MOJOK.CO – Harta, tahta, dan Chef Renatta yang sempat merebut daftar trending topik media sosial, bikin saya kini harus menyetujuinya.
“Kita harus merasakan makan nggak enak agar bisa tahu bagaimana intisari rasa enak itu sendiri,” begitu kalimat syahdu yang saya dengar dari bakul angkringan Jalan Imogiri Timur. Macak jadi chef handal, blio bercerita bahwa makanan itu adalah kehormatan.
Dunia dapur dan paras wajah memang nggak saling bertautan. Namun ada hal menarik yang diutarakan oleh bakul angkringan yang satu ini. Katanya, paras wajah bukan ukuran, tingkat kebersihan adalah hal mutlak. Ia menjabarkan bahwa good-looking belum tentu bersih, sedangkan bersih sudah tentu hal baik.
Saya yang tadinya fokus makan dan nggak nyimak, lantas terpikir di kepala saya wajah, skill, dan kesatuan manunggal dalam diri Chef Renatta Moeloek, juri MasterChef Indonesia. Maksud saya, ada bidadari yang sudi megang teplon dan panci. Pun selama ini pandangan saya ke blio nggak adil sekali.
Harta, tahta, dan Renatta yang sempat merebut daftar trending topik media sosial, kini saya terpaksa manthuk-manthuk menyetujuinya. Namun semisal konteksnya harta, tahta, dan Renatta ini adalah tiga hal yang sering bikin kita blunder di duniawi, maaf sekali saya mewanti-wanti untuk tidak menyetujui. Panjang urusannya, bukan main-main akibatnya.
Saya belum pernah makan makanan buatan Chef Renatta. Pernyataan menyedihkan ini, memang sudah sepatutnya menjadi bahan pertimbangan. Tapi nih ya, ketika kita hanya melihat chef lulusan Le Cordon Bleu Culinary Art di Paris ini sekadar tampilan saja, saya rasa itu adalah kegagalan paling struktural yang pernah dibuat oleh kita sebagai basis masa militan fansnya.
Memang sih nggak diragukan lagi bahwa Chef Renatta adalah kesatuan paling sahih antara cantik, ngosak-ngasik, dan nggak mbekisik. Tetapi, dari apa yang diutarakan bakul angkringan yang saya temui tadi, saya rasa Chef Renatta bakalan lebih senang jika faktor kita menyukai blio itu karena keterampilannya di dapur.
Katakanlah Chef Arnold Poernomo yang memiliki banyak talenta. Mulai dari mbadut, nggriseni, dan menghibur, basis fansnya bisa bebas memilih menyukai blio karena faktor apa. Pun Chef Juna yang mulai terbuka dan menyikap tabir bahwa pengalaman blio ini nomer wahid dan kudu ditiru oleh juniornya.
Chef Renatta sejatinya sama. Cantik, cerdas, dan dewasa dalam menilai masakan peserta. Siapa sih peserta paling cantik di MasterChef season ini? Yuri JKT48? Ayolah, beda jauh dengan Chef Renatta yang saya yakin akan tersemat kata “no debat” di belakangnya.
Tapi ya itu, alih-alih menyukai intelegensi blio di dapur, banyak fans di media sosial melulu mempertimbangkan dari faktor paras saja. Ya saya nggak munafik sih, ketika blio melirik, nyicip makanan, kemudian senyum-senyum penuh tanda tanya, ambyar juga pertahanan saya.
Tapi saya mulai mencoba menyukai Chef Renatta dengan cara yang berbeda. Pun banyak kok alasan menyukai blio tanpa melibatkan urusan paras.
Pertama, dialektika kembang gula kepada para peserta atau pemirsa.
Masalah ini, bisa banget jadi salah satu alasan penguat saya kenapa ngefans sama blio itu wajar belaka. Lihat saja bagaimana cara Chef Renatta berkomunikasi. Matanya seakan nggak akan lepas dari target yang hendak dia tanya. Menatap lawan bicara adalah salah satu faktor yang menandakan Chef Renatta sedang serius dan peduli.
Alisnya juga salah satu faktor berjalannya dialektika kembang gula ala Chef Renatta. Saya bukan meramal, namun hanya menerka saja, gerakan alis Chef Renatta, menggambarkan perasaan blio ketika sedang berdialektika;
(1) Alis keangkat satu, namun bibirnya menyeringai, itu menandakan Chef Renatta sedang bercanda; (2) alis keangkat satu, namun bibirnya mlotrok, itu ada yang salah dengan step memasak peserta yang dia tanyai; (3) alis keangkat dua-duanya, keningnya sedang gatel.
Kedua, nggak gila hormat.
Senior, seorang juri, dan chef profesional, nyatanya nggak menjadikan Chef Renatta jumawa dan berbuat seenaknya kepada pada peserta.
Jika Chef Juna memiliki citra galak, Chef Arnold Poernomo humoris, maka Chef Renatta adalah gambaran sempurna sifat dingin. Sifat yang nggak mudah ditebak, namun bikin penasaran.
Misalnya, masih berkaitan kala Chef Renatta ngobrol dengan peserta. Dia nggak marah ketika peserta yang ditanyai, sibuk sendiri dengan urusan dapur. Artinya, dia nggak marah ketika peserta lain nggak membalas tatap matanya.
Mungkin ini terdengar sederhana, tapi attitude blio sedang mengajari banyak hal kepada para peserta. Sungguh wangun, bukan?
Ketiga, ngguyu-nya yang ngihinghinghi.
Jelas, senyum blio ini mungkin sama seperti ragi, bikin ngembang. Iya, mengembangkan perasaan halu yang nggak berkesudahan. Pun setali dengan kecap, komponen makanan yang wajib ada. Mengenakkan segala makanan.
Sebagai warga trah Mataraman yang menjunjung tinggi nilai-nilai unggul dalam setiap tetes kecap, senyum Chef Renatta memiliki syarat dan prasyarat seperti halnya gudeg. Manis dan gurih dalam waktu yang bersamaan.
Ah, gobloknya, lagi-lagi lagi saya nggak sanggup memasukan poin yang mengatakan gara-gara masakan Chef Renatta enak. Ya, karena tadi, saya belum pernah makan makanan buatan blio ini. Namun saya yakin, suatu saat entah kapan, lidah saya pasti merasakan telur dadar buatan blio.
Tujuannya hanya satu, supaya saya dapat menilai Chef Renatta secara adil, utuh, dan hormat.
Lha piye? Belum pernah merasakan masakannya saja saya sudah berani menduga bahwa jika Bandung diciptakan Tuhan sambil tersenyum, maka mungkin juga Tuhan menciptakan Chef Renatta sambil menikmati dessert.
BACA JUGA Ini 3 Alasan Chef Arnold Poernomo Adalah Nyawanya MasterChef Indonesia dan tulisan Gusti Aditya lainnya.