MOJOK.CO – Kelompok “garis lucu” tak hanya lahir di kalangan Sunni. Muhammadiyah punya, NU apalagi. Di luar sana ada Syiah garis lucu juga lho.
Di antara kita ini pasti ada saja orang yang kuper dan sibuk memuliakan agama maupun etnisnya sendiri. Di luar kelompoknya, pasti jelek. Kalaupun di luar dirinya tidak jelek, minimal “garis keras” lah.
Misalnya, ada orang non-Muslim mengira semua orang dengan simbol keislaman khas (seperti surban) itu pasti garis keras. Bahkan orang Islam sendiri sulit membedakan antara kelompok salafi dengan Jamaah Tabligh, karena sekilas penampilan luarnya serupa.
Atau berapa banyak orang Islam yang mengira bahwa semua Yahudi itu adalah Zionis? Ya bebas-bebas aja sih. Namanya juga kurang wawasan.
Padahal di setiap agama, bahkan di dalam masing-masing sektenya, selalu ada ragam. Tak ada kelompok manapun yang tunggal. Pasti terdapat banyak warna di situ. Minimal, di setiap agama dan sekte selalu ada kalangan militan, ada kalangan garis moderat, dan ada kalangan garis lucu.
Kalangan yang militan mungkin sedikit saja di setiap kelompok manapun. Tapi mereka cenderung vokal, keras, dan ideologis. Mereka yang militan selalu sibuk membuktikan kebenaran kelompoknya. Dan pada saat yang sama kerap berusaha membuktikan kesalahan-kesalahan kelompok lain.
Mereka yang moderat biasanya jumlahnya paling besar, tapi cenderung lebih sunyi dan kalem. Kalangan ini selalu mencoba mencari garis tengah dalam relasi antara kelompoknya dengan kelompok lain. Menurut mereka, kelompok sendiri tetap yang paling benar. Kelompok lain tidak cukup benar, tapi tetap perlu dihormati.
Nah, selain dua kelompok itu dan kadang beririsan dengan kalangan moderat, ada juga kelompok garis lucu.
Kalangan garis lucu ini cenderung berusaha menemukan sisi-sisi humor dan manusiawi dalam pertikaian maupun perbedaan antar-kelompok. Mereka tidak pakai jurus harga mati dalam memandang urusan-urusan keagamaan. Lagian, mau lucu kok mati jadi pilihan?
Saya punya satu contoh kejadian.
Ketika saya masih di Perth, saya salat Jumat di musala kampus, di Curtin University. Waktu itu musala Curtin masih berupa bangunan semi-permanen di dekat area parkir. Belakangan musalanya sudah sangat bagus, dengan kode gedung 510. Kapan-kapan kita bahas mengapa di sebuah kampus di negara sekuler bisa ada musala yang bagus.
Waktu salat Jumat itu, khatibnya terlihat seperti orang Pakistan. Ia berjenggot tebal. Setahu saya ia adalah seorang Sunni garis kokoh. Ketika itu khotbahnya berisi tentang keteladanan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Muawiyah adalah tokoh kontroversial dalam peseteruan Sunni-Syiah di Islam. Ambisi politiknya membuahkan konflik militer berkepanjangan, yang berujung pada tewasnya cucu Rasulullah. Bagi kaum Syiah, Muawiyah dan Yazid, anaknya, adalah pendosa besar.
Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi banyak kalangan Sunni, termasuk bagi khatib Jumat di Curtin kala itu.
Khatib itu menggambarkan Muawiyah sebagai sosok yang bahkan bisa mendebat setan secara langsung. Khatib ini bahkan menceritakan bagaimana dialog Muawiyah dengan setan tentang sesuatu hal, yang detailnya saya agak lupa.
Saya tidak yakin sama sekali pada kebenaran cerita itu, kecuali kalau mau dipahami secara metaforis. Bisa saja kisah itu mengandung kiasan, bahwa Muawiyah membantah atau menolak hal-hal buruk. Tapi sang khatib benar-benar menggambarkan dialog Muawiyah dengan setan begitu detail.
Esoknya, saya bertemu dengan seorang teman yang Syiah, dan saya ceritakan isi khotbah itu padanya. Ini Syiah garis lucu, sehingga enak diajak berbicara tentang hal-hal sensitif dalam konflik keagamaan.
“Syekh, kemarin khatib di Curtin membahas Muawiyah,” kata saya padanya. Saya sebut ia “syekh” untuk ihtiram, penghormatan.
“Wah pasti gayeng isinya,” si syekh menimpali.
“Memang. Dia menggambarkan Muawiyah bisa mendebat setan.”
“Lho dia benar. Sangat mungkin Muawiyah memang bisa berdialog langsung dengan setan.”
“Wahahaha,” saya ketawa. “Masa iya?”
“Lhoo kok nggak percaya. Setan dengan setan kan pasti bisa berdialog,” jawabnya sambil tertawa lebar.
Howalah, dasar Syiah garis lucu.
BACA JUGA Nggak Cuma NU, Wahabi Juga Punya Garis Lucu dan tulisan Dr. Abdul Gaffar Karim lainnya.