Seorang laki-laki yang entah bertujuan mengkritik atau menyindir para perempuan yang “gila” artis Korea menulis di akun Facebook. Ia bertanya, bagaimana ya perasaan suaminya melihat para istri yang memuja kegantengan Lee Min Ho atau Nam Jo Hyuk, padahal suaminya sedang berpeluh kerja di luar sana?
Kebetulan, saya juga sering mendapat pertanyaan sejenis versi perempuan. Memang ada para perempuan yang merasa tidak nyaman kalau suaminya scroll-scroll foto selebgram cantik dan seksi. Nggak sekali dua kali, pertanyaan dari bunda-bunda yang sedang insecure ini tergolong sering.
Di kolom komentar konten selebgram perempuan dengan imej hot atau seksi, ambil contoh: Anya Geraldine, saya sering menemukan perempuan yang mengeluh dengan cukup putus asa sekaligus melampiaskan kemarahan: “Pacarku setiap hari nungguin postingan kamu, Mbak… Mbak. Bisa nggak kamu upload foto jangan seksi-seksi terus? Kami jadi sering berantem gara-gara ini!”
Artinya, persoalan nge-love postingan orang lain yang berpengaruh pada stabilitas hubungan muda-mudi ini memang fakta sosial masa kini. Laporan riset dari Pew Research Center tahun 2014 yang berjudul Couples, The Internet and Social Media memaparkan data bahwa 45% responden berusia 18-29 tahun di Amerika mengaku aktivitas pasangan di internet berpengaruh pada hubungan mereka.
Ada kecemburuan, ada proses stalking, ada rasa was-was yang bisa saja dibalas dengan penyangkalan, kebohongan, komunikasi tidak efektif dan komunikasi agresif yang menyakiti, yang berujung pada semakin menumpuknya racun-racun dalam hubungan.
Dalam level lanjut, ada kekerasan siber yang bisa saja dilakukan pasangan, seperti hacking, tracking pergerakan pasangan lewat GPS sampai melakukan spyware pada perangkat digital. Buseeet, serem juga ngefeknya ke mana-mana.
Tenang… tenang dulu. Fakta sosial lainnya adalah saya dan pasangan tidak mengalami persoalan ini. Ada banyak pasangan lain di bumi ini yang juga tidak mengalami persoalan ini.
Saya tahu pasangan saya suka banget sama body-nya Cinta Laura Kiehl. Setiap kali saya berniat mengabarkan padanya ada posting terbaru dari Cinta Laura, ternyata dia sudah lebih dulu meninggalkan jejak love di sana.
Kalau lagi nongkrong di kafe atau ketemu perempuan di jalan yang saya anggap cantik atau bertubuh bagus, saya juga biasa bertanya kepadanya,”Mbak yang itu cantik ya?” atau “Body-nya bagus banget ya?” Dia merespons dengan santai. Terkadang, dia juga punya pendapat yang sama. Tapi tak jarang juga kategori yang saya sebut “cantik” itu tidak dia approve.
Sebaliknya, pasangan saya tahu setiap hari saya nontonin Shah Rukh Khan. Pagi, siang, malam, saya nonton Shah Rukh Khan. Pagi, siang, malam saya bilang ke dia kalau Shah Rukh Khan ganteng banget. Saya pengen ketemu dan meluk Shah Rukh Khan. Ya biasa saja. Tapi kan saya bilang “i love you” ke dia juga pagi, siang, dan malam.
Buat kami, yang begitu-begitu nggak jadi masalah, karena masalah yang lebih penting kami pikirkan selain cicilan BRI, tentu saja adalah menegakkan keadilan di muka bumi ini. Hehe.
Baik. Mari kita posisikan bahwa semua perasaan di atas valid.
Ada perempuan yang merasa sangat terluka ketika pasangannya memuji kecantikan Pevita Pearce tetapi di lain waktu mengomentari tubuhnya menggemuk. Ada perempuan yang merasa tak berharga ketika pasangannya rajin ngelov foto Anya Geraldine, sedangkan foto pacar sendiri tak pernah diberi reaksi.
Bahkan, ada perempuan yang sudah mengkategorikan aktivitas pasangannya ke akun perempuan lain sebagai microcheats alias sudah tergolong selingkuh kecil-kecilan.
Jika kamu laki-laki yang berada dalam konteks hubungan ini, jangan buru-buru menuduh pasangan kamu rewel. Dalam setiap relasi, seseorang berhak untuk merasa dicintai, dihormati, dan mendapatkan rasa nyaman yang lebih dibanding ketika ia bersama orang lain.
Maka, perlu kesepakatan soal definisi ekspresi cinta, penghormatan, dan rasa nyaman itu di antara kalian. Ketika ia bilang bahwa ia merasa tak dihormati ketika kamu mengomentari tubuh perempuan lain, sanggupkah kamu menerima kesepakatan itu?
Atau, mungkin ia tak masalah ketika kamu sebatas berkomentar, tapi merasa tak berharga ketika kamu mulai terlihat menuntutnya harus sesempurna perempuan lain. Diskusi ini harus benar-benar tuntas, karena jika tidak, tentu saja teror-teror beracun akan terus melingkupi hubungan kalian.
Tapi, ada juga perempuan yang biasa saja merespons aktivitas pasangan di sosial media. Di jalan, di kantor, di pusat perbelanjaan, pasangan kita pasti akan selalu bertemu dengan orang-orang yang kita anggap lebih menarik. Demikian pula di internet. Orang-orang yang kita anggap lebih menarik selalu ada di Twitter, di Instagram, dan di banyak platform lain.
Saya mengagumi Sophia Latjuba, dan justru termotivasi dari gaya hidup sehat yang membuatnya tetap tampak awet muda. Jika saya terimpresi oleh daya pikat orang lain, kenapa pasangan saya tidak boleh? Impresi adalah ekspresi alami atas daya tarik seseorang, dan itu tidak berarti pasangan saya akan meninggalkan saya atau menilai saya dengan standar yang lain.
Saya merasa akan lebih kerepotan jika tak bisa mengendalikan diri sendiri lalu membebankan perasaan tak nyaman saya kepada pasangan. Saya, bahkan bisa menoleransi jika pasangan saya meninggalkan komentar, “Wah, tambah ayu, Mbak,” di postingan teman perempuan kami, jika kalimat itu dimaksudkan sebagai kalimat apresiasi kepada orang lain.
Saya baru akan marah kalau pasangan saya ikut-ikutan manusia-manusia primitif lain yang berkomentar, “Ada yang menonjol tapi bukan bakat,” ke foto perempuan karena kalimat itu punya tendensi pelecehan seksual. Saya akan bermasalah jika pasangan saya merendahkan perempuan lain atau manusia lain secara umum di media sosial dalam bentuk apapun.
Jadi, apakah hubunganmu baik-baik saja?
Kamu bisa baca kolom Kelas-Kalis lainnya di sini. Rutin diisi oleh Kalis Mardiasih, tayang saban Minggu.