MOJOK.CO – Apa salahnya jadi kolektor photocard K-pop dan membeli foto idol berukuran kecil seharga jutaan? Biarkan kami bertransaksi dengan damai.
Sejatinya, mengoleksi photocard K-pop atau PC nggak ada bedanya dengan suporter bola yang gemar mengumpulkan jersey dan merchandise lain. Nggak beda juga dengan emak-emak yang hobi menimbun Tupperware, bapak-bapak penggandrung batu akik, para penggemar budaya Jepang yang rela puasa demi action figure, dan para jamet yang kerap memodifikasi motor. Objeknya aja kok yang berbeda. Selain itu, semuanya sama. Kalau secara linguistik, semua masuk ke dalam klasifikasi makna leksikal bernama hobi.
Perdebatan soal kolektor photocard K-pop ini memang tampaknya nggak akan pernah usai. Pasalnya, di beberapa media sosial seperti Twitter, perseteruan orang-orang yang kurang memahami harga pasar dan bagaimana cara jual-beli photocard bagai isu antibasi yang bisa digoreng terus-terusan. Terlebih saat pascalebaran, momentum yang tepat bagi para penggemar musik K-pop untuk berfoya-foya membeli “photocard ganteng” yang selama ini diidam-idamkan. Kalau bocil bisa top-up diamond Free Fire di Indoapril, kenapa dedek-dedek gemes dan mbak-mbak kece nggak bisa chek-out PC K-pop?
Sebagai gambaran, photocard K-pop adalah sebuah foto berukuran dompet yang berisi potret idola, umumnya anggota boyband atau girlband Korea Selatan dengan pose yang diyakini “langka”. Meski hanya foto, benda ini memiliki lisensi resmi dari agensi yang menaungi si artis. Bahkan, beberapa photocard diklaim sebagai benda rare dengan harga selangit dan menargetkan segmen penggemar K-pop yang sekaligus kolektor PC.
“Padahal tinggal cari gambar HD di internet terus print pakai kertas photo,” begitu salah satu komentar akun yang heran pada eksistensi lelang atau bid yang beberapa bulan lalu sempat ramai di Twitter. Sepertinya, si pemilik akun memang culture shock karena photocard K-pop yang dilelang telah menyentuh angka jutaan rupiah, sejalan dengan antusiasme kolektor yang menemukan PC rare. Nominal yang kelewat fantastis untuk ditukar dengan selembar kertas, barangkali begitulah yang muncul di benak orang tersebut sampai ungkapan dan makian kasar ia sematkan pada para kolektor photocard K-pop. Ia mengklaim bahwa pembeli PC terlalu mudah dibodohi dan ditipu atas nama loyalitas. Setelah itu, meledaklah perang argumen yang cukup alot.
“Mereka itu kolektor PC, adakah kolektor PC yang nggak beli barang official? Adakah kolektor PC yang bikin PC-nya sendiri? Soal uang, ya… kalau mereka udah memutuskan jadi kolektor, itu sama aja mereka memutuskan memakai separuh atau sebagian besar uang mereka untuk memenuhi wishlist koleksi mereka,” pungkas pemilik akun lain, mencoba membantah klaim sepihak pemilik akun sebelumnya.
Akhirnya perang argumen itu makin bertambah panas dan intens. Saya cuma men-scroll beranda dengan tenang sambil menyeruput es teh. Istilah edgy-nya, menikmati keributan.
Sebagai orang yang hobi jajan photocard K-pop, saya pikir saya perlu mencoba menuliskan alasan mengapa orang-orang harus berhenti menghujat kolektor PC K-pop. Tulisan ini agaknya dibuat dengan berat sebelah alias membela sekutu saya, teman-teman K-popers. Tapi, saya nggak akan menyerang pihak lain, kok. Kalau memang bisa mencerahkan khalayak, ya syukurlah. Kalau nggak bisa (dan hujatannya malah berbalik ke saya seperti bumerang), ya jangan dong!
Pertama, mencetak HD secara mandiri memang sebuah alternatif yang cerdas untuk fans low budget, apalagi anak SMP-SMA yang belum punya penghasilan sendiri. Membuat photocard K-pop sendiri dan menjadikannya koleksi pribadi memang bukan masalah, teman-teman K-popers tetap bisa mengagumi ketampanan mas-mas bias (sebutan untuk seseorang yang begitu digandrungi dalam satu grup K-pop).
Nah, tapi kalau menyebarluaskan apalagi menjualnya, itu lain soal. Bahkan si pembuat bisa kena pidana. Secara nggak langsung, mencetak foto HD dari agensi yang memiliki hak cipta justru sebuah tindakan ilegal yang setara dengan pembajakan. Apalagi kalau si pembuat “nyolong” foto dari fansite yang jelas-jelas ada watermark-nya. Biasanya, teman-teman K-popers sendiri sudah memahami dan khatam berkaitan dengan kredit sebuah foto. Makanya mereka nggak mau menggunakan sembarang gambar untuk keperluan komersial kecuali event-event tertentu seperti acara ulang tahun salah satu member kesayangan mereka. Umumnya, kerja sama dengan fansite adalah pilihan yang brilian.
Kedua, reaksi “Kertas doang mahal, mending duitnya buat beli beras,” untuk menuduh betapa konyolnya aktivitas jual-beli photocard K-pop adalah respons yang paling teman-teman K-popers benci. Sebab, logikanya nggak masuk. Harga PC mahal itu mengikuti hukum permintaan dan penawaran (pelajaran ekonomi dasar banget nih). Lagian, kualitas kertas dari agensi biasanya lebih bagus daripada kertas cetak sendiri. Photocard itu berharga, baik dari nilai barang secara riil maupun secara emosional.
Teman-teman K-popers bisa kok, membedakan mana yang official dan mana yang bukan. Tanpa dilengkapi buku panduan sekalipun, mata mereka lebih tajam daripada elang. Lekukan dan damage sedikit saja biasanya sudah memengaruhi harga. Soal duit yang dibelanjakan untuk PC daripada beras, sepertinya ini juga salah satu kesalahan berpikir. Kolektor biasanya sudah memperkirakan berapa budget belanja mereka dan apakah akan terhitung berlebihan jika dibandingkan biaya hidup sehari-hari. Bahkan, photocard K-pop adalah item yang bisa dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi—syarat dan ketentuan berlaku.
Meski begitu, saya nggak segan mengakui bahwa teman-teman K-popers juga kadang masih salah mengartikan jual-beli PC. Ada yang masih menganggapnya sebagai investasi. Padahal, PC ini bukan barang yang nilainya cukup menjanjikan, apalagi sebagai biaya simpanan. Kalau untuk sekadar hobi, sih, oke banget. Yah, pokoknya mengoleksi PC sama saja dengan hobi mengoleksi benda lain. Pada akhirnya koleksi PC juga termasuk aktivitas ekonomi, nggak usah heran begitu.
Sebut saja teman cowok saya, kolektor mobil Hot Wheels yang harga satuan mobilnya bisa dibanderol sampai Rp600.000 (beli impor). Nasib kawan saya ini hampir seperti kolektor PC. Biasanya banyak yang nyinyir, “Hah, gini doang kok mahal? Ya elah ginian doang, mending duitnya buat sedekah fakir miskin.” Hadeeeh. Susah memang menjelaskan ke orang yang bukan kolektor.
Lantas buat apa berdebat sia-sia dengan kolektor sih? Menyukai sesuatu sebagai hobi memang tidak pernah bisa dipahami orang-orang dengan hobi berbeda. Biarkan kami hidup damai dan belanja photocard K-pop dengan tenang. Duit juga duit kami, kok!
BACA JUGA Perjalanan Fans K-Pop yang Bertobat dari Sifat Barbar dan tulisan lainnya di rubrik ESAI.