Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Siapa yang Menciptakan Geng Motor? Negara

Kokok Dirgantoro oleh Kokok Dirgantoro
31 Mei 2017
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Populasi motor se-Indonesia ada 100 juta unit. Berapa jumlah personel kepolisian se-Indonesia? Tidak lebih dari 500 ribu personel. Berapa yang bertugas lapangan sebagai polantas? Mungkin 100 ribu personel. 100 ribu ini harus mengawasi 100 juta unit motor, dan mungkin dua puluh juta unit kendaraan roda empat milik pribadi, bus, truk, dan lain-lain.

Bisa bayangkan betapa rendahnya kualitas pengawasan penggunaan motor se-Indonesia. Lihatlah secara acak di sekitarmu. Anak di bawah umur, pemuda, orang dewasa, laki-laki maupun perempuan, seolah bebas hukum dalam menggunakan motor. Tanpa helm, tanpa plat nomor, tanpa spion, bebas. Melawan arus, naik trotoar, parkir dan berhenti seenaknya, terabas lampu merah, bebas. Bahkan di depan mata Kepala Polisi sekali pun.

Mengapa negara membiarkan? Pro investasi akan menjadi alasan utama pemerintah pusat dan daerah. Pajak penjualan motor menopang keuangan pusat dan daerah. Membuka lapangan pekerjaan dan memberi makan banyak pihak. Jadi kalau ada ekses negatif, yaaaa mohon dimaklumi. Kira-kira begitu.

Peduli setan setiap jam 3 nyawa hilang di jalan, 70% lakalantas selalu melibatkan motor, dan 11-16% kecelakaan motor melibatkan pemotor usia dini. Tak jarang mereka menjadi cacat bahkan kehilangan nyawa.

Dengan statistik jumlah motor dan personel kepolisian, tak perlu bingung dengan maraknya geng motor. Jika ada 100 juta motor, 1% saja dikendarai brandalan, itu sudah satu juta motor. Jika satu motor dikendarai dua orang, ada dua juta brandalan motor. Bayangkan 1-2 juta tersebar di 500 daerah tingkat II senusantara. Ada potensi 2000-4000 brandalan motor per kota/kabupaten. Kalau semuanya membawa senjata tajam dan pentungan, tentu membahayakan keamanan semua orang. Mereka berpotensi saling melukai antarsesama, melakukan tindak kriminal dengan berbagai macam motif.

Itu kalau hanya 1% yang berpotensi kriminal. Bagaimana kalau 5% bahkan 10%? Kebebasan melakukan tindakan kriminal tentu menular.

Kira-kira langkah apa yang harus diambil? Ngomong baik-baik ke 1-2 juta berandalan untuk menghentikan aksinya? Atau mengambil langkah tegas ‘kekerasan negara’ agar kriminalitas melibatkan motor berkurang?

Karena kesalnya dengan berandalan motor yang melakukan kekerasan, akhirnya setiap pembalasan oleh massa, dan aparat bersenjata memukuli mereka, justru akan disambut gegap-gempita. Penghakiman jalanan mendapat tepuk tangan. Lihat saja sharing video penghakiman jalanan oleh masyarakat dan aparat yang sungguh marak belakangan ini. Untaian dukungan mengalir dalam bentuk like, love, dan komentar.

Jika saja tiap like, love dan komentar terkait geng motor di media sosial dikenakan tarif Rp5 ribu, niscaya akan terkumpul uang yang cukup untuk memodali saya maju jadi capres.

Di tengah emosi massa yang terus diaduk-aduk dengan berita geng motor mengeroyok dan dikeroyok, yang muncul ke permukaan adalah kelompok moralis. Meminta agar ada langkah-langkah pendekatan tanpa kekerasan.

Helloooo …. korban sudah berjatuhan dan bahkan korbannya aparat. Lalu mau dihadapi dengan elusan-elusan ringan, bahwa ini hanya gejolak temporer kawula muda yang tak perlu dihadapi dengan kekerasan karena akan mengakibatkan permasalahan psikologis? Temporer ndasmu.

Beberapa lagi berkomentar bahwa fenomena geng motor adalah potret kegagalan pendidikan nasional. Karena itu harus ada pendekatan ke sekolah-sekolah untuk sosialisasi. Akhirnya jadilah proyek sosialisasi dari daerah ke daerah yang isinya cuma beradu buih ludah tanpa ada hasil nyata. Cocok untuk proyek mereka yang (sok) moralis.

Menurut saya, masalahnya bukan urusan psikologi, pendidikan, atau moralitas yang penyelesaiannya jangka panjang, karena masalah keamanan masyarakat terkait berandalan motor adalah jangka pendek.

Saya rasa dalam jangka pendek harus ada hukum yang tegas terhadap berandalan motor. Tegas, tepat sasaran dan memberi efek jera yang dalam. Agak kejam tapi harus dilakukan. Razia di sekolah benar-benar di lakukan terutama SMP dan SMU. Razia di jalan untuk pemotor usia dini juga harus tegas. Hukum yang berat juga untuk orangtuanya. Entah hukumannya seperti apa, yang pasti menurut saya harus ngeselin. Misalnya motor disita 6 bulan, atau kalau perlu dihancurkan, lalu dijual jadi besi tua.

Iklan

Hari gini masih berharap ngomong baik-baik ke publik, lalu dituruti? Rasanya sulit. Harus ada hukuman dengan efek jera yang dalam. Mengapa harus ada efek jera? Balik lagi, karena potensi kejahatan atas populasi motor sedemikian besarnya.

Jangka menengah, pemerintah harus melibatkan Menkeu dan Menperin, Menhub. Tujuannya konkrit: kurangi populasi motor baru, perketat kepemilikan motor dengan pajak, ear marking pendapatan pajak industri otomotif, khusus untuk subsidi kendaraan umum sampai terbangun mass rapid transportation yang menunjang (entah kapan, hahaha).

Buat saya, omong kosong melawan berandalan motor tanpa ada upaya mengurangi populasi dan memperketat kepemilikan. Apalagi cuma modal buih ludah penegakan moralitas dan pendidikan pemuda. Isinya seminar sana-sini ngabisin anggaran. Dampak nyatanya tidak ada.

Satu hal lagi yang membuat saya heran: Kalau ada perokok usia dini, data statistik sakit karena rokok dan ancaman kematian karena rokok, rasanya sedunia ikut menunjuk jari ke pemerintah dan pabrik rokok. Kalimat-kalimat penghakiman bahwa negara diatur pabrik rokok, rezim hidup dari nikotin, tutup pabrik rokok, pekerjanya menerima uang haram, bla-bla-bla, menyeruak di hadapan publik.

Kalau pemotor usia dini yang berdampak membahayakan mereka dan orang lain, cacat bahkan mati, mengapa publik dan dunia internasional tak gencar mengecam pabrik motor? At least, mempertanyakan apa upaya mereka agar pemotor usia dini dapat ditanggulangi ya. Ini upaya konkrit, loh, bukan sekedar himbauan dan seminar series kelilang-keliling Indonesia.

Saya tahu perbandingan pabrik motor dan pabrik rokok tidaklah apple to apple. Cuma rasanya enak juga saya bisa nyinyirin mereka yang ingin sekali menutup pabrik rokok, tapi anteng-anteng saja dengan bahaya motor.

Ya, namanya juga bikin usaha ya. Harus tuntas jiwa kapitalisnya. Bodo amat korban berjatuhan setiap saat karena lakalantas dan kriminalitas. Bodo amat dengan kekerasan susul-menyusul antara berandalan motor dan masyarakat yang kesal. Bodo amat! Kan sudah bayar pajak. Dampak negatif bukan urusan korporasi.

Terakhir diperbarui pada 31 Mei 2017 oleh

Tags: Geng MotorLakalantasmotorpabrik MotorPabrik Rokok
Kokok Dirgantoro

Kokok Dirgantoro

Artikel Terkait

3 Cara Mendapatkan Uang Banyak yang Perlu Diketahui Prabowo MOJOK.CO
Esai

3 Cara Mendapatkan Uang Banyak untuk Negara: Sebuah Proposal Kontroversial yang Harus Didengarkan Presiden Prabowo

15 April 2025
knalpot.MOJOK.CO
Ragam

Mendengar Alasan Anak Muda Memakai Knalpot Brong yang Kerap Dimaki Bukan Dipuji

30 Januari 2025
honda ADV 160 150 yamaha nmax yamaha aerox motor matik MOJOK.CO
Transportasi

3 Alasan Orang Beli Honda ADV 160 Meski Harganya Mahal

24 Juni 2024
Laki-laki Surabaya 26 tahun Tak Bisa Naik Motor MOJOK.CO
Ragam

26 Tahun Tak Bisa Naik Motor, Awalnya Tolak Belajar tapi Akhirnya Sadar Harus Bisa karena Malu Pacaran Jalan Kaki dan Takut Tak Bisa Boncengin Istri

22 Mei 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.