MOJOK.CO – Apakah dunia Islam sekarang tidak menghasilkan ilmuwan keren? Ah, tidak juga. Ada banyak ilmuwan muslim kok. Cuma jarang dibahas aja di forum-forum pengajian.
Muslim punya kontribusi besar dalam perkembangan sains, kata kaum muslim bangga. Apa kontribusinya? Dalam narasi perdebatan yang sangat intelek di dunia maya, pernah saya baca tulisan atau meme yang mengatakan bahwa Facebook itu ada sebagai akibat adanya kontribusi orang Islam.
Lho, serius? Bukankah yang dibuat orang Islam itu namanya Fasbullah, bukan Facebook?
Konon ceritanya, Facebook dan berbagai program komputer itu disusun berdasarkan alur logika yang disebut algoritma. Nah, algoritma ini berasal dari nama seorang matematikawan muslim, yaitu Al-Khawarizmi. Tanpa aritmatika dan aljabar yang dia kembangkan, si kafir Mark Zuckerberg tentu tidak akan bisa membuat, Facebook, kan? Udah, iyain aja deh.
Setiap kali berbicara soal kontribusi umat Islam dalam sains, hampir di setiap pengajian, majelis taklim, dan diskusi, rujukannya selalu soal Ibnu Sina, Ibnu Khaitam, Khawarizmi, dan lain-lain. Selalu soal orang-orang yang hidup hampir seribu tahun yang lalu.
Kemudian ceritanya ditambahi dengan narasi bahwa kejayaan sains Islam selalu ditutup-tutupi oleh Barat yang kafir. Ih, nggak gitu juga kali. Orang-orang Barat jujur kok mengakui kontribusi orang-orang itu.
Lalu, bagaimana dengan zaman sekarang? Kalau ditanya soal zaman sekarang, langsung krik-krik-krik.
Apakah dunia Islam sekarang tidak menghasilkan ilmuwan keren? Ah, sebenarnya tidak juga. Ada banyak, kok. Cuma jarang dibahas di forum-forum pengajian. Gara-gara konspirasi Yahudi? Bukan. Tapi karena para ustaz memang tidak mengaji sains. Bahkan berita sains pun mereka tidak baca. Pengetahuan sains mereka membeku di zaman ibnu-ibnu tadi.
Ada sejumlah ilmuwan muslim modern yang mendapat penghargaan tertinggi di dunia sains. Yang terbaru adalah penerima Hadiah Nobel Kimia tahun 2015. Azis Sancar, orang Turki tapi bekerja sebagai profesor di University of North Carolina.
Aziz Sancar melakukan penelitian terhadap DNA. Dari studi terhadap bakteri, dia menemukan bahwa DNA bisa diperbaiki melalui mekanisme enzim, dengan memanfaatkan sinar ultraviolet. Penemuan ini memberi kontribusi besar pada pemahaman tentang bagaimana sel bekerja, penyebab kanker, dan proses penuaan.
Setahun sebelumnya Maryam Mirzakhani menerima Field Medal. Ini adalah hadiah tertinggi dalam bidang matematika. Hadiah ini dianggap setara dengan Hadiah Nobel. Komite Nobel tidak menyediakan penghargaan di bidang matematika.
Maryam adalah perempuan pertama yang menerima hadiah bergengsi itu. Perempuan kelahiran Teheran 12 Mei 1977 itu berkontribusi besar dalam dinamika dan geometri permukaan Rieman. Semasa hidupnya dia menjadi profesor di Stanford University.
Berikutnya ada Ahmed Zewail. Ilmuwan kelahiran Mesir yang menerima Hadiah Nobel Kimia tahun 1999. Dia bekerja sebagai profesor di beberapa universitas di Amerika. Ahmed Zewail berhasil menemukan metode untuk “memantau” pergerakan atom-atom saat terjadinya reaksi kimia. Metode itu disebut femtosecond spectrosocy, yang bahkan memunculkan sub-cabang ilmu dalam bidang kimia fisika, yang disebut femtochemistry.
Sebelum penemuan Zewail, orang menganggap mustahil untuk memantau pergerakan atom saat terjadinya reaksi kimia. Ini karena kejadiannya begitu cepat, dalam skala femtodetik, atau sepuluh pangkat minus lima belas detik.
Zewail menembakkan 2 pulsa laser pada molekul-molekul yang hendak direaksikan dalam tabung hampa. Laser pertama memberi energi untuk reaksi. Laser kedua “melaporkan” situasi reaksi.
Dari spektrum energi cahaya yang dideteksi dapat dipantau perubahan struktur molekul dari waktu ke waktu. Dengan memahami proses reaksi kimia, kita dapat mengatur reaksi kimia secara lebih cepat dan efisen, antara lain dengan mendesain katalis yang lebih baik.
Selanjutnya, Abdus Salam ilmuwan Pakistan. Muslim pertama yang menerima Hadiah Nobel Sains pada tahun 1979. Dia tadinya bekerja di Pakistan dan berkontribusi banyak pada pengembangan nuklir. Tahun 1974 pindah ke Italia sebagai protes atas UU yang dibuat parlemen, yang menyatakan bahwa paham Ahmadiyah yang dia anut bukan bagian dari Islam.
Abdus Salam menerima Hadiah Nobel atas rumusan teori yang menjelaskan hubungan antara interaksi lemah dengan interaksi elektromagnetik yang dikenal dengan istilah “electroweakforce”.
Gaya lemah ini bekerja pada sub-partikel dalam inti atom, yang berperan penting dalam peluruhan inti atom. Abdus Salam menemukan bahwa gaya lemah ini adalah satu sisi saja dari interaksi elektroweak.
Penemuan ini bagian dari upaya fisikawan untuk menemukan hubungan antara 4 gaya dalam alam, yaitu elektromagnetik, gravitasi, gaya kuat, dan gaya lemah. Unifikasi pertama dirumuskan oleh Maxwell, yang menemukan hubungan interaksi elektromagnetik.
Tadinya listrik dan magnet dianggap 2 hal yang terpisah. Maxwell menemukan bahwa listrik dan magnet hanyalah satu sisi dari interaksi terpadu yang disebut elektromagnetik.
Banyak ya? Hm, jangan girang dulu.
Itu tadi adalah pemenang Hadiah Nobel dan Field Medal dari 4 negara muslim. Israel, satu negara saja sudah menghasilkan 8 pemenang Hadiah Nobel sains dan ekonomi, dan 1 pemenang Field Medal.
Waduh! Kalah deh kita.
Tidak usah kecil hati. Toh setidaknya kaum muslim punya kontribusi ya kan?