Hadiah itu bernama KFC
Gerai ayam cepat saji yang bernama KFC di Wisma Hartono Jogja sudah menjadi legenda. Terletak di tengah kota. Berada di persimpangan jalan. Dan cukup mudah bagi kita, yang saat itu belum mahir menggunakan Google Maps, untuk bersua atau menjadi titik temu sebelum ke Tugu Jogja.
Sejak pertama kali buka, sependek ingatan saya, KFC di sana hampir selalu ramai. Yang datang dari berbagai kalangan. Wajar, sih. Baik Olive Chicken atau Rocket Chicken belum hadir pada era itu. Kalau sudah hadir, mungkin akan lain jalan ceritanya.
Barangkali, karena terletak di tengah kota, dan mudah dijangkau oleh para pelajar dan mahasiswa, harga produk di KFC bisa menjadi santapan yang menyenangkan. Bahkan, ada yang harganya hanya Rp5-Rp10 ribu.Harga yang masuk akal bagi kantong pelajar hingga terasa mewah karena bisa makan ayam di KFC.
Yang lebih luar biasa, status sosial bisa meningkat. Apalagi ketika era BBM dan Path hadir. Status BBM berganti menjadi makan ayam di KFC Sudirman atau tag lokasi KFC Sudirman di Path. Dan bisa diprediksi, like dan love akan hadir silih berganti di status Anda.
Cari hape? Wisma Hartono Jogja tempatnya
SMS dan kemudian BBM menjadi sarana penyampai pesan yang cukup populer pada eranya. Kalau sudah punya uang cukup banyak, berganti ponsel menjadi BlackBerry adalah hal jamak. Nah, Wisma Hartono Jogja adalah tempat yang tepat untuk mencari ponsel pada era itu.
Saya pun pernah menjadi pelaku. Sayangnya, bukan beli ponsel BlackBerry melainkan BenQ Siemens E61. Sebuah ponsel yang memiliki sound menggelegar dan mudah menarik perhatian orang-orang sekitar ketika kamu menyetel musik dengan volume maksimal.
Ponsel itu cukup menyita perhatian orang-orang karena bentuknya yang unik. Tombol (-) dan (+) ditempatkan di bagian atas ponsel, bukan di samping kanan atau kiri. Selain itu, warnanya cukup ngejreng, yaitu oranye. Well, jadilah ponsel trendi pada masanya.
Saya menebus BenQ Siemens E61 di salah satu gerai di Wisma Hartono Jogja. Sisa tabungan, angpao Lebaran, dan sumbangan orang tua menjadi cara tepat hingga akhirnya bisa membawa pulang ponsel seken itu.
Sayangnya, kehadiran beberapa gedung, yang salah satunya menahbiskan diri sebagai pusat elektronik, membuat perhatian orang-orang teralihkan. Wisma Hartono ditinggal dan, uniknya, beberapa tahun kemudian menjadi arena permainan tidak terbayangkan sebelumnya.
Arena pemburu Pokemon Go
Sebelum Covid-19 melanda, ada satu permainan yang menghipnotis pelajar dan mahasiswa. Permainan itu sebenarnya baik. Kita dibikin keluar rumah, mencari udara segar, dan mengunjungi tempat-tempat unik.
Akan tetapi, permainan itu mengharuskan kita untuk menghadap layar kaca. Yang menyenangkan sekaligus mengesalkan, kita harus lebih cepat daripada orang-orang untuk menangkap sebuah objek. Namanya Pokemon.
Dan salah satu tempat yang menjadi jujugan untuk pencarian Pokemon Go adalah Wisma Hartono Jogja. Letak pencariannya bukan di dalam wismanya melainkan di depannya. Di area parkiran bahkan lebih banyak di trotoar depan wisma tersebut.
Alhasil, setiap sore apalagi malam, bisa dipastikan area depan wisma tersebut sesak anak-anak muda yang mencari ketidakpastian. Lha gimana tidak disebut ketidakpastian, wong untung-untungan juga bisa mendapat objek tersebut.
Sayangnya, permainan tersebut tidak bertahan lama. Protes menggema hingga akhirnya Covid-19 tiba dan Wisma Hartono seperti gedung pada umumnya. Sepi.
Sepinya kenangan
Kabar buruk selalu lebih cepat datang dan menyebar di media sosial. Entah kenapa, sepertinya kita memang suka seperti itu atau algoritma media sosial yang menghendakinya. Kali ini, kabar buruk hadir dari salah satu gedung tertua di Jogjakarta. Wisma Hartono Jogja resmi tutup pada 4 Mei 2025.
Paragraf di atas persis seperti paragraf pertama. Saya terpaksa mengkopipaste karena biarlah kabar buruk itu menjadi penegasan bahwa akan ada kenangan dan memori yang tidak dilepas begitu saja.
Tetapi, namanya juga kenangan. Ia akan hilang. Lambat laun terlupakan kalau kita tidak mau mengarsipkannya. Dan tulisan ini berusaha mengarsipkannya sebagai bagian dari sejarah bahwa saya, adalah salah satu warga di Jogja, yang punya kenangan tak berbalas di Wisma Hartono.
Penulis: Moddie Alvianto W.
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Wisma Hartono Tinggal Kenangan bagi Pelajar SMAN 6 Jogja dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.












