Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Masa sih Sayyidah Aisyah Feminis?

Esty Dyah Imaniar oleh Esty Dyah Imaniar
17 April 2020
A A
Benarkah Sayyidah Aisyah itu Feminis?

Benarkah Sayyidah Aisyah itu Feminis?

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Independensi dan perjuangan Aisyah terhadap kedudukan perempuan sempat membuatnya dinilai sebagai feminis pada tafsir era kekinian.

Saat membaca ini kalian mungkin sudah bosan dengan lagu “Aisyah Istri Rasulullah” yang kontroversial itu. Tapi berkat kontroversi itu pula mau nggak mau kita jadi lebih banyak belajar soal ummul mukmin ini.

Mereka yang tidak rela kemuliaan Aisyah direduksi sebatas romantisme pasutri dan visualisasi fisik berbondong-bondong membela muruah beliau sebagai salah satu ilmuwan utama Islam. Dalam beberapa kajian Aisyah bahkan disebut sebagai feminis karena aktivitasnya yang kerap menggugat hadis-hadis misoginis di zamannya.

Misalnya protes Aisyah terhadap hadis riwayat Abu Hurairah yang menyebut perempuan sebagai salah satu sumber kesialan (HR Bukhari) serta jadi salah satu sebab batalnya sholat (HR Ibnu Majah).

Dengan keluasan ilmu dan pengalamannya, Aisyah meluruskan hadis-hadis itu. Bahwa anggapan perempuan sebagai salah satu sumber kesialan adalah penjelasan Nabi soal cara pandang jahiliyah, bukan penilaian Rasulullah terhadap perempuan (HR Baihaqi).

Sedangkan anggapan perempuan sebagai pembatal salat diprotes Aisyah dengan keteladanan langsung dari Rasulullah yang tetap melaksanakan salat dengan posisi Aisyah tidur melintang di hadapan beliau (HR Abu Daud).

Pengalaman keperempuanan Aisyah juga menjadikannya penyambung suara perempuan kepada Nabi. Alurnya begitu khas: perempuan mendatangi Aisyah, curhat, lalu beliau menyampaikannya pada Rasulullah untuk dicarikan solusi yang responsif gender.

Dalam buku 60 Hadis Hak-Hak Perempuan dalam Islam karya Dr. Faqihuddin idolaqu, banyak sekali contoh periwayatan seperti itu. Misalnya ketika istri-istrinya Saad bin Abi Waqqash—iya, nggak cuma satu—curhat ke Aisyah untuk menempatkan jenazah suaminya di masjid agar bisa mereka salati (HR Muslim).

Atau ketika ada perempuan datang dengan dua anak perempuan dan sambat tentang susahnya hidup mereka, lalu Nabi menguatkan hati perempuan itu dengan mengatakan anak-anak perempuan yang diasuhnya dengan baik akan menjadi perisai penghalangnya dari api neraka (HR Bukhari).

Kisah-kisah itu mungkin biasa saja bagi perempuan hari ini, tetapi memahaminya dalam konteks masyarakat Jahiliyah saat itu akan membuat kita mak-jegagik.

Bagaimana Aisyah telah berhasil menjadi duta perempuan. Bahkan dengan kepandaiannya beliau tidak segan mengkritik Sahabat yang keliru dalam periwayatan hadis. Independensi dan perjuangan terhadap kedudukan perempuan inilah yang membuatnya dinilai sebagai feminis.

Tapi, sebentar, masak sih Sayyidah Aisyah itu feminis?

Awalnya saya juga berpikir beliau itu feminis (soalnya kan semua pejuang perempuan hari ini seperti wajib digelari begitu biar berkemajuan, hehe). Lalu karena ngefans saya coba menggali lebih dalam tentang beliau.

Dan ternyataaa… jika benar-benar mengikuti “serial protes hadis” sebenarnya akan dengan mudah kita temui bahwa Aisyah tidak hanya protes terhadap hadis-hadis tentang perempuan yang salah dipahami sehingga dilabeli misoginis.

Iklan

Dalam kitab Maqayyish Naqdul Mutun yang berisi kumpulan kritik mantan eh matan (konten) hadis, Aisyah tercatat banyak mengkritik hadis perihal hukum Islam secara umum.

Ketika Ibnu Umar yang menyampaikan seorang mayat disiksa dalam kubur karena tangis keluarganya, Aisyah meluruskan redaksional Nabi SAW terkait dua peristiwa tersebut yang tidak memiliki hubungan kausalitas, serta menguatkannya dengan dalil seorang tidak akan menanggung dosa akibat perbuatan orang lain (HR Abu Daud).

Atau ketika Ibnu Umar menyampaikan larangan menggunakan minyak wangi saat ihram, Aisyah memiliki pandangan berlainan dengan keteladanan langsung dari Nabi SAW (HR Bukhari).

Uniknya, ketika menyampaikan kritik-kritik tersebut sekaligus meluruskannya, Aisyah tidak serta merta membenci periwayat hadis hanya karena yang menyampaikan adalah ulama laki-laki sehingga auto-misoginis terhadap perempuan.

Ketika menggugat hadis Ibnu Umar, misalnya, dengan humble-nya Aisyah justru berkata, “Semoga Allah mengampuni Abu Abdirrahman (Ibnu Umar), sungguh ia tidak berdusta, namun mungkin beliau lupa atau keliru.”

Kok bisaaa?

Ya karena sebagai sesama muslim Aisyah meyakini kepribadian Sahabat yang tidak mungkin sengaja berdusta, terlebih hingga melakukan diskriminasi terstruktur atas nama Nabi.

Mungkin fakta ini mengecewakan sister fillah yang melihat sosok Aisyah sebagai feminis penggugat hadis-hadis misoginis. Tapi begitulah kenyataannya, ukhti….

Bahkan sebenarnya dalam tradisi keilmuan Islam, istilah “hadis misoginis” pun dipertanyakan. Soalnya nama-nama yang katanya meriwayatkan hadis dengan perspektif diskriminatif terhadap perempuan (sebut saja, misal, Abu Hurairah) dalam kenyataannya justru banyak meriwayatkan hadis tentang kedudukan mulia perempuan dalam Islam.

Contohnya dari keseluruhan hadis di buku 60 Hadis Hak-Hak Perempuan dalam Islam (yang terinspirasi dari buku babon Pembebasan Perempuan-nya Syaikh Abu Shuqqa), 47 di antaranya diriwayatkan oleh lelaki, termasuk Abu Hurairah yang sering dilabeli misoginis oleh netijen dalam kisah-kisah penggugatan Aisyah.

Abu Hurairah sendiri meriwayatkan setidaknya tujuh hadis khusus hak-hak perempuan, termasuk hadis yang sangat hits terkait penghormatan kepada ibu tiga kali lebih utama dibanding ayah (HR Muslim).

Kalau pengalaman khas Aisyah sebagai perempuan dianggap menjadikannya lebih otoritatif untuk meriwayatkan hadis-hadis tentang perempuan, sorry to say hal ini bertolak belakang dengan fakta sejarah.

Para Sahabat periwayat hadis, sekalipun tidak memiliki pengalaman ketubuhan sebagai perempuan, dengan objektif juga berperan sebagai penyambung suara perempuan terkait hukum syariat.

Misalnya hadis tentang perempuan yang bekerja ke luar rumah ketika dicerai suaminya, kemudian digosipin para tetangga, lalu Rasulullah membolehkannya bekerja untuk bersedekah dan berbuat baik dengan harta itu (HR Muslim).

Hadis ini diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, seorang lelaki, yang menyampaikan curhat tentang… tantenya.

Intinya apa, sih?

Jadi begini, Ukh, kalau sampai di sini kamu masih berpikir Aisyah mengkritik hadis karena jiwa feminisnya terusik oleh pemikiran misoginis. Atau karena beliau perempuan sehingga memiliki pengalaman khas yang otentik untuk berbicara tentang perempuan. Sayang sekali, kamu harus kecewa.

Dengan mempelajari kaidah dan sejarah kritik hadis secara santuy dan proper, kita akan sadar kalau gugatan yang dilakukan Aisyah semata karena beliau manusia terdidik yang wajib meluruskan kesalahan sesama intelektual. Tak peduli kesalahan itu berasal dari lelaki atau perempuan.

Kita mungkin kecewa dengan imej Aisyah yang direduksi sebagai istri romantis semata. Tapi ikutan mereduksi kompleksitas intelektualisme beliau dengan melabeli falsafah tertentu yang dalam beberapa sisi bertentangan dengan laku hidupnya juga bukan sikap yang bijak dong, iya kan?

BACA JUGA Pahitnya Menjadi Feminis Nanggung yang Tidak Diakui atau tulisan Esty Dyah Imaniar lainnya.

Terakhir diperbarui pada 17 April 2020 oleh

Tags: Aisyahfeminishadislagu aisyah
Esty Dyah Imaniar

Esty Dyah Imaniar

Artikel Terkait

Esai

Seandainya Semua Anak Perempuan Tahu Seberapa Besar Cinta Seorang Ayah

31 Oktober 2021
Gibran Maju Cawalkot Solo Itu Tak Mengapa, Tapi Caranya Nggak Gitu Juga
Kilas

Gibran Didorong buat Maju Pilgub DKI 2024 dan sampai Disebut Gus Gibran

13 September 2021
7 Kisah Imam Terkenal yang Digojloki Orang-orang di Sekitarnya
Esai

7 Kisah Imam Terkenal yang Digojloki Orang-orang di Sekitarnya

27 Agustus 2021
Pojokan

Menertawai Silogisme Absurd Muhammad Kece yang Sebut Nabi Pengikut Jin

25 Agustus 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025
Elang Jawa terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, tapi masih berada dalam ancaman MOJOK.CO

Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

19 Desember 2025
Atlet panahan asal Semarang bertanding di Kota Kudus saat hujan. MOJOK.CO

Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

19 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.