Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kolom

Berteman dengan Coki Pardede Adalah Jalan Ninjaku

Husein Jafar Al Hadar oleh Husein Jafar Al Hadar
21 April 2021
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Tentu, harus diakui bahwa tak mudah berteman dengan Coki Pardede atau yang akrab disapa “Dzulumat” alias Sang Kegelapan, eh maksud saya Coki.

Yang bikin berat adalah karena problemnya sebenarnya justru bukan di kami. Terus terang kami sangat enjoy dalam pertemanan ini. Hampir setiap kita bikin konten, lebih banyak ngobrol dan diskusinya dibanding bikin kontennya. Karena memang kami “teman karib” bukan “teman karier”.

Yang kalian simak di Kultum Pemuda Tersesat atau konten-konten lain saya dan Coki mentok hanya 20 persen dari apa yang kami sering obrolkan atau diskusikan. Yang dijadikan konten itu setelah melalui beberapa kali penyaringan seperti minyak goreng, makanya dikit.

Persis seperti kita kalau meeting, meeting-nya sih bentar, sedangkan yang lama adalah ngobrol ngalur-ngidul-nya.

Dari sana saja sebenarnya kalian sudah bisa menangkap pesan implisit bahwa Coki Pardede tak seburuk akhlaknya (su’ul adab) seperti pandangan sebagian orang. Dia masih agak bisa menjaga lisannya.

Meskipun kadang barbar dan saya pun tak pernah membenarkan itu. Toh kalau saya pun menasihati, itu kan baiknya dalam sunyi, bukan di media sosial. Kamu pun tak perlu tahu.

Mungkin kamu bertanya; Lah tapi kok nggak berubah? Wah, ya kalau itu sudah wilayah dia dan Tuhan, bukan wilayah saya. Pemberi hidayah itu hanya Tuhan, bukan kita yang penuh dosa, bahkan Nabi Muhammad Saw sekalipun tak bisa memberi hidayah.

Dalam salah satu event kami bertajuk “Deep Talk”, Coki Pardede pernah bercerita bahwa dia kagum bagaimana dia bisa duduk bersama, berdiskusi, bahkan berbagi bersama pada khalayak dengan saya, yang notabene “Habib”.

“Orang seperti saya ini yang dulu berperang dengan orang seperti Habib lho,” katanya. “Eh sekarang duduk bareng. Gokil!” lanjutnya dengan tawa kegelapannya itu.

Tentu Coki salah. Dulu, yang berperang bukan orang seperti saya dan Coki. Islam tak pernah menganggap musuh pada orang yang non-muslim, kafir, agnostik, atau ateis sekalipun. Yang dinilai musuh adalah yang memerangi.

Adapun yang damai seperti Coki, tetap kita hidup berdampingan seperti perintah Surat Al-Mumtahanah ayat 8. Bahkan, Nabi Ibrahim pernah ditegur Tuhan karena tak mau berbagi makanan pada orang majusi lantaran agama orang itu, karena meski majusi toh Tuhan tetap kasih dia makan.

Tak pernah ada laporan orang diboikot rezekinya oleh Tuhan dan mati karena agamanya bukan Islam atau tak beragama sama sekali. Tuhan tak begitu. Yang begitu biasanya manusia yang sok jadi Tuhan. Persis kayak Fir’aun yang marah, kejam, hingga memboikot orang-orang yang tak mau menuhankannya.

Beratnya berteman dengan Coki Pardede justru karena pihak ketiga, yaitu oknum teman-teman saya dan Coki. Saya tak jarang ditegur oknum teman saya karena berteman dengan Coki dengan berbagai argumen.

Ada yang khawatir pada wibawa saya bisa tergadaikan, dan biasanya saya jawab dengan sopan bahwa saya terlanjur janji sama diri saya sendiri bahwa siap jadi badut demi suksesnya dakwah Islam.

Iklan

Saya malu sama Kanjeng Nabi Saw kalau sama urusan ke Coki aja sampai harus mundur, mengingat Kanjeng Nabi saja dulu rela mau dihina-hina hingga dilempar batu di Thaif demi dakwah Islam.

Ada pula yang khawatir justru saya yang malah ke-coki-coki-an. Untuk mereka ini biasanya saya jawab bahwa rumusnya jelas, kalau menurutnya saya cahaya dan Coki kegelapan, maka tak ada ceritanya cahaya kalah pada kegelapan.

Kalau cahaya datang, justru kegelapan sirna. Tak jarang pula yang lantaran pesimis pada Coki akan berubah jadi baik.

Pada mereka, saya bilang bahwa pintu hidayah atau tobat tak pernah tertutup kecuali oleg pesimisme atau keputus-asaan, dan saya malu pada Kanjeng Nabi Saw yang sampai akhir hayatnya menyeru… “Ummatku! Ummatku! Ummatku!”

Adapun oknum teman Coki biasanya khawatir kalau Coki dekat-dekat saya akan terus jadi masalah karena bikin konten yang ada irisan dengan agama.

Tapi, Coki selalu berkata bahwa dia ingin dakwah saya sukses karena kalau orang beragama kayak saya ini mayoritas, dia jadi aman untuk berkeyakinan dan berekspresi.

Coki pernah bertanya, “Kenapa loe mau berteman dengan gue, Bib?”

Saya jawab sambil ketawa bahwa agar iman saya bisa teruji, karena kata Tuhan, saya takkan dibiarkan mengklaim beriman sebelum diuji. Namun, lalu dengan agak serius saya jelaskan bahwa saya sebagai muslim diajarkan untuk menjadi rahmat bagi semesta (ramatan lil ‘alamin), bukan hanya untuk umat Islam (lil muslimin) tapi juga lil Coki.

Dan tepat dengan mencintai (merahmati) Coki, kemurnian cinta itu diuji, yakni tetap cinta meski dia agnostik.

Sekaligus juga saya ingin memastikan bahwa Coki memiliki referensi yang tepat untuk mengenal Islam. Karena Coki tentu tak membaca Al-Quran atau sabda Nabi Saw.

Dia akan belajar Islam dari melihat akhlak umat Islam atau bertanya pada seorang Muslim. Yang pertama tak mungkin saya kontrol, tapi yang kedua bisa. Malah yang kedua bisa mengklarifikasi yang pertama kalau ada oknum-oknum muslim yang wadididaw.

Yaaah, minimal saya jadi alasan bagi Coki untuk tak salah paham pada Islam.

Oleh sebab itu, berteman dengan Coki semacam “jalan ninja” (mujahadah) saya. Tapi, saya kira berbanding lurus dengan hikmahnya.

Bersama Coki selama lebih dua tahun ini, bermodal ketulusan kami berdua, dan tentu juga Tretan Muslim, kami bahkan telah memiliki yayasan yang telah membantu beberapa “Pemuda Tersesat”.

Jangankan Anda, saya saja tak mengira akan sejauh dan sebesar ini. Percayalah, bahwa ketulusan mujahadah dalam satu hal akan menuntun pada musyahadah alias melihat keindahan di depan mata kalian.

Meski begitu, sampai detik-detik ini kadang saya masih suka ditanya, “Kapan Coki mualaf, Bib?”

Dalam hati saya berkata, “Tampaknya pertanyaan Anda deh yang perlu dimualafkan.”


Sepanjang Ramadan, MOJOK menerbitkan KOLOM RAMADAN yang diisi bergiliran oleh Fahruddin Faiz, Muh. Zaid Su’di, dan Husein Ja’far Al-Hadar. Tayang setiap hari.

Terakhir diperbarui pada 21 April 2021 oleh

Tags: coki pardedeJeda TersesatKolom RamadanKultum Pemuda Tersesatmajusimualafnabi ibrahimtretan muslim
Husein Jafar Al Hadar

Husein Jafar Al Hadar

Magister Tafsir. Pengasuh Konten Dakwah YouTube “Kultum Pemuda Tersesat” dan Penulis Buku “Tuhan Ada di Hatimu”.

Artikel Terkait

Kalimat Tauhid Burung Beo dan Iman yang Tersembunyi
Khotbah

Kalimat Tauhid Burung Beo dan Iman yang Tersembunyi

24 Desember 2021
Pojokan

Surat Terbuka untuk Coki Pardede: Jangan Sia-siain Punya Temen kayak Tretan Muslim, Cok!

5 September 2021
ilustrasi 4 Cocokologi Kasus Narkoba Artis yang Dianggap Pengalihan Isu. Kok Bisa Pas Gitu sih mojok.co
Pojokan

4 Cocokologi Kasus Narkoba Artis yang Dianggap Pengalihan Isu. Kok Bisa Pas Gitu sih

3 September 2021
ilustrasi Hanya Orang-orang Bermental Baja yang Sanggup Jadi Influencer Indonesia mojok.co
Pojokan

Hanya Orang-orang Bermental Baja yang Sanggup Jadi Influencer Indonesia

15 Agustus 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.