MOJOK.CO – Purwokerto dan Jogja itu sama-sama nyaman dan setara, baik dan buruknya. Biar beneran nyaman, kamu cuma butuh banyak uang. Itu saja, kok.
Mungkin sejak 2022, saya mengamati bahwa tulisan dengan tema Purwokerto di Terminal Mojok hampir selalu ramai. Seakan-akan pembaca selalu mau memakan semua tulisan soal kota ini. Minat pembaca akan tema ini sama kuatnya dengan artikel soal Jogja. Kayaknya sih begitu.
Tema Purwokerto maupun Jogja, mau tone positif atau negatif, selalu ramai. Rasa penasaran akan kedua kota ini memang sangat besar. Apalagi jika sudah memakai sudut pandang upah, wisata, hingga kehidupan sosial. Seakan-akan keduanya ini, baik dan buruknya, sudah “setara”.
Sebagai warga asli Jogja, saya sendiri selalu penasaran dengan Purwokerto. Maklum, kota ini, bersama Salatiga dan Wonosobo, masuk dalam daftar kota pensiun cita-cita saya. Selama ini saya selalu semringah jika ada artikel dengan tema ini tayang.
Namun, ada sebuah fenomena yang kayaknya rada menggangu saya. Berikut saya jelaskan.
Purwokerto “setara” jogja, kata Pandji
Salah satu momen di mana kata kunci ini menjadi sangat kuat di pencarian Google adalah ketika Pandji menyebut Purwokerto itu setara Jogja. Namun, Purwokerto itu versi lebih nyaman. Nyaman dalam hal ini (kayaknya) merujuk kepada lalu-lintas, laju kehidupan, dan lain sebagainya.
Bagi orang Jakarta, opini tersebut biasa saja. Mereka memandang 2 kota ini lewat kaca mata perbandingan kehidupan ibu kota dan liyan. Namun, bagi mereka yang lahir, besar, tinggal, dan menderita di Purwokerto dan Jogja, perbandingannya jadi lebih kompleks.
Ada sebuah fenomena menarik di Terminal Mojok. Sebelum 2024, khususnya di 2023, tulisan soal Purwokerto hampir selalu bernada positif. Maklum, banyak media menyebut kota ini sebagai salah satu kota terbaik di Jawa Tengah. Mojok pun juga menayangkan artikel dengan sudut pandang kayak gitu.
Namun, selepas 2023, beberapa artikel negatif mulai muncul. Biasanya, artikel tersebut menggunakan kata “dosa” atau “sisi gelap”. Hal ini menunjukkan bahwa mulai banyak orang lokal yang berani bersuara. Pujian yang berlebihan memang nggak baik karena mengaburkan fakta sebenarnya. Makanya, tulisan tone negatif ini saya sambut dengan tangan terbuka sebagai penyeimbang.
Nah, sampai sini, mari kita bahas beberapa penjelasan soal kata “setara” supaya tulisan ini jadi punya substansi.
Baca halaman selanjutnya: Tak seindah bayangan orang.