari botol minum, kotak makan, sampai toples. Ya, memang produk ini tersedia dalam berbagai jenis sih, wong kalau lebaran Tupperware di banyak rumah sudah menggantikan toples kaca bulat yang dulu jadi legenda wadah kue Lebaran.
Dari pengalaman dengan Tupperware, moral kisah ini ialah jaga baik-baik Tupperware istri Anda, jangan sampai hilang. Itu salah satu kunci keharmonisan rumah tangga. Kalau mau tambah romantis, bisa memberikan hadiah seperangkat Tupperware edisi khusus untuk istri.
Dengan Tupperware yang diperlakukan sedemikian sayang ini, kok rasa-rasanya ia bisa dikategorikan harta berharga yang masuk di SPT Tahunan ya?