Fahri Hamzah jelas bukan orang sembarangan. Kalau dia orang sembarangan, karier politiknya tak mungkin semoncer sekarang. Jika politik adalah jalan pedang, tentu Fahri adalah salah satu pendekar pilih tanding yang diperhitungkan dan disegani karena kesaktiannya.
Soal apakah dia disukai atau dibenci khalayak, itu lain soal. Yang jelas, dia sakti mandraguna.
Kesaktian Fahri ini bisa kita lihat dalam beberapa “kemenangan politik”-nya beberapa bulan belakangan. Di internal partainya, dia menang di pengadilan atas perkara pencabutan keanggotaannya di PKS dan DPR. Dan di gelanggan Senayan, di kantor para anggota dewan yang terhormat dan dia menjadi salah satu pimpinannya, Fahri berhasil menggolkan Hak Angket KPK.
Luar biasa.
Soal apakah dia disukai atau dibenci khalayak, sekali lagi itu lain soal. Yang penting, konstituennya tetap setia dan terus mendukungnya.
Soal disukai atau tidak itu, erat pula kaitannya dengan pilihan Fahri untuk selalu melawan rezim. Di era tukang kayu bisa jadi presiden ini, dia jelas adalah penentang keras Jokowi dalam banyak hal. Sebab Fahri dan partainya adalah pendukung capres satunya lagi.
Di masa SBY, posisi Fahri lebih unik lagi. Meski partainya adalah pendukung pemerintah, dia menjadi salah satu pengkritik SBY paling keras.
Ketika SBY menaikkan harga BBM, Fahri lantang menolak. Di akhir-akhir masa jabatannya, Fahri mengibaratkan kepemimpinan SBY di kabinet seperti orang mengimami salat dan kondisi saf di belakangnya banyak yang kosong. “Saf kosong ini sekarang diisi setan. Jadi di tengahnya sudah ada setan,” kata Fahri. Perumpamaan yang lumayan cerdas.
Tak lama setelah SBY meluncurkan magnum opus-nya, sebuah kitab berjudul Selalu Ada Pilihan, Fahri segera angkat bicara. Menurutnya, SBY bermuka dua dan suka bermain dua kaki dan antara omongan dan sikapnya sering tidak sejalan.
“SBY tidak terus terang, tidak ngomong ke menteri, ke koalisi. Menurut saya nggak boleh lagi pemimpin begitu,” cecar Fahri. “Akan saya tumbangkan orang-orang kayak begitu, pemimpin begitu. Dia sering memakai orang lain untuk bersikap.” Keras, Buooos~
Dan jangan lupa, Fahri juga pernah mempertanyakan: kenapa Edhie Baskara Yudoyhono, atau iBas (begitu yang tertulis di akun Twitternya), putra kedua SBY, tidak dipanggil KPK padahal namanya ada dalam daftar penerima dana kasus Hambalang? Akibat pernyataan itu, Fahri sampai disomasi keluarga SBY.
Namun, Fahri juga orang yang rendah hati. Menjelang kekuasaan SBY berakhir, dia secara adil memuji SBY. Kritik yang dia lontarkan selama pemerintahan SBY semata-mata demi perbaikan. “Ketika SBY masih menjabat, saya serang dia sekuat tenaga. Supaya mawas dan waspada; bahwa kekuasaan eksekutif itu riil, mempengaruhi rakyat banyak.”
Bahkan Fahri juga mendukung pencalonan SBY menjadi Sekjen PBB. “Kalau ada orang meminta SBY menjadi sekjen PBB itu wajar, apa yang dilakukan 10 tahun ini menarik perhatian dunia,” ujarnya. “Karena enggak banyak pemimpin Islam yang bisa diajak ngomong demokrasi. Mungkin ceruk ini menarik. Saya dukung beliau jadi Sekjen PBB.”
Soal ini saya kira adalah penghiburan yang baik untuk jomblo-jomblo seluruh Indonesia. Anda tidak perlu merasa jadi orang paling sedih di dunia, pemikul beban paling berat di Indonesia kalau ditanya “Kapan nikah?”. Coba Anda bayangkan betapa berat beban yang dipikul SBY, saban lebaran ditanya “Kapan jadi Sekjen PBB?”.
Fahri adalah sosok politisi yang menarik untuk disimak kiprah-kiprahnya. Tidak banyak yang bisa secerdas dan selincah Fahri dalam melakukan pelbagai manuver politik. Dan satu hal lagi, ia termasuk melek digital.
Ketika netizen memprotes dan menjadikannya bulan-bulanan lantaran pernyataannya soal penangkapan Gubernur Bengkulu, Fahri tenang-tenang saja di Twitter. Ia terus berkicau #OTTrecehan, dan banyak pendukungnya ikut ambil bagian hingga tagar itu menjadi trending topic. Di Facebook, dia bikin siaran langsung untuk menjelaskan secara komprehensif pandang-pandangannya tentang pemberantasan korupsi di Indonesia.
Fahri kelihatan betul tahu apa yang dia bicarakan dan perjuangkan. Baginya, KPK sudah tidak sesuai dengan semangat zaman yang serbaterbuka. KPK sekarang hanya cocok di masa pemerintahan otoriter. Dia mencontohkan pemberantasan korupsi di Korea Selatan yang sudah bergerak maju, dan korupsi di sana berkurang signifikan.
Anda boleh tidak suka, Anda boleh benci, Anda boleh membuli, tapi Fahri Hamzah bukan politisi biasa. Karier politiknya masih panjang dan bukan tidak mungkin di 2024 nanti dia menjadi presiden.
Anda boleh tidak suka atau benci Ahmad Dhani, sobat kental Fahri selain Fadli Zon, tapi hanya sedikit orang yang bisa bikin karya seperti Ahmad Dhani. Dan dia toh adalah presiden. Presiden Republik Cinta.