Kudu lapor ke siapa?
Pada 23 Mei 2021, ada seseorang membuat laporan via E-Lapor DIY. Dia melaporkan bahwa terjadi penetapan parkir liar di minimarket Jogja, yaitu Alfamart dan Indomaret. Jadi, “jukir dadakan” memalak Rp3 ribu sebagai tarif parkir. Padahal, Alfamart dan Indomaret tidak pernah menetapkan parkir berbayar di gerai mereka.
Adalah Dinas Perhubungan DIY merespons laporan tersebut. Mereka bilang gini:
“Dari pihak minimarketnya sudah memasang plang gratis parkir, maka sebenernya anda bisa saja menolak hanya saja mungkin pengelola/karyawan minimarketnya juga tidak kuasa menolak jika ada oknum masyarakat yang ingin “cari nafkah” seperti itu. saran kami: untuk berikutnya bisa saja anda pilih minimarket lain yang free parkir jadi anda lebih nyaman, namun aduan anda tetap kami sampaikan ke pihak pemda Bantul mengingat perihal parkir merupakan kewenangan pemda kabupaten/kota. terima kasih.”
Ada beberapa hal lucu dari jawaban tersebut. Pertama, Dishub berasumsi bahwa pengelola minimarket tidak kuasa menolak jika ada oknum warga cari nafkah seperti itu. Jika mampu berasumsi seperti itu, artinya Dishub Jogja tahu salah 1 penyebab munculnya parkir liar. Kalau Dishub saja tahu, masak polisi tidak.
Kedua, saran Dishub adalah cari minimarket lain yang “free parkir”. Iya, kamu nggak salah baca. Sudah pakai diksi “free parkir” yang salah banget penulisannya, malah warga yang kudu repot cari minimarket lain. Gimana kalau pilihan terdekat bagi warga memang minimarket tersebut? Kepikiran sampai sana apa nggak ya?
Ketiga, perihal parkir itu kewenangan Pemkab dan Pemkot. Kalau masalah parkir liar di Jogja masih menjamur sampai kini, mengingat laporan di atas sudah berusia 2 tahun, lalu apakah Pemkab dan Pemkot sudah beneran bekerja?
Lalu, kita kudu lapor ke siapa supaya masalah ini lekas selesai?
Duit parkir itu memang menggiurkan
Saya pikir, salah 1 sebab munculnya profesi parkir liar di jogja karena faktor ekonomi. Pemasukan dari parkir itu tidak pernah main-main. Pada 2018, mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo, pernah menyampaikan bahwa pemasukan dari parkir di lokasi wisata berkontribusi kepada meningkatnya kas daerah.
Kalau sampai bisa “berkontribusi kepada meningkatnya kas daerah” kamu bisa membayangkan sendiri besarnya nilai parkir. Itu 2018, bagaimana dengan 2023?
Radar Jogja mengangkat berita bahwa pada 2023, PAD Retribusi Parkir Sleman melampaui target. Dinas Perhubungan (Dishub) Sleman mencatat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perparkiran melampaui target. Duit masuk dari retribusi parkir Tepi Jalan Umum (TJU) mencapai Rp1,993 miliar.
Wahyu Slamet, Kepala UPTD Pengelolaan Perparkiran Dinas Perhubungan Sleman, mengungkapkan bahwa angka di atas sudah melampaui target. Targetnya sendiri senilai Rp1,922 miliar. Jadi, silakan bayangkan jumlah pemasukan ini yang “cuma” di Sleman. Bagaimana dengan Kota Jogja, Bantul, dan Gunung Kidul yang menjadi jujugan wisata di paruh akhir Desember 2023 lalu?
Sudah membayangkan? Sekarang kamu bisa membayangkan juga besaran duit dari parkir liar dengan nominal jauh di atas tarif resmi. Wisatawan, begitu sampai di lokasi wisata, tentu nggak punya pilihan selain menerima keadaan. Palingan mereka curhat di medsos dan jadi ramai. Sudah, begitu saja.
Kalau sudah begitu, nggak heran parkir liar tetap semringah bekerja di Jogja. Dilema antara “kebutuhan akamsi” dan kenyamanan warga secara keseluruhan memang perdebatan yang tidak akan usai. Oleh sebab itu, hanya hukum dan penegakannya yang bisa menjadi penengah serta solusi. Apakah kita boleh berharap?
Penulis: Moddie Alvianto W.
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Tukang Parkir Liar Nggak Hanya Bikin Pengendara Sebel, tapi Juga Bikin Pengusaha Kecil Bangkrut dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.