“Pada Hari Kiamat kelak setiap anak Adam akan datang membawa dosa, kecuali Yahya bin Zakariya,” sabda Nabi saw.
Dalam Al-Quran Nabi Yahya disebut dengan banyak banyak keistimewaan. Di antaranya ia diberi keselamatan di tiga waktu penting dalam kehidupan manusia yakni ketika dilahirkan, ketika wafat dan ketika akan dibangkitkan kembali.
Karena itu, diceritakan Nabi Isa pernah memohon kepada Nabi Yahya dimintakan ampun kepada Allah karena ia menganggap Nabi Yahya lebih baik dari dirinya. Tapi Nabi Yahya balas meminta Nabi Isa yang memintakan ampun untuk dirinya, karena Nabi Isa dianggap lebih baik dari dirinya.
Kedua nabi ini hidup sezaman dan memiliki pertalian darah. Nabi Yahya lebih tua. Namun keduanya, menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, menempuh metode dakwah yang berbeda. Jika Nabi Isa lebih memilih menemani orang-orang yang “jahat”, maka Nabi Yahya lebih memilih bergaul dengan orang-orang saleh.
Nabi Yahya dikenal sangat berhati-hati dalam bertindak dan bergaul. Jika Nabi Isa kadang masih terlihat tertawa, maka Nabi Yahya tidak. Di luar kegiatan berdakwah ia lebih banyak menyendiri dan menangis. Dia juga memiliki pola makan yang tidak biasa. Nabi Yahya lebih memilih makan daun dan minum air dari mata air.
Nabi Yahya sangat takut mengambil bagian burung dan hewan sehingga akan menunggu mereka selesai, kadang-kadang bahkan memakan sisa makanan mereka. Pola makan Nabi Yahya ini acap menjadi bahan pertanyaan di antara para sufi.
“Siapa yang paling baik makanannya?” jawabannya adalah Yahya bin Zakariya.
Pembawaan Nabi Yahya tenang, lembut, sangat berbelas kasih kepada manusia dan pada semua ciptaan Allah. Ia tidak pernah marah. Karena itulah dalam Al-Quran ia disebut sebagai sayyidan wa hashura, karena ia bisa menguasai amarah, lisan, dan hawa nafsunya.
Suatu ketika Nabi Isa pernah meminta wasiat kepadanya. Nabi Yahya menjawab, “Jangan marah.
“Aku tidak bisa kalau tidak marah,”
“Kalau begitu jangan terpedaya oleh harta benda,”
“Kalau itu, semoga aku bisa,” jawab Isa.
Marah dapat merampas kendali akal sehat dalam diri seseorang dan menurunkan manusia kepada kondisi yang buruk. Orang yang dikuasai amarah bisa melakukan tindakan memalukan dan terseret pada banyak kejahatan lain.
Marah juga dapat menumbuhkan rasa benci dan permusuhan kepada makhluk bahkan kepada Allah. Tidak puas dengan ketentuan yang menimpa dirinya. Kecewa dengan garis hidup yang dijalani. Nabi saw. pernah bersabda, “Marah itu merusak keimanan sebagaimana cuka merusak madu.”
Karena itulah para nabi selalu mengajarkan cara mengendalikan marah. Mulai dari tips demi tips praktis seperti meninggalkan lokasi yang memicu kemarahan, mengganti posisi atau sikap tubuh: kalau ia berdiri maka harus duduk, kalau duduk maka harus berbaring, atau berwudu, atau membaca taawuz sebagai bentuk mengingat Allah, sampai yang fundamental.
Saran yang diberikan Nabi Yahya kepada Nabi Isa agar tidak terpedaya adalah cara mengendalikan marah dalam bentuk yang paling fundamental. Sebab sumber utama kemarahan adalah kecintaan terhadap diri sendiri yang kemudian menjalar kepada kecintaan pada dunia; kekayaan, kehormatan, kekuasaan.
Kecintaan pada dunia itu membangkitkan api kemarahan. Dunia menjadi prioritas utama hidupnya dan mengambil alih hidupnya, sehingga ia tidak rela kekayaan, kehormatan, kekuasaannya diusik oleh orang lain. Karena itu, orang harus mengambil jarak dari dunia agar tidak terpedaya olehnya. Dengan adanya jarak seseorang dapat melihat dunia dengan lebih baik.
Dan sejak kecil Nabi Yahya memang sudah terpesona dengan kehidupan yang berjarak dengan dunia, kehidupan asketis. Sebuah riwayat menyebut bahwa ketika usianya baru tiga tahun, ketika teman-teman sebayanya mengajaknya bermain, Yahya menolak. “Hidup bukan untuk bermain-main,” katanya.
Tujuan hidupnya tegas, yakni mengabdi kepada Allah. Ia banyak beribadah dan menangis karena rasa takutnya kepada Allah dan siksa neraka. Ada yang mengatakan sekiranya di kedua matanya terdapat batu niscaya batu itu akan terbakar.
Sampai-sampai ketika Nabi Zakariya hendak menceritakan tentang neraka kepada kaumnya, ia akan menoleh ke kiri dan kanan terlebih dahulu untuk memastikan bahwa putranya tidak ada di sekitar mereka. Sebab jika kata neraka sampai terdengar olehnya, ia tidak akan berhenti menangis.
Nabi Zakariya pernah kehilangan anaknya selama tiga hari. Ia mencari ke mana-mana sampai kemudian menemukan anaknya sedang menangis di dalam kubur yang digalinya sendiri. “Aku mencarimu dirimu selama tiga hari dan ternyata kamu berada di kuburan yang telah kau gali sendiri.”
“Wahai Ayah, bukankah Ayah sendiri yang telah memberitahukan kepadaku bahwa di antara surga dan neraka terdapat lembah yang tidak akan dapat diseberangi kecuali dengan lelehan air mata.” Keduanya lalu menangis.
Keistimewaan lain yang digambarkan Al-Quran tentang Nabi Yahya adalah bahwa ia dilahirkan dari rahim yang mandul. Karena itu pula, konon, ia diberi nama Yahya yang berarti hidup, sebab ia menghidupkan rahim ibunya.
Ia juga dikarunia kecerdasan tinggi dan gandrung pada ilmu pengetahuan, sehingga sejak usia sangat muda sudah menguasai Taurat. Ia mendakwahkan ajaran dan hukum-hukumnya dan menjadi hakim bagi kaumnya. Petuah-petuahnya menyentuh dan menarik banyak pengikut.
Dan berbeda dari kebanyakan nabi yang tugas kenabiannya diberikan ketika usia 40-an, kenabian Yahya dimulai pada usia yang lebih muda.
Sepanjang Ramadan, MOJOK menerbitkan KOLOM RAMADAN yang diisi bergiliran oleh Fahruddin Faiz, Muh. Zaid Su’di, dan Husein Ja’far Al-Hadar. Tayang setiap hari.