Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Menikmati Media Sosial Sebelum Busuk oleh Pilpres

Rijal Mumazziq oleh Rijal Mumazziq
26 Agustus 2017
A A
ESAI 26.08.17. media sosial pilpres mojok

ESAI 26.08.17. media sosial pilpres mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Dalam buku Bung Karno Dibunuh Tiga Kali?, Asvi Warman Adam menyebut istilah “watershed“ sebagai penanda batas perubahan total di bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya secara serempak.

Ada banyak watershed dalam kesejarahan kita. 1830 menandai dimulainya zaman baru: ketika Pangeran Diponegoro ditangkap, pipa-pipa kolonialisme semakin rakus menyedot kekayaan Nusantara, para sultan di sekujur Jawa takluk, kurikulum pendidikan Barat menjejali alam pikiran para menak berikut gaya hidup dan fesyennya.

Seabad lebih lima belas tahun kemudian, 1945, watershed corak baru dimulai. Gegap gempita kemerdekaan disambut bahagia. Sebuah era baru merekah mengiringi pertumbuhan sebuah bangsa, mendampingi laju raksasa yang tertatih-tatih.

Lalu tiba tahun 1965. Orde Lama beserta perangkat budayanya dikubur. Istilah khas era Bung Karno: revolusi, reaksioner, manipol usdek, nekolim, pengganyangan, dan sebagainya, dihilangkan dari ingatan dan percakapan rakyat.

Setelah tahun ini, perubahan terjadi secara drastis dan serentak. Orde Baru mengkooptasi semuanya, termasuk istilah baru: Kopkamtib, pembangunan, pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan, subversif, eks (untuk menyebut mereka yang terindikasi PKI), petrus, lepas landas, iptek-imtaq, dll. Bahkan, begitu lamanya Orba mengkooptasi pikiran rakyat, hingga susunan kalimat sebuah perhelatan/peringatan hari besar pun seragam, misalnya: “Dengan memperingati … mari kita tingkatkan ….”

1998 pun tiba. Banyak orang menilai ini zaman baru, era perubahan. Tapi ternyata tidak. Ia hanya fase jeda. Orang-orang Orba hanya ganti baju, ganti strategi, dan pindah jalur. Karakternya tetap.

Bagi saya, watershed paling jelas setelah 1965 itu bukan 1998, melainkan 2014. Mengapa? Ini fase pilpres paling brutal, merugikan, dan menjijikkan.

Gara-gara bela pantat Jokowi maupun Prabowo, seorang santri berubah perangainya karena berbeda pilihan dengan gurunya. Di fesbuk, saya menyaksikan seorang santri yang fanatik Prabowo menyebut kiai pendukung Jokowi sebagai “kiai pelacur”. Tak mau kalah, para pendukung Jokowi menilai para kiai yang memberikan restu kepada Prabowo sebagai “kiai katrok”. Di fesbuk pula saya menyaksikan seorang profesor eyel-eyelan dengan argumentasi murahan melawan bocah tengil. Di tikungan lain, keakraban bertetangga mulai renggang akibat pilihan politik ini.

Hubungan kekerabatan tak seakrab sebelum 2014. Ada juga pasutri yang bercerai gara-gara pilihan.

Setelah Jokowi dan Prabowo rebutan kursi, bangsa ini terbelah. Pemilihannya hanya sehari, tapi permusuhan dan kebenciannya sepanjang waktu.

2014 adalah watershed baru yang memunculkan istilah-istilah khas: Jokodok, Jokowers, Prabowers, Kecebong, Haters, Kaum Bumi Datar, Ontalektual, Sumbu Pendek, Liberal, Antek China, dan istilah lain yang entah dikulak dari mana.

Watershed 2014 ini saya anggap sebagai penanda ke(tidak)warasan seseorang. Para ustadz maupun akademisi, yang enak diikuti status dan uraiannya di media sosial sebelum 2014, tiba-tiba berubah menjadi corong hoax, pengecer kebencian, dan menjadi pakar segala hal: apa pun dikomentari.

Dan, lingkaran setan itu mulai berwujud lagi meski pilpres masih dua tahun lagi. Mesin politik sudah mulai dipanasi. Suasana yang mulai adem pasca pilkada DKI, kini mulai dikipasi.

Saya menduga, akhir tahun ini fesbuk akan membusuk lagi. Apalagi ada Pilkada serentak di Jawa barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sebagaimana 2014, ujaran kebencian, fitnah, kabar bohong dan kabar konyol bakal lebih istikamah menyapa kita di linimasa fesbuk dan media sosial lain. Riuh gemuruh. Warga Indonesia akan terbelah lagi.

Iklan

Apa yang harus saya lakukan? Sebagai golput 24 karat, saya memilih menghindari debat politik. Membaca, kemudian abaikan. Selesai. Kalau diteruskan, itu akan membuang waktu produktif saya.

Energi debat selama dua jam itu sama besarnya dengan tenaga yang kita keluarkan untuk memandikan domba kurban sekaligus membersihkan tahinya.

Lagi pula, sehebat-hebatnya saya eyel-eyelan membela kebijakan Jokowi, si Gibran Abu Ethes juga nggak bakal ngasih saya sekontainer markobar. Atau, kalau saya khusyuk mengkritisi pemerintah, pimpinan parpol oposan nggak bakal mengantar saya ketemu Gal Gadot, kok. Jadi, ya sudahlah, itu urusan mereka. Wong mereka itu kegemarannya ya padu, cari musuh. Untuk apa ikut-ikutan?

Jadi, sebelum linimasa fesbuk kembali membusuk beberapa bulan mendatang, lebih baik kita bersiap sedia sejak sekarang, sedia mental dan kuota. Mental cuek, mental mengabaikan, mental menahan diri, dan kuota internet untuk menonton video-video lucu. Sebab kelak banyak orang yang bakal kehilangan selera humor.

Terakhir diperbarui pada 26 Agustus 2017 oleh

Tags: Asvi Warman AdamJoko WidodojokowipilkadaprabowoPrabowo Subianto
Rijal Mumazziq

Rijal Mumazziq

Artikel Terkait

kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Prabowo-Gibran.MOJOK.CO
Aktual

7 Alasan Mengapa Satu Tahun Masa Kepemimpinan Prabowo-Gibran Layak Diberi Nilai 3/10

20 Oktober 2025
makan bergizi gratis MBG.MOJOK.CO
Aktual

Omon-Omon MBG 99 Persen Berhasil, Padahal Amburadul dari Hulu ke Hilir 

19 Oktober 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Era transaksi non-tunai/pembayaran digital seperti QRIS: uang tunai ditolak, bisa ciptakan kesenjangan sosial, hingga sanksi pidana ke pelaku usaha MOJOK.CO

Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha

26 Desember 2025
Terpaksa jadi maling, buronan polisi, hingga masuk penjara karena lelah punya orang tua miskin MOJOK.CO

Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya

22 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

25 Desember 2025
Anugerah Wanita Puspakarya 2025, penghargaan untuk perempuan hebat dan inspiratif Kota Semarang MOJOK.CO

10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua

23 Desember 2025
Pasar Kolaboraya tak sekadar kenduri sehari-dua hari. Tapi pandora, lentera, dan pesan krusial tanpa ndakik-ndakik MOJOK.CO

Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik

23 Desember 2025
Atlet pencak silat asal Kota Semarang, Tito Hendra Septa Kurnia Wijaya, raih medali emas di SEA Games 2025 Thailand MOJOK.CO

Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional

22 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.