Akhir pekan 27 – 28 Agustus lalu, timeline Twitter riuh oleh perayaan ulang tahun Mojok di Surabaya dan Malang. Tidak tanggung-tanggung, roadshow tersebut menghadirkan para penulis Mojok paling populer, fenomenal, dan lebih pantas diulas buku pelajaran Bahasa Indonesia daripada Raditya Dika.
Publik kedua kota tersebut pun berbondong-bondong menyambangi Balai Pemuda dan Kedai Komika hanya untuk mendengarkan ceramah akademik dari para aset bangsa tersebut, hingga luber ke lapangan.
Sangat disayangkan tidak ada foto yang menampilkan situasi trotoar sekitar, padahal di sana para puluhan pedagang kaki lima ikut mengais rezeki dengan menggelar pasar tumpah.
Melihat animo publik yang demikian besar, gelar ‘public figure‘ sudah pantas disematkan kepada para tokoh Mojok tersebut. Namun demikian, cukup disayangkan daya ketokohan itu belum diimbangi dengan daya visual dari pengaturan wardrobe yang representatif.
Terutama bagi Agus Mulyadi, Kalis Mardiasih, dan Shellya Febriana.
Bukan berarti ketiganya tidak berusaha tampil beda dan memesona di hadapan penggemar Mojok. Saya sudah menangkap upaya penonjolan diri dari ketiganya. Hanya saja, masih perlu sedikit polesan.
Dimulai dari Agus. Upaya Agus tampil beda sebenarnya cukup baik, yakni mengenakan ciri khasnya sandal jepit bertali hijau. Dengan posisi gigi, eh, duduk yang melorot dan ngangkang, Agus makin mengukuhkan diri sebagai laki-laki apa adanya namun berbeda dari cowok kebanyakan.
Hanya saja, upaya ini kurang maksimal.
Ditambah lagi, bila diperhatikan dengan mata telanjang, pakaian Agus pada di Surabaya dan Malang sepertinya sama. Biasanya kru memang dikasih jatah kaos lebih.
Ganti jeans-nya dan coba pakai celana selutut, deh Gus. Nggak apa-apa, nggak usah cukur bulu kaki. Celana selutut dipadukan sandal jepit akan mengesankan sosok Agus sebagai pria sederhana namun tetap punya selera.
Bedakan dari paduan jeans bersama sandal jepit yang hanya akan membuat Agus seperti mandor sound system.
Kemudian Kalis. Padu padan fashion Kalis sebenarnya cukup aman, melalui pakaian hitam serta kerudung dan kacamata warna cerah. Dengan padanan tersebut, jelas hal yang paling menonjol dari Kalis adalah bagian tubuh atas.
Sayangnya, penonjolan tersebut malah tidak membuat wajah Kalis mudah diingat.
Bila Kalis membuka kacamatanya dan berada satu angguna dengan mas-mas yang Sabtu malam lalu kesengsem Kalis di Surabaya, besar kemungkinan si mas tidak sadar bahwa ia sedang berhadapan dengan sang penulis idola.
Bingkai tebal dan lebar dari kacamata Kalis, dipadu kubah kerudung berbentuk segitiga lancip memayungi Kalis, memaksa lawan bicara sekadar mengingat Kalis sebagai hijabers berkacamata. Mereka lupa bahwa Kalis masih manusia biasa yang memiliki hidung dan bibir.
Pandangan orang hanya terfokus pada enam sudut di wajah Kalis, yakni satu di dahi lewat kerudung, empat di bingkai kacamata, dan satu di dagu.
Dari segi warna, Kalis juga perlu memiliki bingkai kacamata yang lebih gelap dipasangkan dengan kerudung warna cerah. Bila Kalis terlalu menyukai kacamata berbingkai putih, mungkin dapat dieksplorasi warna putih tua yang tidak terlalu terang.
Saya sarankan agar Kalis move on dari warna putih dan warna terang lain untuk bingkai kacamata atau batasi koleksi kerudung hanya pada warna gelap minim motif.
Berikutnya Shelly, sang mbak caem idola cowok jomblo se-Mojok raya. Di panggung ulang tahun Mojok, cowok mana sih yang nggak tersihir oleh penampilan Shelly yang flawless?
Di tengah tiga pembicara yang mengenakan kaos hitam bercorak angka 2 berwarna warni, Shelly tampil dengan blus merah jambu tanpa lengan. Jelas membuat all eyes set on her.
Lingkar lengan Shelly yang kecil memang cocok tidak dibungkus kain lengan karena hanya akan mengesankan bentuk tubuh kurang gizi.
Saya juga suka rambut Shelly yang kecoklatan dan sedikit dikeriting bagai Mbak Song Hye-kyo. Sepatu coklat Shelly juga unik dan tegas menyatakan bahwa Shelly bukan cewek biasa.
Btw, boleh tau beli di mana nggak, Sis?
Akan tetapi, saya hanya ingin bertanya, apakah Shelly tidak ada rencana untuk mengganti skinny jeans pakai rok atau dress?
Bukan berarti budaya jeans jelek, tetapi sayang sekali fokus pemirsa terhadap sepatu Shelly yang cantik itu terganggu dengan celana yang menutupi mata kaki.
Kalau saja blus yang dikenakan Shelly adalah dress selutut, niscaya belio segera didaulat sebagai Duta Cewek Uchul se-Surabaya.
Agar tidak polos-polos banget dress-nya, Shelly bisa menambahkan scarf bercorak dan mengandung warna tegas yang kontras dengan baju. Rambut dipotong sedikit dan dibuat lebih wavy, widihhhh…saya jamin orang tua Shelly langsung kebanjiran calon besan.
Pada akhirnya, dua orang yang tampil effortlessly memukau adalah Eddward S. Kennedy alias Panjul dan Mas Puthut EA.
Dengan kacamata bingkai hitam, jeans gelap, dan sepatu NB yang dia pakai sejak hari pertama masuk SMA, posisi Panjul jelas, yakni menonjolkan desain kaos Mojok 2 tahun.
Tidak ada keinginan dari Panjul untuk menonjolkan kemenarikan fisiknya di panggung itu. Jiwa raga Panjul loyal hanya untuk Mojok.
Saya yakin bila penjualan kaos di Mojok Store meningkat drastis setelah perhelatan Surabaya ini, semua berkat Panjul yang menginspirasi cowok-cowok gempal bahwa mereka bisa tampil gagah dengan kaos Mojok.
Bukti yang sudah jelas terlihat adalah Mas Kokok Dirgantoro.
Terinspirasi dari profil Panjul yang menawan di Surabaya itu, keesokan malamnya di Malang Mas Kokok tanpa ragu membuang kaos Tommy Hilfiger-nya yang biasa-biasa saja dan meminta jatah kaos Mojok 2 Tahun kepada panitia.
Dengan kaos tersebut, Mas Kokok tidak hanya berhasil tampil lumayan gagah di hadapan para konstituen, tetapi juga sukses menihilkan jarak trah syailendra dengan masyarakat awam.
Kesan fashion santai namun berkuasa diperlihatkan oleh Kepala Suku di Surabaya. Dua baris slogan Mojok yang ditulis dengan sablon hitam sangat jelas ditonjolkan oleh kaos warna merah. Namun demikian, warna merah tersebut juga tidak sekadar menjadi background.
Mas Puthut ternyata masih menyimpan tali sepatu warna warni yang booming pada tahun 2004 – 2005 dan memilih tali merah untuk dipasangkan di sepatunya. Alhasil, warna merah dan hitam di kaos, sepatu, dan jam tangan tampil secara seimbang tanpa ada tendesi saling menyalip.
Membicarakan fashion kepada para pekerja otak terkadang tidak mudah, apalagi bila mereka sudah kepalang memilih motto hidup yang penting otak encer dan tulisan berhasil memantik gerakan.
Ditambah lagi, terdapat kesan bahwa fashion yang cantik membutuhkan modal yang tidak sedikit. Sebenarnya tidak melulu seperti itu.
Di panggung terbuka yang menghadirkan penulis dan pembaca, peran mereka semua berubah. Penulis bukan lagi penulis, tetapi performer.
Di sana juga tidak ada lagi pembaca, tetapi penonton yang penasaran dengan sosok yang selama ini berbincang dengan mereka melalui tulisan. Belum lagi ada haters yang ingin mencibir.
Penulis yang akan muncul secara nyata di hadapan pembacanya perlu punya strategi agar dapat tampil mengesankan secara visual. Tidak harus dengan barang baru atau mahal, tetapi dengan paduan yang pintar.
Menutup teaser jasa konsultasi fashion gratis ini, saya mewakili jajaran keluarga Duo Silet mengucapkan selamat ulang tahun untuk Mojok. Panjang umur, tinggi honor, itu yang utama.
Tidak lupa, jangan hanya me-retweet pujian, semoga juga tetap terbuka dengan nyinyiran.