Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Siapa yang Mengundang Felix Siauw, Siapa yang Menolak Felix Siauw

Moddie Alvianto W. oleh Moddie Alvianto W.
7 November 2017
A A
felix-siauw-mojok

felix-siauw-mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

[MOJOK.CO] “Banser, kenapa kamu jadi mirip ormas yang kamu benci sendiri?”

Lagi-lagi Felix Siauw. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, namanya selalu ramai diperbincangkan publik. Mulai dari anak yang belum baligh hingga mamah-mamah muda yang baru pandai berswafoto. Mulai dari kampung yang nun jauh di pedesaan hingga lorong-lorong sunyi di perkotaan. Semuanya tampak mengidolakan ustad yang berlabel Mbois. Mbotak sipit.

Beberapa hari lalu, untuk kesekian kalinya ia ditolak memberikan ceramah pengajian di Bangil, Pasuruan. Total selama tahun 2017 Ustadz Felix Siauw sudah mendapat 6 kali penolakan. Sungguh pencapaian yang heroik. Dan hebatnya lagi, yang menolak di setiap daerah selalu sama. Apalagi kalo bukan benteng pertahanan terakhir Indonesia, Banser NU.

Media sosial kembali riuh. Daya bullying kembali meroket. Masing-masing pendukung kedua kelompok saling adu pernyataan.

Mohamad Guntur Romli memberikan cuitan, “Kelompok-kelompok radikal memang jadikan pengajian sebagai kedok untuk kegiatan makar dan menyebar kebencian, ini yang akan dihadapi Banser.”

Mustofa Nahrawardaya mengeluarkan cuitan, “Teman-teman, tidak perlu memaki dan menghina para pelaku pembubaran pengajian. Cukup capture berita, posting link tersebut. Biar anak cucu nanti tahu.”

Adu pernyataan tiap-tiap pendukung terus saya ikuti di media sosial. (Selo banget yha saya.) Karena saat ini yang paling penting menikmati komentar-komentarnya. Ada yang dukung. Ada yang hina. Pernyataan tersebut berkelindan hingga bisa dipastikan tak akan ada habisnya. Seru!

Apakah Felix Siauw salah? Apakah Banser NU benar? Bukan kapasitas saya untuk menjawabnya. Ini jatah kalian yang lebih paham seluk beluk tentang agama, mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang salah.

Cuman begini.

Kamu pasti heran kan kenapa Felix Siauw yang mengusung ide khilafah masih tetap laku diundang mengisi pengajian di seluruh Indonesia? Kalo menurut saya, bukan isi pengajiannya yang menarik, melainkan metodenya dalam pendekatan ke masyarakat kita.

Di kampung saya, fenomena kelompok yang belakangan disebut radikal menyeruak dan hadir di setiap masjid-masjid kampung. Mulanya, mereka hadir menawarkan diri sebagai marbot masjid. Membersihkan masjid, menjadi muazin, memberikan ceramah subuh jika penceramah utama berhalangan hadir, hingga mengajari anak-anak kecil untuk mengaji.

Tentu bagi orang-orang yang awam terhadap masjid dalam artian menghadiri masjid hanya saat Jumatan, ada gairah positif yang ditimbulkan oleh kelompok tersebut. Warga kebanyakan senang dan antusias untuk kembali ke masjid. Ada yang awalnya hanya ingin mendengarkan suara merdu sang muazin. Ada pula yang hanya tertarik karena kelembutan mereka dalam mengajari anak-anak mengaji. Akhirnya muncul tagar #gerakankembalikemasjid.

Namun, orang-orang berpendidikan atau bahkan ahli agama yang tahu bahwa mereka sedang melakukan “gerakan terselubung” bukannya hadir di masjid tersebut sebagai bentuk kepedulian, malah melakukan hal di luar dugaan. Melakukan gerakan nyinyir di media sosial.

Alhasil apa yang terjadi selanjutnya?

Iklan

Warga tak percaya. Mana bisa suara merdu setiap azan dan kelembutan dari setiap mulut mereka dibilang membawa paham radikalisme? Mana bentuk radikalismenya? Dan sikap yang demikian bukannya memicu pembenaran dari masyarakat, justru mengobarkan perlawanan.

Efek domino berupa saling sindir menguar ke mana-mana. Saya yang tahu dengan keadaan seperti itu kadang tak bisa berbuat lebih. Respons saya hanya mencoba mendorong teman-teman saya yang pernah mondok di beberapa pesantren untuk ikut hadir di pengajian. Tapi, dorongan macam itu pun mental.

“Kalau ada gerakan seperti itu, lebih baik hindari saja masjidnya,” kata seorang teman yang juga santri.

Saya kira justru itu pangkal permasalahannya.

Mereka, yang terkadang lebih nglothok karena nyantri dengan ahli agama yang fasih, justru enggan untuk memenuhi masjid.

Saya pernah bertanya kepada seorang teman yang kebetulan santri, kenapa ia enggan untuk mengajari anak-anak kecil atau sekadar mengimami saat salat wajib. Jawabannya simpel.

“Aku sudah lelah kembali ke kehidupan seperti itu. Kita harus mengembangkan kehidupan yang lebih besar.”

Deg. Sungguh saya ingin mengumpat rasanya. Bagaimana tidak? Ia yang bertahun-tahun nyantri sudah seharusnya menjadi kewajiban untuk bergerak memenuhi masjid. Memang masjid bukanlah satu-satunya tempat untuk menyebarkan kebenaran dan menghadirkan kesejukan. Tapi, menurut saya masjid adalah kunci utama untuk membenahi gerakan-gerakan radikal.

Tentu kalo kamu sering membaca laporan di media daring, ada laporan yang memberitakan bahwa masjid di Depok adalah sumber gerakan radikal. Kenapa bisa begitu? Jangan salahkan juga pemerintahnya yang kadang dianggap abai. Ini bisa jadi karena pemerintah memang kesulitan dalam mencari santri berbakat untuk kembali memenuhi masjid.

Tapi, tidak semua santri yang tidak mau kembali ke masjid. Beberapa adik kelas saya justru memilih untuk mengabdikan dirinya pada masjid di beberapa kampung. Karena menurut mereka dari masjidlah sumber segala pengetahuan bisa dikabarkan.

Jadi jangan kaget ketika awal tahun ini ada ustadz terkenal di Jogja yang berkata, “Kami yang sering memenuhi masjid, kok sekarang situ mau membubarkan pengajian di masjid kami. Memang situ mau kembali ke masjid?”

Tak heran ketika organisasi mereka dilarang, ideologi mereka tetap akan bertahan. Jangan kaget pula, masih akan ada Felix-Felix lain yang mungkin akan bermunculan dan bisa jadi jumlahnya bukan sekadar puluhan, melainkan ratusan.

Ini juga menjadi pelajaran bagi kita, khususnya umat muslim moderat, tak ada salahnya untuk kembali ke masjid. Kalau mau menangkal “gerakan radikal”, blakrakan, frontal, atau apa pun namanya, ya penuhi saja masjid di tiap-tiap kampungmu. Jika ternyata terbukti ada pengajian dengan ceramah mengabarkan kebencian, lapor kepada pihak yang berwenang agar segera diusut.

Kan pada dasarnya kita saling ingin menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan malah mengibarkan bendera Negeri Kangen Ribut tho?

Terakhir diperbarui pada 7 November 2017 oleh

Tags: bangilbanserFelix SiauwHTIIslamMasjidnupengajianradikal
Moddie Alvianto W.

Moddie Alvianto W.

Analis di RKI. Tinggal di Yogyakarta.

Artikel Terkait

Menemukan kedamaian batin dari rebahan karpet masjid MOJOK.CO
Catatan

Rebahan di Karpet Masjid: Sepele tapi Beri Kedamaian Batin dari Dunia yang Penuh Standar, Tuntutan, dan Mengasingkan

12 November 2025
Apa yang Terjadi Jika Muhammadiyah Tidak Pernah Ada? MOJOK.CO
Esai

Fakta Menyeramkan Jika Muhammadiyah Tidak Pernah Lahir di Indonesia

5 Oktober 2025
Bukan Cuma Masjid, Jogokariyan Jogja Ternyata Punya ATM Beras & Wakaf Produktif
Video

Bukan Cuma Masjid, Jogokariyan Jogja Ternyata Punya ATM Beras dan Wakaf Produktif

19 April 2025
Dinamika Politik di Masjid Istiqlal dan Fenomena Muslim Tanpa Masjid
Video

Dinamika Politik di Masjid Istiqlal dan Fenomena Muslim Tanpa Masjid

30 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.