[MOJOK.CO] “Yerusalem itu ibukota Palestina atau Israel sih?
Pembaca Mojok yang budiman, pernahkah Anda mendengar potongan iklan ini di Radio Kristen seperti ini ?
“Rasakan sensasinya dibaptis di sungai Yordan hanya dengan 5 juta rupiah.”
Sambil bisik bisik, bahwa sisanya dicicil sepulang ziarah.
Atau yang lebih populer:
“Hidupmu berbeban berat? Memiliki problem rumah tangga? Bisnis bermasalah? Sakit yang tak kunjung sembuh? Rasakan jamahan kuasa Tuhan di tempat Yesus mencelikan mata orang buta, mulai dari 3000 USD.”
Biasanya iklan -iklan itu juga disertai dengan kesaksian peserta ziarah yang mengatakan hidupnya berubah jadi lebih baik dan positif, mengalami kebebasan dari depresi selepas pulang dari tour perziarahannya.
Saya sendiri pernah mendengar kisah hidup umat kristiani yang diperbaharui karena berziarah ke Yerusalem. Salah satunya kisah seorang Ibu, yang menjadi anggota jemaat gereja sebelah.
Ibu ini memiliki seorang anak laki-laki yang cukup terkenal di gereja. Reputasinya mencuat karena putra tunggal sang ibu senantiasa didapati tertidur dalam semua acara kebaktian yang diikutinya.
“Yang wajar kan kalau orang itu tidur saat kotbah, Nah anak saya ini tidur tepat ketika votum dan salam bablas sampai nyanyian penutup” tutur ibu itu.
Sebuah sikap kurang ajar yang melampaui kenakalan remaja kristiani pada umumnya.
Maka dalam sebuah sesi talkshow perihal ziarah ke Yerusalem di sebuah stasiun radio sang ibu memberanikan diri menelpon saat sesi tanya jawab.
Setelah menjelaskan gejala-gejalanya ,sang narasumber yang juga seorang pendeta itu dengan penuh percaya diri menyimpulkan :”Ini pasti bersifat demonik, gak wajar itu bu, perlu segera dapat pertolongan anak ini.” Begitu prognosis sang narasumber dalam acara radio itu.
Setelah melewati berbagai sesi konsultasi off air dengan sang pendeta disertai nasehat financial advisor dari travel agent (yang kebetulan juga dimiliki sang pendeta di radio tadi), sang ibu memutuskan untuk mendaftarkan diri dan anak tunggalnya pada paket Ziarah rohani ke Yerusalem. Harapannya gak muluk-muluk: ada jalan keluar buat masalah spiritual kronis anaknya.
Terkait dengan niatnya yang bulat untuk berangkat, tak terhindarkan sepaket produk asuransi perjalanan pun perlu dibeli. Perlu diingat Israel adalah daerah konflik dan masuk daftar 20 negara paling berbahaya untuk dikunjungi versi majalah Forbes.
Untuk kepentingan adminstrasi asuransi si Ibu dan anak tunggalnya menjalankan medical check up lengkap. “Buat formalitas aja,” kata sang agen.
Hasilnya pemeriksaan kesehatan tersebut ternyata mengejutkan. Masalahnya bukan pada si ibu. Tapi sang remaja putra tunggalnya ini.
Didapati sang remaja malang ini mengidap penyakit yang disebut narkolepsi. Penyakit yang disebabkan oleh rendahnya produksi hormon yang bertugas meregulasi tidur, yaitu hipokretin atau oreksin, akibat gangguan autoimun atau akibat penyakit dan cedera yang merusak bagian otak sebagai organ yang memproduksi hormon tersebut. Dampaknya dapat secara tiba-tiba tertidur kapan saja dan dimana saja.
Mendapati diagnosa ini, sang ibu makin hancur hati.
Dalam sebuah pertemuan doa satu minggu sebelum keberangkatannya ke Yerusalem ,sang ibu berkata pada saya:
”Memang iblis tidak pernah tinggal diam. Si ular tua itu bukan saja membuat anak saya tertidur didalam kebaktian, tapi dia sekarang memberikan bala pada anak saya lewat sakit penyakit ini. Tapi saya gak gentar, apapun yang terjadi saya tetap pergi.”
Sebagian pembaca Mojok mungkin tidak terlalu asing dengan cerita serupa . Kerabat dan sanak saudara kita bisa jadi ada yang memiliki fanatisme yang irasional seperti kisah diatas ketika dihadapkan dengan isu perziarahan ke Yerusalem.
Yang perlu disadari, semua euforia dan romantisasi kepada Yerusalem tentu tidak datang tiba-tiba.
Yerusalem merupakan salah satu kota tertua di dunia, terletak di sebuah dataran tinggi di Pegunungan Yudea antara Laut Tengah dan Laut Mati. Kota ini dianggap suci dalam tiga agama Abrahamik utama—Yudaisme, Kekristenan, dan Islam.
Menurut tradisi Alkitab, Raja Daud merebut kota ini dari suku Yebus dan kemudian didirikannya sebagai ibu kota Kerajaan Israel Bersatu. Di kemudian hari Putra Daud , Raja Salomo, membangun pembangunan Bait Allah pertama di kota ini.
Karena itulah Kota Yerusalem kerap menjadi lambang dari tatanan baru yang memberi ruang bagi diwujudkannya pemerintahan berdasarkan hukum-hukum Allah yang adil dan memberi ruang kehidupan bagi semua orang, termasuk bagi orang-orang asing yang tidak sesuku dan seagama dengan bani Israel.
Agama-agama (Abrahamik) dan tempat suci memang tidak dapat dipisahkan.
Agama, meskipun dihayati secara sakral sebagai ultimate concern dalam ruang-ruang batin –tetapi senantiasa diamalkan diruang-ruang material, kata Roland Boer, pakar Teologi Alkitab Perjanjian Baru.
Jadi mau mati-matian kayak apa juga, kaum sepilis (Sekularis,Pluralis Liberalis ) itu memisahkan agama dari dimensi spasial, pasti akan gagal.
Kenapa ?
Ya karena Tuhan (dalam kekristenan yang saya yakini) adalah Tuhan yang berpihak dan mencintai kehidupan. Dan kehidupan itu adanya bukan cuma direlung-relung batin , tapi diruang-ruang material. Di kota, di desa, di sekolah, di pabrik,di pasar-pasar, bahkan hutan.
Bencana dalam beragama terjadi kesakralan hidup Cuma ada di ruang ideal dan gagal ditautkan pada ruang-ruang material.
Maka ketika pemerintah Amerika Serikat, di bawah Presiden Donald J. Trump, mengumumkan pengakuan sepihak atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel, pada 6 Desember 2017 lalu, hal ini perlu dibaca sebagai bencana.
Kenapa ?
Karena ini merupakan bentuk pengabaian terhadap perjalanan panjang gereja-gereja dan masyarakat dunia untuk penyelesaian konflik Palestina-Israel dengan solusi dua negara, Israel dan Palestina, yang berdiri secara damai.
Jadi kalau ada orang Kristen yang mengamini tindakan Trump sambil bilang “Israel kan umat pilihan Tuhan, biarkan ajalah itu menggenapi kehendak Tuhan”, saya tegas berkata itu gabener.
Yang dipilih Tuhan bukan bukan agama, apalagi negara, yang dipilih Tuhan adalah ruang-ruang dimana kehidupan ditumbuhkan didalamnya.
Di Alkitab, ( Wahyu pasal 21 :1-3 ) digambarkan Yerusalem akan diperbaharui kembali pada akhir zaman. Menariknya Menurut Bapa Gereja abad ke 3 masehi, Gregory Nyssa, Yerusalem baru itu tidaklah merujuk kepada satu tempat geografis di Palestina.
Yerusalem baru dalam kitab Wahyu ditafsirkan sebagai tempat dimana setiap ruang didunia ini dipulihkan agar menjadi tempat bertunasnya kehidupan, ruang dimana luka-luka disembuhkan dan segala air mata dihapuskan.
Ini punya implikasi besar bagi cara orang kristen memandang ruang di sepanjang zaman. Semua tempat yang memberi ruang bagi kehidupan adalah tempat suci. Baik Yerusalem maupun Kulon Progo adalah tempat yang sama derajat kesuciannya,selama itu memberi ruang bagi kehidupan.
Oleh karena itu segala bentuk penjajahan atas ruang adalah penghinaan kepada sang maha Suci pemilik kehidupan.