Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Sipil Harus Saling Jaga: Saat ini, Pemerintah Semakin Kelam dan Kita Hanya Punya Satu Sama Lain

Intan Bedisa oleh Intan Bedisa
25 Maret 2025
A A
Sipil Harus Saling Jaga: Saat ini, Pemerintah Semakin Kelam MOJOK.CO

Ilustrasi Sipil Harus Saling Jaga: Saat ini, Pemerintah Semakin Kelam. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sipil kini sendirian karena pemerintah saat ini semakin menunjukkan bahwa mereka tidak peduli kepada kegelisahan warganya.

Masyarakat sipil kini sendirian. Kesadaran itu muncul setelah saya mendengar celetukan Hasan Nasbi. Dia adalah Kepala Kantor Komunikasi Presiden RI.

Hasan dengan enteng merespons teror kepala babi yang diterima oleh Tempo. “Udah, dimasak aja.” Tepat di saat itu, saya merasa sipil kini sendirian.

Meskipun, sampai saat ini, belum ada bukti siapa yang menjadi pelaku teror tersebut. Namun, respons Hasan, seorang perwakilan pemerintah, adalah hal yang sangat berbahaya. Kita tidak bisa lagi berharap keamanan dan keadilan dari pemerintah. Oleh sebab itu, kini kita hanya punya satu sama lain untuk memperjuangkan hak kita di negeri sendiri.

Hasan adalah kepala sebuah lembaga. Tidak main-main, dia adalah representasi arahan, keinginan, ekspektasi, pesan, dan komunikasi publik Presiden Prabowo. Khususnya untuk rakyat dan negaranya.

Namun, dia malah seperti menyangkal adanya teror terhadap kebebasan pers. Bahkan kita bisa memaknainya sebagai ancaman pembunuhan terhadap jurnalis. Hasan tidak punya kesadaran untuk merespons hal ini dengan serius. Yah, minimal, berempati.

Tidak ada empati untuk sipil

Pernyataan nirempati lainnya untuk sipil berkali-kali terucap oleh Presiden Prabowo dan para pejabat di kabinetnya. Misalnya dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-17 Partai Gerindra pada 15 Februari 2025. 

Presiden Prabowo, dalam pidatonya, mengalamatkan kritik terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan kabinet gemuk dengan ucapan ndasmu. Dalam Bahasa Jawa, kata ndasmu adalah sebuah makian yang bermakna ‘kepalamu’.

Beberapa waktu lalu saat tagar #IndonesiaGelap berkumandang di ruang publik, alih-alih memberi jaminan dan optimisme, Presiden Prabowo justru memandang sinis. Dia bilang, “Yang melihat Indonesia gelap itu siapa?” 

Lebih parah, Ketua Dewan Ekonomi Nasional RI, Luhut Binsar Panjaitan, merespon dengan ketus. Dia bilang: “Kau yang gelap”. 

Terbaru, Presiden Prabowo berseloroh: “Biarkan anjing menggonggong, kita maju terus.” Kalimat ini meluncur saat dia menyinggung adanya pihak yang berkomentar buruk terhadap masa depan Indonesia.

Kenapa pejabat suka mengecilkan rakyatnya?

Mengapa presiden dan pejabat tinggi negara mudah sekali merespons kegusaran publik dengan tindak dan ucap yang cenderung mengecilkan sipil dan rakyatnya sendiri? Saya melihat pola yang lebih gawat dari komunikasi publik pemerintah yang buruk, yaitu ketiadaan rasa takut akan timbulnya sanksi sosial dari masyarakat.

Tidak ada manusia yang secara sadar berjalan tanpa busana di sebuah pusat perbelanjaan. Hal ini karena terdapat rasa malu yang besar membayangi individu atas tindakan tersebut. 

Secara ilmiah, penelitian membuktikan bahwa perilaku manusia telah tunduk pada jenis kontrol pribadi internal, bahkan sebelum kontrol sosial berperan. Setiap orang cenderung sudah membayangkan ancaman isolasi sebelum fakta isolasi. 

Iklan

Membayangkan sanksi/isolasi sosial saja sudah mendorong orang untuk memperbaiki perilaku yang bertentangan dengan aturan, yang menyimpang dari konsensus masyarakat. Ini jauh sebelum kontrol sosial eksternal dilakukan oleh kolektif. Bahkan jauh sebelum kolektif mengetahui pelanggaran yang dimaksud. Inilah yang dimaksud sosiolog dari Amerika Serikat (AS) George Herbert Mead sebagai “interaksi simbolik” (Kaid, 2004).

Pejabat Indonesia tidak punya kontrol pribadi atas sipil

Dalam konteks pemerintah hari ini, tersirat pola bahwa mereka tidak memiliki kontrol pribadi atas sipil. Khususnya untuk mampu bertindak/merespons dengan bayangan rasa takut akan mendapatkan isolasi sosial. Dengan kata lain, mereka tidak mengontrol diri dalam merespons. 

Terdapat beberapa kemungkinan. Bisa jadi mereka tidak peduli dengan sanksi sosial. Bisa pula karena mereka merasa sadar betapa besar skala kekuasaan mereka sehingga tidak akan ada sanksi sosial yang fatal bagi mereka. 

Dalam survei kepuasan masyarakat pada 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran dari Litbang Kompas, menunjukkan lebih dari 80% responden mengutarakan kepuasannya terhadap kinerja Prabowo-Gibran. Hasil ini sangat lumrah membuat pemerintah semakin percaya diri dan mengaburkan rasa takut terkena sanksi sosial atas sipil. 

Pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di tengah protes besar-besaran dari sipil seluruh penjuru negeri pun tidak menyurutkan ambisi pemerintah untuk menggolkan secepat kilat. Langkah ini juga seolah mengkonfirmasi bahwa pemerintah tidak memiliki ketakutan atas sanksi sosial yang terjadi.

Mengenali ciri pemimpin 

Sikap-sikap politik ini, oleh Gideon Rachman (2022) disebut sebagai strongman politics.  Dalam bukunya The Age of the Strongman: How the Cult of the Leader Threatens Democracy around the World (2022), Rachman mengelaborasi 4 karakter pemimpin strongman. 

pertama, menciptakan kultus kepribadian. Kedua, tidak suka dengan supremasi hukum. Ketiga, klaim bahwa mereka merepresentasikan rakyat dan bukan elite (populisme). Keempat, politik yang menyebarkan rasa takut dan nasionalisme.

Ciri pertama bisa terlihat dengan Presiden Prabowo yang mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang tegas dan nasionalis dalam setiap pidato publiknya. Bukti ciri kedua yang menyepelekan supremasi hukum adalah mengeluarkan sejumlah keputusan yang bertentangan dengan konstitusi. Misalnya pengangkatan Mayor Teddy sebagai Sekretaris Kabinet hingga penunjukkan jenderal TNI aktif untuk mengisi jabatan publik, yaitu Mayjen Novi Helmy sebagai Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog). 

Ciri ketiga dan keempat bisa terlihat dari banyaknya pernyataan Presiden yang menyebut “demi rakyat”, “rakyat harus sejahtera”, “koruptor akan saya kejar sampai ke Antartika”, “Indonesia akan menjadi negara hebat”, dan lain sebagainya.

Catatan kelam perlakuan pemimpin kepada sipil

Melihat ciri-ciri tersebut, Prabowo sangat mungkin untuk disandingkan dengan nama-nama strongman lainnya dari berbagai belahan dunia. Misalnya seperti Presiden AS Donald Trump, Presiden Filipina 2016-2022 Rodrigo Duterte, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Brazil 2019-2022 Jair Bolsonaro, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, dan pemimpin lainnya yang memiliki catatan hak asasi manusia yang cenderung kelam. 

Bencana dari era strongman adalah rusaknya demokrasi serta tertindasnya supremasi hukum dalam bernegara. Apalagi kepada kemerdekaan sipil yang kini sendirian.

Melihat realita ini, baru kali ini saya merasa berada di titik terendah pesimisme sebagai warga sipil. Para orang tua kita belum sembuh dari trauma Orde Baru yang saat itu saya masih terlalu kecil untuk merasakannya. Namun hari ini, saya seolah bisa merasakan kekhawatiran yang sama akan perilaku pemerintahan Orde Baru yang hanya saya baca dari literatur-literatur.

Semoga ini hanya kecemasan saya sebagai warga sipil yang berlebih. Saya berharap pandangan dan analisis saya di atas adalah sebuah kesalahan. 

Namun, satu hal yang pasti, masyarakat sipil harus saling jaga. Kita hanya punya satu sama lain, karena perilaku pemerintah saat ini hanya memperjelas ketidakpedulian mereka atas kegelisahan rakyatnya.

Penulis: Intan Bedisa 

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Jerat Warisan Bahasa Orde Baru dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Terakhir diperbarui pada 25 Maret 2025 oleh

Tags: gibranOrde Baruprabowoprabowo gibranpresiden prabowosipiltolak uu tniuu polriuu tni
Intan Bedisa

Intan Bedisa

Intan Bedisa adalah seorang Communication Specialist dengan pengalaman sebagai jurnalis, broadcaster, dan public relations. Saat ini saya merupakan Communication di International NGO Forum on Indonesian Development (INFID). Saya lulusan MA in International Relations dari University of Leeds, UK dengan riset mengenai diplomasi nuklir.

Artikel Terkait

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO
Esai

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO
Ragam

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025
Rahasia di Balik “Chindo Pelit” Sebagai Kecerdasan Finansial MOJOK.CO
Esai

Membongkar Stigma “Chindo Pelit” yang Sebetulnya Berbahaya dan Menimbulkan Prasangka

29 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.