MOJOK.CO – Pagi itu hati saya perih sekali. Pohon-pohon di Jalan Kapten Haryadi Sleman tumbang, hilang dipotong orang. Sedih sekali rasanya.
Sebagai warga anyaran Sleman, saya ingin menyampaikan rasan-rasan dan sambat. Saya nggak berharap ini akan mempengaruhi tentramnya hidup saya. Yah, karena dari apa yang sudah-sudah, berharap ada perubahan di Jogja, sering hanya dijawab dengan dua hal. Pertama, ditanya KTP mana. Kedua, jika masih ngotot, akan diminta pindah saja kalau nggak betah.
Tapi masing-masing dari kita, saya dan pembaca sekalian, kita tak bisa memilih 3 hal dalam hidup sebagai manusia. Di mana kita dilahirkan, jatuh cinta, dan bersin. Saat ini saya tinggal di Jogja, lebih tepatnya Sleman, setelah bertahun-tahun tinggal merantau di Jember, Jakarta, dan Padang. Jogja membuat saya jatuh cinta. Barangkali karena identitas kultural sebagai orang Jawa, atau ya karena cocok saja dengan makanan yang ada.
Menikmati rindangnya Jalan Kapten Haryadi Sleman
Jadi saya ingin sambat. Sejak tiga tahun terakhir, nyaris setiap hari saya jalan kaki. Selepas salat Subuh, sebagai penderita diabetes, saya berjalan menyusuri tepian jalan sepanjang Kapten Haryadi, Ngaglik, Sleman. Pohon yang rindang, beberapa tumbuh di tepi sungai, membuat suasana menjadi sejuk. Ada Banyak burung di pohon itu. Kadang, jika cukup beruntung, burung-burung itu akan terus berkicau hingga pukul 7 pagi.
Tepi sungai yang sejuk, jalanan sepi, pohon yang teduh, membuat jalan menyusuri Jalan Kapten Haryadi menjadi ritus yang menyenangkan. Mengelilingi satu titik ke titik lain tak terasa membuat saya melewati jalan sepanjang 5 kilometer. Di situ saya bersyukur tinggal di Sleman, bukan di Jakarta, apalagi New York yang sedang dihajar polusi hingga titik mematikan.
Tetapi, pagi itu hati saya perih sekali. Pohon-pohon di Jalan Kapten Haryadi tumbang, hilang dipotong orang. Dada saya sesak, serupa ditikam, sepertinya juga ada kemarahan. Sakit sekali perasaan ini. Apa alasan pohon-pohon ini dipotong? Kenapa mereka dipotong? Bukankah mereka tidak menyakiti orang? Tidak ngepruk kepala orang lalu kabur naik motor? Atau maksa narik motor orang di jalan raya?
Terik dan gersang
Saya baru tahu akan ada perbaikan jalan di Kapten Haryadi Sleman. Seperti juga sebelumnya terjadi di Jalan Gito-Gati, pohon di sana dipotong membuat sepanjang ruas jalan itu terik dan gersang di siang hari. Kalau alasannya perbaikan jalan, mengapa pohon dipotong? Jika perluasan jalan, buat apa? Toh macet hanya saat weekend saja, selain itu lowong. Saya kecewa sekali dengan kebijakan pemotongan pohon ini ini.
Baca halaman selanjutnya
Nggak tahu siapa yang punya ide ini…