Sejak beberapa tahun belakangan, publik dibikin kaget. PKI bangkit, katanya. Bahkan sudah punya ketua baru sepeninggal kawan Dipa Nusantara Aidit. Namanya: Wahyu Setiaji.
Itu kata Kivlan Zen, pensiunan jenderal tentara. Memang sempat banyak yang percaya. Bahkan Kepala Suku Mojok “hampir” saja mewawancarai sekjen PKI Baru, walau berakhir mblegedes. Wahyu Setiaji dan Teguh Karyadi menjadi selaksa bunga-bunga tidur.
Apakah Wahyu Setiaji sebagai sosok yang nyata atau hanya hantu? Itu sudah out of date. Saya mau berbagi informasi mengenai bahan-bahan indoktrinasi di lembaga ketentaraan, dan seminar-seminar pada kelompok-kelompok tertentu. Materi ini kadang dibagi secara cuma-cuma ke grup-grup WhatsApp, yang bergentayangan menjelang peringatan Hari Raya Orde Baru: 1 Oktober.
Menurut bahan yang berisi flow chart, Komunis Gaya Baru (KGB) harus diwaspadai. Saya nggak tahu, bagaimana bedanya dengan Komunis Gaya Lama; apakah gaya punggung atau gaya dada. Yang patut diwaspadai dari KGB, menurut bahan-bahan itu, konon karena penyandang dananya berasal dari China, negeri komunis peninggalan Kawan Mao, yang kini sudah menjadi negara pesaing utama bagi negara kapitalis Mamarika.
Kalau ini bukan fake news, berapa Yuan yang sudah digelontor? Ada yang mau ngaku? Saya sih belum kebagian. Lha gimana mau dapat, wong kerjanya cuma tura-turu thok, dan sesekali nguber informasi untuk jadi berita keesokan harinya.
Lanjut. Itu belum seberapa. Masih menurut bahan itu, KGB ini gentayangan di banyak lembaga: di pemerintahan, media massa, organisasi kemasyarakatan (ormas), bahkan menggunakan baju agama.
Percaya? Inyong sih ora. Itu hanya hoax belaka. Kenapa? Cermati dalil-dalilnya di bawah ini:
Pertama, kalau benar komunis ini menyusup di pemerintahan, ngapain pemerintahan saat ini nyabut-nyabut subsidi untuk rakyatnya? Di mana-mana, pemerintahan komunis ini ngasih subsidi ini dan itu. Kalau nyabut subsidi kebutuhan rakyat, itu namanya nggak komunis banget. Kata aktivis, itu malah kerjaannya neolib didikan Mamarika yang kapitalis.
Pelayanan pendidikan dan kesehatan aja nggak gratis, kok dibilang ada komunis. Jauh, kali. Jelas ini hoax belaka.
Kalaupun benar pemerintahan di Indonesia sudah disusupi komunis, baiklah, saya akui itu ada yang nyata. Dan itu akan saya tunjukkan pada bagian paling bawah dari tulisan ini. Sabar ya…
Kedua, penyusupan komunis di media massa? Halah, jangankan komunis yang mau mendirikan diktatur proletariat, pekerja media yang mau berserikat saja hanya hitungan jari. Mereka, maksudnya saya, gak punya nyali untuk membikin serikat pekerja. Takut dipecat bos-bos medianya, meski mereka tahu bahwa bos-bosnya kaya raya dari “hasil keringat” para pekerja, yang orang-orang kuminis nyebutnya “nilai lebih”.
Sekalipun Mbah Brewok sudah bilang, “buruh sedunia bersatulah”, mengapa buruh media yang katanya “intelek-intelek”, juga sering menulis duka dan nestapa para buruh, susah banget bersatu?
Tak kasih tahu ya, buruh media, khususnya jurnalis di perusahaan media, itu salah satu jenis buruh yang sering nggak sadar kelas. Mereka sering digelapkan dengan sanjungan sebagai profesional yang bekerja bagi publik, layaknya dokter, pengacara, dan profesi mentereng lainnya. Mereka sering nggak sadar, “selagi masih diupah, ia masih buruh”. Sebesar apapun upahnya, seluhur apapun profesinya.
Bahkan, serikat pekerja media yang sudah ada pun, itu biasa-biasa saja, nggak punya taring. Kalau ada berita-berita sensasional soal komunis di media massa (online, khususnya), ah, itu bukan bukti komunis bangkit. Itu mah modus buat ngejar klik aja. Nggak ada klik, bisa nggak makan, Bung!. Jadi, selow aja.
Ketiga, mereka menyusup melalui ormas. Waduh, ini lagi …. Sekarang, orang bikin ormas itu buat cari makan. Berguna untuk jadi tukang pukul, pasukan nasi bungkus (panasbung), macam-macam.
Ngapain bikin ormas macam Gerwani, BTI, CGMI, SOBSI, Pemuda Rakyat, dan beragam gembel underbow PKI lainnya? Susah laku di tengah masyarakat hari ini yang pragmatis (baca: mata duitan).
Ormas-ormas sekawannya PKI mah nggak bakal ngasih duit. Maunya, dengan ormas model begitu itu kita berkumpul, mendiskusikan masalah bersama, cari jalan keluar bersama, dan berjuang pun bersama. Bagi kita-kita, cara begitu kelamaan. Sejak Orde Baru kita lebih terbiasa disuruh diem aja; nggak usah nuntut ini-itu, pokoknya pemerintah selalu benar.
Kita lebih suka segala sesuatunya konkrit dan segera. Kalau bergabung ormas, hasilnya harus kelihatanan; gajet, mobil, rumah, jumlah istri. Mana bisa tuntutan pragmatis begitu dipenuhi orang-orang model MH Lukman, wakil ketua CC PKI terdahulu yang rumahnya berada di gang becek, makan berlauk tempe atau tahu, dan hanya sesekali dalam seminggu berupa satu telur goreng dibagi empat mulut.
Keempat, orang komunis berbaju agama? Zaman Haji Misbach itu sudah lewat, coy. Kalian membayangkan ada orang komunis yang alim, rajin salat lima waktu dalam sehari, puasa Ramadan penuh, hafiz Alquran, dan berhaji ke Makkah Al-mukarramah berkali-kali? Coba saja cari, semoga ketemu.
Yang bisa kalian temui adalah para kapitalis bertameng agama untuk membenarkan dalil-dalil eksploitasinya terhadap buruh.
Meski begitu, ada satu bukti keras bahwa Komunis Gaya Baru itu nyata.
Kaum komunis itu sesungguhnya bangkit di generasi milenial melalui satu program. Program ini merata, dan sudah diwujudkan di sejumlah provinsi di Indonesia. Namanya: RSTK. Rumah Sakit Tanpa Kelas. Ini rumah sakit komunis banget. Layanan perawatannya sama rasa sama rata. Masa jenderal disamarasa-samaratakan pelayanannya dengan kopral? Yang kere gudiken dipadankan dengan yang sugih bin kinclong? Enak saja, mana sudi.
Jelas, program RSTK adalah hasil jerih payah gerombolan KGB guna merendahkan keistimewaan para jenderal dan orang kaya. Kalian harus segera membuat front anti-komunis sejagat untuk menentang upaya kaum komunis menginfiltrasi pemerintahan melalui program RSTK.
Pilot project dalam RSTK ini harus diwaspadai. Jika berhasil, dan diterima rakyat jelata, bukan tidak mungkin semua RS berkelas akan diubah menjadi RSTK. Tak hanya itu, ia akan menjadi batu lompatan kaum komunis memperluas programnya untuk menyamaratakan hal-hal yang lainnya. Termasuk gaji jenderal dengan kopral, juga gaji anggota DPR dengan upah buruh.
Udah, segitu aja. Waspadalah, waspadalah!