MOJOK.CO – Dari rujukan tokoh sejarahnya, pilihan nama Brawijaya bagi Kodam Brawijaya dan Universitas Brawijaya itu malah kurang pas, agak salah kaprah.
Adalah Presiden Sukarno. Sosok yang memberi nama “Brawijaya” untuk Universitas Brawijaya (UB) di Malang. Nama yang kemudian dipakai kampus tersebut sejak 11 Juni 1961.
Saat itu, pilihan Bung Besar terhadap nama Brawijaya cukup disampaikan via telegram (telegram yang asli, yang pakai sandi morse, bukan yang saingannya WhatsApp itu). Pesan ini tidak disampaikan melalui orasi meski Bung Besar sangat gemar sekaligus jago berpidato.
Sekitar 10 tahun sebelum penamaan Universitas Brawijaya oleh Bung Karno itu terjadi, nama “Brawijaya” sendiri sebenarnya sudah lebih dahulu diresmikan pihak Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).
Nama ini dipilih sebagai julukan kesatuan teritorial tentara yang membawahi seluruh daerah Jawa Timur. Saat ini, institusi tersebut kita kenal sebagai Komando Daerah Militer (Kodam) V/Brawijaya.
Namun, pada 1951 itu, Kodam-Kodam di seluruh Indonesia masih memakai nomenklatur resmi Tentara dan Teritorium, diisingkat TT. Masyarakat maupun para tentara sendiri masih sering menyebutnya sebagai Divisi, nomenklatur kesatuan teritorial yang digunakan militer Indonesia sepanjang Perang Kemerdekaan 1945-1949.
Ketika TT alias Kodam Jawa Timur resmi dinamai Brawijaya, jabatan panglimanya dipegang Kolonel Bambang Sugeng, sedangkan Kepala Staf Angkatan Darat dijabat oleh Kolonel Abdul Haris Nasution.
Nah, kembali ke soal nama Brawijaya itu tadi. Nama Brawijaya sendiri dalam studi sejarah serta sastra Jawa cukup identik dengan dua hal.
Pertama, Brawijaya merupakan nama maharaja terakhir Majapahit dalam banyak naskah maupun cerita lisan versi Jawa, khususnya dalam Babad Tanah Jawa selaku kronik resmi Wangsa Pemanahan alias Dinasti Mataram Islam.
Kedua, menurut sejumlah sumber tertulis maupun lisan yang dirumuskan di Jawa pasca-runtuhnya Majapahit, Brawijaya juga disebut sebagai gelar yang dipakai turun temurun oleh para maharaja Majapahit—sepanjang eksisnya kemaharajaan itu.
Ada yang menyebut gelar Brawijaya itu dipakai oleh lima raja. Ada pula yang menyebut gelar itu dipakai oleh tujuh raja.
Namun, dua identifikasi tentang tokoh Brawijaya tadi ternyata jika dirunut-runut tidak serta-merta menjadi rujukan pemaknaan nama Kodam V/Brawijaya dan Universitas Brawijaya. Ini bisa kita ketahui via googling atau baca-baca sumber tulisan cetak yang terhitung berumur sampai dengan 20-an tahun terakhir.
Pemaknaan nama tokoh ikon yang melekati Kodam V/Brawijaya dan Universitas Brawijaya ternyata justru terkesan menjauhkan diri dari asosiasi terhadap Brawijaya selaku maharaja terakhir Majapahit dalam versi Babad Tanah Jawa.
Hari-hari awal Oktober 2021, saya mengecek sejenak di internet tentang penamaan dan sejarah dari Universitas Brawijaya serta Kodam V/Brawijaya. Target utama pengecekan itu adalah web resmi pihak universitas dan kodam.
Universitas Brawijaya dalam keterangan perihal sejarah lembaga di web resminya, masih menyebut nama Brawijaya merujuk kepada gelar para maharaja Majapahit. Ini tepatnya bisa dibaca di bagian berbahasa Inggris dari web tadi. Keterangan sama juga bisa dibaca di laman Wikipedia berbahasa Inggris tentang entri “University of Brawijaya”.
Nah, laman Wikipedia berbahasa Indonesia tentang entri “Universitas Brawijaya” serta entri “Komando Daerah Militer V/Brawijaya”, lalu juga laman Wikipedia berbahasa Inggris tentang entri “Kodam V/Brawijaya”, justru kompak menyebut nama Brawijaya dirujuk dari sosok maharaja pertama pendiri Kemaharajaan Majapahit.
Dengan begitu, tiga entri laman Wikipedia tadi menyebar informasi yang mencampur-adukkan nama maharaja terakhir Majapahit dalam versi Babad Tanah Jawa dengan kesejarahan tokoh maharaja pertama pendiri Majapahit dalam versi Nagarakretagama serta Pararaton.
Ini jadinya kurang lebih seperti mengoplos ketokohan King Arthur dari Camelot dengan Willam the Conqueror dari Normandia.
Web resmi Kodam V/Brawijaya, dari pengamatan sekilas saya agaknya tidak memuat spesifik penjelasan tentang sejarah serta nama lembaga.
Namun, sependek yang saya tahu, patung besar yang berdiri gagah di Lapangan Markas Kodam itu bukan disebut Patung Brawijaya, melainkan Patung Raden Wijaya, nama muda sang maharaja pendiri Majapahit dalam versi Pararaton.
Jadi kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya penamaan Kodam V/Brawijaya serta Universitas Brawijaya itu merujuk ke siapa? Itu mengarah ke mana? Bingung saya.
Jika konsisten merujuk sumber-sumber sejarah tertulis tentang masa Jawa Kuna serta naskah-naskah sastra Jawa, narasi yang menyematkan nama Brawijaya kepada sosok maharaja pertama Majapahit itu sangat lemah.
Lebih lagi kalau maharaja pertama Majapahit yang dimaksud di sini ialah yang pernah memerangi Jayakatwang dan Pasukan Ekspedisi Dinasti Yuan, lalu menjadi ayah dari Jayanegara, Tribuwana Tunggadewi, serta Rajadewi Maharajasa.
Sumber sejarah tertulis dari era Majapahit maupun sebelumnya dari era Tumapel-Singhasari, baik yang berupa prasasti batu maupun lempeng logam, juga yang berupa naskah kakawin maupun kidung, tak pernah menyebut tokoh pendiri sekaligus maharaja pertama Majapahit dengan penamaan Brawijaya.
Di samping versi Babad Tanah Jawa yang menyebut Brawijaya sebagai maharaja terakhir Majapahit, narasi sejarah versi Jawa yang dikembangkan kraton-kraton Mataram Islam memang memiliki beberapa versi kurang populer yang menyebut Brawijaya pada urutan pertama daftar maharaja Majapahit.
Ini antara lain dapat di temukan dalam Manuskrip Jawa Bagian Timur, Sumenep, dan Bali koleksi Panembahan Natakusuma dari Sumenep, lalu dalam Manuskrip Aji Jaya Baya kepunyaan Susuhunan Pakubuwana IV dari Kasunanan Surakarta, juga dalam Serat Kanda dan penuturan Kyai Adipati Adi Manggala.
Cuma perlu untuk sangat digarisbawahi serta diingat, para tokoh Brawijaya dalam berbagai sumber Jawa dari era Mataram Islam tadi tidak sinkron kisah hidup maupun kurun hidupnya dengan Raden Wijaya alias Kertarajasa Jayawardhana dalam sumber naskah dan prasasti pihak Majapahit.
Kalau nggak percaya, silakan coba buka The History of Java-nya Thomas Stamford Raffles, cek sekitar bagian tengahnya untuk membaca daftar silsilah para penguasa kuno Jawa yang dikumpulkan Raflles via penelusuran naskah dan wawancara.
Kalau mau jujur, pilihan nama Brawijaya bagi Kodam V/Brawijaya dan Universitas Brawijaya memang salah kaprah sedari awal sih. Dulu mereka seharusnya dinamai saja dengan nama lain. Sekarang malah jadi salah.
Andai memang sedari awal ingin mengasosiasikan diri dengan tokoh maharaja pendiri Majapahit, tapi dengan tetap memiliki rujukan sejarah valid, dulu kan mestinya bisa memilih penamaan Wijaya yang tanpa ada “Bra-” saja. Sudah sip banget itu.
Wijaya pasti diamini para peneliti sejarah sebagai salah satu varian nama Raden Wijaya alias Dyah Wijaya sang maharaja pertama Majapahit. Sama halnya dengan gelar Nararya Sanggramawijaya dan Prabhu Kertarajasa Jayawardhana.
Pun soal pilihan nama, sejatinya Jawa Timur punya banyak sederet tokoh historis ikonik lain yang dapat dipilih. Ada para maharaja besar seperti Isyana, Dharmawangsa, Airlangga, Jayabhaya, Ken Arok (asalkan tidak keberatan punya nama yang serupa dengan grup orkes musik), Wisnuwardhana, Kertanegara, hingga Hayam Wuruk.
Ada pula para tokoh pendekar pilih tanding seperti Ranggalawe dan Lembu Sora—cuma dua orang ini punya citra juga sebagai pemberontak sih.
Sukarno bisa dibilang turut andil dalam pemilihan nama yang salah, khususnya dalam hal penamaan Universitas Brawijaya. Kenapa coba malah memilih Brawijaya? Padahal pada 1961 itu Sukarno sebenarnya disodori dua pilihan lain juga oleh orang-orang Malang, yakni Kertanegara dan Tumapel.
Andai salah satu dari Kertanegara atau Tumapel yang dipilih, kan tidak perlu ada penamaan yang rasan-able atau ghibah-able di kalangan peneliti sejarah kayak gini.
BACA JUGA Ramalan Jayabaya Tidak Dibuat oleh Raja Jayabaya dan artikel menarik lainnya di rubrik ESAI.