MOJOK.CO – Sebuah pengalaman, apa yang perlu dilakukan kalau kasus uang nasabah hilang kayak yang barusan viral belakangan ini sampai terjadi di kamu.
Gara-gara beberapa waktu lalu seorang nasabah kehilangan uang 128 juta rupiah di bank, padahal ia tak pernah merasa menarik tabungannya, saya jadi teringat pengalaman saya ketika kehilangan uang di bank juga.
Sudah lumayan lama sebenarnya, tapi peristiwa-peristiwa belakangan ini seperti mengurai luka lama. Saya ingin berbagi cerita, siapa tahu bisa membantu nasabah yang kehilangan uangnya saat ini.
Bukan bermaksud mengungkit kembali kasus yang sudah selesai, saya hanya ingin memberi gambaran, jika uangmu hilang dari tabungan dan bukan kamu yang mengambilnya, maka ambillah kembali apa yang jadi hakmu.
Merespons beberapa keluhan netizen yang kehilangan uang di bank, iseng saya mencuitkan sebuah pernyataan:
Jika danamu hilang di bank, ada 3 cara paling efektif untuk mengembalikan hakmu:
– buktikan kamu tidak melakukan penarikan,
– minta bukti kapan dan di mana penarikan dilakukan. Bisa dengan cetak rekening koran, juga rekaman CCTV,
– tulis sebanyak mungkin di media.— Irwan Bajang (@Irwanbajang) May 22, 2021
Mendadak twit saya itu digerudug banyak orang dan kotak pesan saya dipenuhi pertanyaan. Mayoritas yang berkomentar dan mengirim pesan adalah orang-orang yang sudah pernah kehilangan uang di bank.
Sebagian kecil berhasil mengembalikan uangnya, kebanyakan hanya pasrah dan malas mengurusnya, sisanya tidak tahu cara mengurus, sebagian lagi lebih banyak mengaku pernah mengalami hal serupa dan memutuskan pindah bank.
Menjawab beberapa pesan dan balasan itu, saya sampaikan pada mereka bahwa jika memang tidak merasa menarik uang tapi saldo berkurang, datanglah segera ke bank.
Uang itu adalah hakmu, kamu tidak menitipkannya dengan gratis di bank. Hampir semua urusan dengan bank selalu ada biayanya; biaya admin bulanan, biaya transfer, biaya ganti kartu ATM, biaya cetak rekening koran, dan biaya lainnya.
Kita tidak sedang menitipkan uang kita secara gratis di bank. Kita membayar untuk itu, dan bayaran-bayaran kita itu yang membuat bank bisa hidup, tumbuh besar, bisa menggaji karyawannya. Dana dari biaya itulah yang membuat para pegawai bank menjadi calon menantu idaman.
Nasabah adalah aset perbankan, nasabah adalah sumber pendapatan mereka, maka itulah, bank punya kewajiban menjamin keamanan akun, kartu, buku tabungan, keamanan dana nasabah, berapapun nominalnya.
Beberapa orang mengirim pesan dengan pasrah pada saya, “Bang, saya sih hilangnya hanya dua ratus ribu, kalau saya urus, capek doang, nggak seberapa”. Beberapa akun lain bilang takut kalau menulis di media sosial, nanti kena UU ITE.
Wahai Sobat Kizminku, berapapun uang yang kita tabung, kita punya hak yang sama dengan nasabah lain. Kita punya hak untuk tahu satu rupiah uang kita lari ke mana. Tidak ada uang satu miliar kalau tidak ada uang dua ratus ribu to?
Kembali ke pengalaman saya sebagai nasabah yang kehilangan uang di bank. Saya masih ingat tanggalnya, 20 Mei 2014, beberapa hari menjelang pernikahan saya.
Sudahlah mikirin biaya catering dan sewa gedung yang mahal, eh malah ditambah apes urusan kehilangan uang di bank. Menyita banyak waktu.
Boro-boro mikir rencana bulan madu yang manis sambil program bikin anak, saya harus berpikir keras segera menyelesaikan urusan ini agar pernikahan saya tidak batal.
Waktu itu saya ingin mengambil uang di ATM, ketika merogoh dompet saya, saya sadar kalau kartu saya sudah tidak ada. Saya mencoba ingat, lima hari lalu saya menarik uang di mesin ATM dan mungkin saya lupa mengambil kartunya.
Saya segera ambil buku tabungan dan meluncur ke bank terdekat. Saya ingin memblokir kartu saya dan mengganti yang baru. Begitu mencetak buku tabungan, saya kaget, ada tiga transaksi penarikan uang, tiga hari setelah kartu tertelan.
Saya langsung komplain saat itu, Mbak CS yang wangi di hadapan saya memberi penjelasan kalau penarikan dilakukan di daerah yang jauh dari tempat tinggal saya, saya tidak pernah merasa datang ke sana. Saya mulai curiga.
Saya meminta rekaman CCTV, sayangnya hal itu tidak bisa segera dipenuhi. Memintanya ternyata butuh proses, harus mendapat izin dari sebuah instansi pemerintah daerah (saya lupa tepatnya), juga tidak bisa dalam waktu singkat, paling tidak dua minggu.
Wah, saya mau menikah, menunggu dua minggu lagi tidak membuat gedung dan catering memberi saya kelonggaran. Saya minta percepatan, tetap tidak bisa. Saya mulai agak panas, saya bilang ke CS saat itu, ya sudah nanti saya tulis saja di Facebook dan di media.
Dengan sedikit pongah, saya bilang ke mbaknya kalau pekerjaan saya penulis, ini juga beberapa teman wartawan sudah pada tanya saya dan mau wawancara.
Dengan lemah lembut dan penuh cinta kasih, CS memberi saya jawaban yang menyenangkan, “Bapak, mohon maaf atas kejadian ini, tapi ini sudah sesuai prosedur, nanti kalau rekaman CCTV sudah ada, kami akan segera menghubungi bapak.”
Suara merdu Mbak CS dan dingin AC ruangan tak bisa mengademkan dada saya.
Saya segera pulang, membuka laptop dan menulis di Facebook dan Twitter. Ada beberapa hal mencurigakan memang.
Pertama, tidak ada yang tahu pin saya, jadi tidak mungkin orang dekat saya mengambil uang. Kedua, uang saya sebagai nasabah hilang setelah ATM saya tertelan.
Saya sempat takut kalau ini adalah skimming dan saya sudah pasti tidak bisa mengembalikan dana saya. Tapi saya tetap berpegang teguh pada jaminan bank, bahwa jika kartu tertelan, otomatis terblokir dan tidak bisa diakses siapapun.
Kalaupun saya keluar bilik ATM dan ada orang yang menyusul masuk, dia harus memasukkan pin lagi untuk bertransaksi. Saya lalu mengambil kesimpulan: kartu ATM saya yang tertelan masih aktif, sebab tiga hari setelahnya masih ada transaksi.
Ternyata status dan cuitan saya ramai, beberapa teman wartawan memang menghubungi saya dan ingin menulis berita. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali saya sudah ditelepon oleh petugas dari bank, saya diminta datang ke salah satu cabang. Sesampai di bank, saya sudah ditunggu dan diminta naik ke lantai atas, ke ruangan kepala unit.
Kepala unit ditemani seorang staf yang tampak lemas dan menunduk menerima saya. Si Bapak meminta maaf pada saya, lalu meminta salah satu pegawai tersebut berbicara pada saya. Sebelumnya, ia juga menyayangkan aktivitas saya di dunia maya yang kabarnya sudah dibaca atasannya.
Sang Pegawai mengaku bisa mengakses akun dari kartu saya yang tertelan, lalu ia memanipulasi lokasi penarikan uang.
“Maaf, Pak, saya terpaksa melakukannya karena bapak saya sedang sakit,” ujar pegawai yang lemas di hadapan saya.
Ingin rasanya saya tempeleng anak itu dan berteriak di telinganya; “Woy, kalau calon istri saya membatalkan pernikahan, kamu bisa minta Anya Geraldine jadi gantinya nggak?” tapi saya urungkan berteriak begitu, sebab tahun segitu Anya Geraldine belum jadi siapa-siapa.
Saya marah sekali waktu itu, saya bisa saja melanjutkan kasus ini melalui jalur hukum, sebab sebuah lembaga perbankan ternyata bahkan tidak bisa mengontrol hak akses rekening nasabahnya.
Tapi ya itu, saya udah mau nikah sebentar lagi. Saya segera pulang dan menulis kronologi kejadian yang menimpa saya itu.
Melihat tulisan begitu cepat tersebar, keesokannya saya ditelepon kembali oleh pihak bank dan diminta menghadap, tapi saya ogah, saya biarkan tulisan tersebut beredar luas dan jadi peringatan, hingga akhirnya beberapa orang dari bank datang ke rumah melakukan permintaan maaf dan meminta saya menurunkan tulisan.
Saya tetap tidak mau dan memilih menulis satu lagi tulisan klarifikasi. Nasi sudah jadi bubur.
Dari kasus ini, saya ingin bilang sekali lagi, bahwa setiap nasabah punya hak untuk tahu ke mana uangnya mengalir, jika ada transaksi yang mengganjal, periksa segera, lapor dan jika memang kalian tidak melakukannya, mintalah bukti segera.
Bank wajib memberikan bukti-bukti yang kita minta, karena itu juga adalah bagian dari layanan yang diberikan kepada kita, nasabah yang telah percaya dan setuju untuk menitipkan uang kita pada mereka.
Mungkin banyak yang takut, banyak yang mengira bank adalah lembaga besar nan sakral yang tidak bisa didikte. Tentu bank juga berinovasi, hari demi hari keamanan mereka ditingkatkan, beberapa hal yang pernah terjadi pada saya beberapa waktu lalu juga mungkin sudah diantisipasi.
Kamu harus berani mempertahankan hak. Jangan kalau selisih harga deterjen 500 perak di Indomaret aja kalian berani bentak kasirnya, bahkan memvideokan dan membuat mereka malu, sementara dana kalian sebagai nasabah yang hilang dalam jumlah yang lebih besar malah ragu dan takut kalian urus di bank.
Beranilah, jangan inferior. Berapapun isi tabunganmu, meskipun lebih kecil dari UMR Jogja yang nggak naik-naik itu, uang itu tetaplah uangmu. Kamu telah susah payah bekerja dan menabung untuk rencana indah masa depan.
“Tapi, Bang, saya takut kalau saya mengadu di twitter nanti kena pasal UU ITE.”
Ya selama kamu menjelaskannya dengan jujur dan runtut, tidak ada fakta yang disembunyikan, tidak ada celah bagi siapapun untuk mempidanakan.
“Bang, saya tidak bisa menulis dan tidak punya teman wartawan.”
Ya sudah ngetwit aja yang bagus, jangan lupa ucapkan mantra sakti, Twitter please do your magic. Sejauh ini, mantra itu masih ampuh memberi keadilan dan mempercepat keluhan diproses.
BACA JUGA Cek Saldo di ATM Link Nggak Gratis Lagi? Alasannya Aneh Banget dan tulisan Irwan Bajang lainnya.