MOJOK.CO – Remaja pada usia setelah puber ini akui bingung dengan kepintaran orang dewasa belakangan, saling berdebat lucu soal film hantu kuminis sampai masa pilpres.
Masa kecil adalah masa-masa paling menyenangkan untuk tergila-gila dengan sesuatu. Kombinasi dari otak yang masih berongga dan tutur kata orang dewasa yang—ternyata—terlalu fantastis untuk terjadi membuat saya yang ketika itu masih jadi bocah ingusan merasa kalau tiap manusia berumur 15 tahun (lebih dikit) layak dipuja.
Saya bisa saja bertemu dengan tukang ojek yang bercerita soal game PlayStation yang ternyata bisa dijadikan perantara untuk masuk ke dunia di mana kita bisa menembaki mayat hidup dengan AK47—percaya dengan dongengnya, lalu menjadikannya sebagai sumber yang perkataannya ingin selalu dianggap benar.
Singkatnya, orang dewasa di mata saya adalah makhluk tinggi-besar yang mengerti segalanya. Dan saya ingin menjadi makhluk tinggi-besar yang mengerti segalanya—tentu saja.
Tahun demi tahun berlalu dan hadiah mulia dari alam semesta itu akhirnya datang juga: pubertas, yang sepertinya masih akan berlangsung beberapa tahun lagi sebelum saya sah (secara legal dan biologis) menjadi dewasa.
Pubertas atau juga dikenal dengan puber doang merupakan masa yang begitu aneh karena entah kenapa saya selalu merasa kalau kepintaran saya bertambah berlipat-lipat di fase ini begitu tahu kalau benda aneh beberapa jengkal di bawah pusar punya fungsi lain selain untuk buang air kencing.
Persoalan per-kelamin-an tentu saja akan selalu menjadi bagian paling menyenangkan soal masa-masa puber. Tapi di artikel kali ini saya akan membahas bagian paling menyenangkan nomor dua, yakni menertawai orang dewasa. Atau supaya lebih jelas lagi; menertawai sebagian orang dewasa yang ternyata punya puluhan teori konyol yang layak ditertawai untuk diumbar dengan senang hati.
Sebelumnya, saya mau menyampaikan catatan singkat dulu kalau anak kecil dan sesama remaja baru puber jelas punya lebih banyak hal untuk ditertawakan ketimbang orang dewasa. Tapi mau bagaimana lagi? Saya kan pernah merasakan keinginan menahun untuk jadi dewasa, dan menertawai keinginan sendiri yang kalau dipikir-pikir ternyata tak keren-keren amat.
Tentu saja, bagian menertawainya selalu saya lakukan di dalam pikiran. Di negeri dengan sopan-santun yang luhur ini, menertawai orang dewasa secara terang-terangan bisa membuatmu dikutuk jadi daun kemangi di warung pecel lele.
Saya punya cukup banyak stok cerita untuk ditertawai dan akan saya bagikan juga di akhir bagi para pembaca baru puber yang ingin menertawai orang dewasa atau orang dewasa yang ingin menertawai orang dewasa lain atau orang dewasa yang ingin menertawai dirinya sendiri. Yang saya diceritakan kali ini adalah dua nomor klasik dari puluhan pengalaman lucu yang perlahan-lahan saya kumpulkan di memori.
Yang pertama terjadi beberapa minggu lalu ketika saya dibuat tertawa getir begitu mendengar cerita orang-orang dewasa yang menekankan soal pentingnya menonton sebuah film hantu yang katanya adalah musuh bersama kaum saleh.
Kata orang-orang dewasa itu, film hantu tersebut perlu ditonton, karena tokoh hantu di film itu dikisahkan sedang mengumpulkan kekuatan untuk melakukan balas dendam di negeri ini. Kewaspadaan yang meningkat karena ada yang bikin buku “Aku Bangga Jadi Anak Hantu”.
Saya jadi bingung, soalnya hantu-hantu yang saya lihat di televisi biasanya cuma bisa menyerang satu-dua keluarga. Paling parah satu kampung deh. Itu aja kategorinya udah over-powerfull banget. Ternyata menurut orang-orang dewasa ini ada juga hantu dengan kaliber nasional. Yang lebih “ternyata” lagi, hantu ini bisa mengancam eksistensi manusia yang beragama Islam di dunia nyata!
Tapi biar begitu, saya sebenarnya jadi agak merasa bersalah sudah menertawai orang-orang dewasa yang begitu kepikiran kalau siapa tahu saja orang-orang dewasa yang menuturkan teori ini cuma khawatir soal anak mereka yang kalau pulang sering kelewat malam.
Sehingga solusi satu-satunya adalah menakut-nakuti mereka soal hantu sadis yang kabarnya suka membawa palu sama sambit. “Atau lehermu akan tercincang, kelaminmu di potong, dan mayatmu dijadikan sesembahan untuk upacara paling sesat di dunia.”
Cerita kedua adalah teori orang dewasa lain soal sekte sesat yang gemar sekali dengan benda-benda berbentuk segitiga dan mata satu. Katanya sih Rheumason atau Freemason gitu namanya—saya agak lupa.
Menurut orang dewasa yang kebetulan juga adalah guru saya di sekolah, banyak artis-artis dan olahragawan terkenal yang bergabung di kelompok ini untuk menghancurkan dunia. Wah, biadab sekali kaum ini. Ternyata mereka ada agenda terselubung selain bisa bikin kulit kepanasan.
Meski saya tidak begitu mengerti sih, hubungannya apa antara segitiga dengan menghancurkan dunia? Guru saya cuma menjawab, “Udah, cari aja di Google.”
Padahal seingat saya, saya pernah membuat cerita yang keren sekali soal laki-laki yang bisa berubah jadi batu kalau menyebut nama alat kelaminnya. Saya aplot cerita itu, lalu tak berselang lama cerita karangan saya itu ada juga di Google!
Saya jadi membayangkan kalau ada orang baca karangan saya itu lalu nyebut alat kelaminnya sebanyak 72 kali untuk membuktikannya. Hanya karena cerita itu ditemukan di Google dan Google dianggap sebagai satu-satunya sumber fakta.
Semakin lama saya jadi merasa, ternyata orang-orang dewasa di sekitar saya tidak selalu benar dan pintar. Mereka cuma merasa lebih benar dan pintar ketimbang anak baru gede seperti saya—atau jangan-jangan saya yang kelewat bodoh untuk memahami kepintaran mereka? Ah, saya juga nggak tahu deh.
Sedikit-banyak saya jadi senang sih, ternyata modal untuk jadi dewasa bukan terletak pada besaran volume rongga otak, tapi cuma pada patokan batas kematangan alat kelamin saja. Tak lebih.
Jadi bagi kamu yang masih dalam masa pubertas, saya mau menyampaikan kalau jadi dewasa tidak sesusah itu kok. Kamu tidak perlu baca buku beratus halaman atau nonton film sains rumit berjam-jam. Makan dan minum saja secukupnya, lalu biarkanlah alam memandu tubuhmu untuk berubah sedikit demi sedikit.
Terakhir, saya ingin menyampaikan kalau sekarang saya sedang hobi jadi detektif swasta untuk mencari kumpulan komedi yang belakangan makin sering muncul dari orang-orang dewasa.
Karena hobi saya ini juga, saya baru dapat informasi aneh kalau setidaknya di Indonesia, kumpulan komedi segar akan muncul setiap musim pemilihan presiden di berbagai kanal media sosial. Saya tidak begitu mengerti sih, memilih pemimpin negara itu kan sakral dan penting, jadi lucunya ada di mana sebenarnya? Ada yang bisa kasih saya penjelasan?
Tapi saya mohon, jangan kasih jawaban seperti guru sekolah saya ya?