MOJOK.CO – Ancaman Indonesia bubar di pidato Prabowo Subianto itu bukan sesuatu yang tidak bisa jadi nyata. Ini sebab-sebab yang memungkinkan prediksi itu comes true.
“Indonesia akan bubar tahun 2030.” Itu sebuah pernyataan. Dasarnya apa? Sebuah novel. Judulnya Ghost Fleet. Oalaaah, novel kok mau dijadikan rujukan. Tapi, penulisnya melakukan kajian strategis. Iya, novelis cerdas memang begitu. Mereka melakukan riset agar cerita mereka terdengar nyata. Itu bedanya dengan sinetron Indonesia yang tidak masuk akal itu.
Sebagai orang cerdas Pak Bowo pasti jengkel kan kalau nonton sinetron. Orang kaya kok mesti pakai jas? Perempuan berjilbab waktu tidur kenapa masih pakai jilbab? Itu karena penulis skenario tidak melakukan riset sehingga tidak tahu bahwa orang kaya itu lebih banyak yang tidak pakai jas dan perempuan berjilbab itu saat tidur tidak pakai jilbab.
Meski terdengar sangat nyata, cerita di sebuah novel tetap harus dianggap fiksi, bukan kenyataan. Sejak SMP saya sudah tahu itu. Waktu SMP saya baca novel serial Nick Carter. Dia menghadapi gerombolan Al-Zulfikar dari Pakistan. Dalam perjalanan dia melawan teroris, Nick Carter singgah di Jakarta dan melakukan adegan yang dari ceritanya, membuat celana saya basah. Tapi, saya sadar betul bahwa adegan itu pun tidak nyata, meski efek celana saya basah itu nyata.
Sama seperti cerita Da Vinci Code. Itu kisah fiksi. Makanya jangan anggap bahwa Sophie Neveu itu benar ada dan dia adalah keturunan Yesus. Jadi, jangan sampai ada yang mencari Sophie kemudian memberinya gelar “habibah” karena ia keturunan nabi. Jangan pula sampai mencari kantor Kementerian Sihir di London dan berencana belanja di Diagon Alley. Itu semua tak nyata.
Tapi, ancaman Indonesia bubar itu bukan sesuatu yang tidak bisa jadi nyata. Ada banyak contoh negara yang kocar-kacir menjadi tempat terjadinya tragedi kemanusiaan, pertumpahan darah, dan kekejian. Contohnya begitu nyata, terjadi di Irak, Suriah, Libya, Yaman, dan Afghanistan. Negaranya dalam bentuk nama, masih ada, tapi fungsi negara, yaitu melindungi warganya, sudah tidak ada.
Bagaimana itu terjadi? Kita bisa pelajari faktanya. Itu lebih penting untuk dibahas dan dijadikan bahan pidato politik ketimbang sebuah novel fiksi. Kita pelajari faktanya, kita cek apakah ciri-ciri mereka juga ada pada kita. Kalau ada, artinya berbahaya. Kita harus menghilangkannya. Tidak hanya itu, kita harus mencegah agar ciri-ciri itu tidak tumbuh dan menguat di negara kita.
Apa yang terjadi di sana? Pertama, kediktatoran. Zaman dulu banyak negara dipimpin oleh diktator. Irak dipimpin Saddam Hussein, Suriah dipimpin oleh Hafez Assad, yang kini diteruskan oleh anaknya. Indonesia dulu juga dipimpin oleh diktator, Soeharto. Diktator memicu perlawanan rakyat, dan kalau itu terjadi, akan terjadi kekacauan. Indonesia pernah kacau seperti itu ketika Soeharto lengser.
Kediktatoran terjadi bila seorang pemimpin sangat kuat dan dengan kekuatannya itu ia mematikan kekuatan lain yang ingin dan atau bisa mengoreksi dia. Para diktator bisa menangkap, menculik, dan memenjarakan, bahkan membunuh, orang yang melawan atau melakukan koreksi. Tentara dan polisi sepenuhnya di bawah kendali dia, bisa dipakai untuk melakukan berbagai pekerjaan kotor itu.
Nah, kalau itu ada sekarang di Indonesia, ada kemungkinan Indonesia akan kacau, dan nanti akan bubar. Untungnya, pemimpin Indonesia sekarang bukan diktator. Ia dipilih melalui pemilu dan kekuasaannya dibatasi oleh UU. Kalau melanggar UU, presiden bisa diturunkan. Demikian pula TNI dan Polri yang bekerja dengan panduan UU, bukan setia penuh mengikuti kehendak presiden.
Sebab lain adalah terjadinya perpecahan yang tajam di tengah masyarakat. Misalnya, masyarakat terbelah oleh elite politik. Pemimpin politik yang kalah pemilu tidak mau terima kalah, kemudian mengajak rakyat untuk tidak mengakui hasil pemilu, kemudian menimbulkan konflik. Kalau itu terjadi, Indonesia akan bubar.
Untungnya di Indonesia sekarang elite politiknya tidak seperti itu. Beberapa kali pemilu, yang kalah terima kalah dengan legowo. Meski ada yang butuh waktu lama untuk menerima kekalahannya, meski ada yang mengarang bebas soal hasil hitung cepat pilpres, tapi akhirnya toh mau terima kalah. Selama elite politik kita seperti itu, Indonesia tidak akan bubar. Saran saya, lain kali kalau ada pilpres lagi dan kalah, segera saja mengaku kalah.
Hal lain yang bisa membuat sebuah negara bubar ialah dengan memperalat isu agama demi kepentingan politik. Jargon agama dipakai. Partai tertentu dituduh memusuhi umat agama tertentu, sembari yang menuduh itu mengaku-aku sebagai pelindung umat agama. Orang-orang radikal dipelihara dan dimanfaatkan sebagai pendukung. Mereka dibiarkan memaksakan kehendak, mengancam dan meneror orang lain, termasuk meneror pengadilan. Kalau hal seperti ini terus dibiarkan, Indonesia akan bubar.
Sejauh ini saya bersyukur bahwa kita masih jauh dari ancaman bubar. Tapi, kita tidak boleh lengah. Elite politik terutama, harus sadar bahwa mereka berperan penting dalam menjaga Indonesia agar tidak bubar.
Sebagai hiburan, bolehlah kita membaca berbagai jenis novel. Saya jadi ingin membaca kembali novel Nick Carter. Sayangnya, sudah sulit mencari tempat persewaan novel sekarang. Semoga karya-karya legendaris seperti Nick Carter dan Enny Arrow itu segera didigitalkan.