Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Khotbah

Hukum Kurban Idul Adha dan Cara Mudah Menghina Gusti Allah

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
9 Agustus 2019
A A
khotbah idul adha
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kecukupan hidup benar-benar nggak ada urusannya dengan nominal duit yang kita punya. Ini murni cuma soal mindset aja. Kayak orang ikut kurban.

“Saya belum ada duit Gus Mut,” kata Mas Is ketika bertemu di serambi masjid. Sebagai panitia kurban, Gus Mut sebenarnya tidak sedang menagih apa-apa. Cuma karena kebetulan bertemu usai salat saja Mas Is tiba-tiba merasa defensif.

“Ya tidak apa-apa kalau memang belum ada duit. Mau bagaimana lagi?” kata Gus Mut.

“Memangnya hukum kurban Idul Adha itu apa sih, Gus? Nggak wajib kan?” tanya Mas Is lagi.

“Ya untung sampeyan hidup di Indonesia, Mas Is,” kata Gus Mut.

“Lha emang kenapa, Gus?”

“Ya karena di Indonesia kita pakai Mazhab Syafi’i.”

“Gimana itu, Gus?”

“Kalau untuk Mazhab Syafi’i memang tak wajib, tapi sunah muakkadah. Sunah yang mendekati wajib. Sunah yang diutamakan,” kata Gus Mut.

“Tapi walau mendekati wajib begitu, nggak dilaksakan nggak bikin dosa kan, Gus?” tanya Mas Is.

“Ya nggak sih. Namanya juga sunah,” kata Gus Mut.

“Memang ada mazhab lain yang sampai mewajibkan ya, Gus?” tanya Mas Is.

“Ya ada, mereka yang pakai Mazhab Hanafi mewajibkannya,” kata Gus Mut.

“Wah kasihan betul mereka,” kata Mas Is.

Iklan

Tiba-tiba Gus Mut terkekeh.

“Kamu ini aneh-aneh saja, Is,” kata Gus Mut.

“Aneh gimana? Lha memang iya tho, kalau mereka diwajibkan kan jadi kasihan kalau mereka nggak mampu kurban tapi terpaksa berkurban,” kata Mas Is.

Gus Mut tersenyum mendengarnya.

“Kamu ini ada-ada saja. Justru karena jadi kewajiban, ya mereka punya cara sendiri untuk menjalankannya. Ini ibarat kamu orang non-muslim yang merasa kasihan sama orang muslim karena diwajibkan puasa. Lalu dikomentari, wah, kasihan bener itu orang muslim, sebulan harus menahan lapar dan haus. Itu gimana ya kalau orang sedang sakit? Apa harus berpuasa juga? Kalau kamu yang ditanya begitu kamu jawab apa, Is?”

Mas Is berpikir sejenak.

“Ya nggak sih, Gus. Kalau memang sedang tidak mampu ya nggak apa-apa nggak puasa,” kata Mas Is.

“Nah, itu. Sama seperti Mazhab Hanafi yang mewajibkan berkorban. Kewajiban itu berlaku kalau mampu. Sama seperti haji dan zakat. Secara konsep hampir sama,” kata Gus Mut.

Mas Is lalu terdiam. Tiba-tiba berbisik, “Sebenarnya kemarin aku ada duit sih, Gus, tapi udah kupakai untuk tambahan uang saku anakku yang kuliah di luar kota.”

Gus Mut lagi-lagi tersenyum.

“Oh, ya nggak apa-apa, Is. Itu kan terserah kamu. Tapi sebentar, kok kamu kasih tambahan? Memang uang saku biasanya kurang?” tanya Gus Mut.

“Ya biar cukup aja. Katanya semester ini ada praktikum dan kebutuhan lain gitu, jadi ya kemarin harus kirim lagi 3 jutaan,” kata Mas Is.

Gus Mut tersenyum.

“Jangan bilang biar cukup. Soalnya cukup atau nggak itu bukan urusan nominal, Is,” kata Gus Mut.

“Maksudnya, Gus?”

“Ya cukup itu kan perkara rezeki dari Gusti Allah. Sampeyan mau kirim berjuta-juta kalau misal kepakai dan habis cuma sehari ya jadinya nggak cukup,” kata Gus Mut.

Mas Is cuma manggut-manggut aja. Entah paham atau tidak.

“Kecukupan kita nggak bisa serta merta dinilai dari nilai uang yang kita pegang, Is,” kata Gus Mut.

“Contohnya apa, Gus? Misalnya?”

“Ya misalnya kita merasa udah merasa cukup kasih nafkah ke istri sampai 10 juta per bulan. Kita lalu merasa cukup. Eh, kebetulan istri kita sakit misalnya. Duit yang kita pikir cukup itu jadi lenyap nggak berbekas buat pengobatan. Jadi cukup nggak itu duit 10 juta?”

“Ya nggak cukup, Gus,” kata Mas Is.

“Makanya itu kewajiban suami itu cari nafkah tapi tidak dipatok harus berapa. Soal nominal bisa dikit bisa banyak, tapi soal cukup atau nggak itu benar-benar Gusti Allah yang kasih, bukan kita,” kata Gus Mut.

Mas Is cuma manggut-manggut saja.

“Kita diberi kesehatan, pendidikan, pengetahuan untuk bisa kerja cari duit itu juga bentuk dari kecukupan. Lalu dari kecukupan itu kita ‘diminta’ untuk kurban selama setahun sekali. Lagi-lagi bagi orang yang merasa hidupnya sudah berkecukupan, ya ia akan ikut kurban. Hanya orang-orang yang merasa belum cukup aja yang merasa tidak ikut kurban. Dan kecukupan hidup benar-benar nggak ada urusannya dengan nominal duit yang kita punya. Ini murni cuma soal mindset aja,” kata Gus Mut.

Mas Is malah merasa tersindir. “Ini Gus Mut, tidak sedang menyindirku kan?” kata Mas Is.

“Lho, bukan, Is, bukan. Aku nggak menyindir siapa-siapa. Aku cuma kasih tahu. Aduh, kamu ini jangan dibawa perasaan gitu dong,” kata Gus Mut menepuk pundak Mas Is. Gus Mut jadi merasa bersalah.

“Soalnya kemarin aku pikir kalau aku ikut kurban, duit tabunganku bisa habis, Gus Mut. Makanya aku rada-rada khawatir dengar Gus Mut begini. Kalau misal aku nggak ikut kurban tahun ini tiba-tiba aku kena marah Gusti Allah karena dianggap menghina kecukupan yang dikasih gimana ya?” kata Mas Is agak cemas.

Gus Mut tersenyum.

“Menghina Gusti Allah itu nggak perlu serumit, Is,” kata Gus Mut.

“Lha kok, Gus?”

“Ya iya, menghina Gusti Allah itu gampang. Kamu bingung besok makan apa aja, itu sudah termasuk menghina namanya. Kayak kamu bukan hamba-Nya saja.”

Kali ini senyum gantian muncul dari wajah Mas Is.


*) Diolah dari ceramah Gus Baha’ dan pernyataan Sujiwo Tedjo

Terakhir diperbarui pada 3 Agustus 2020 oleh

Tags: hanafiIdul AdhaKurbanmazhabsyafi'i
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Momen hari raya kurban Iduladha di Lapas Wirogunan Yogyakarta. MOJOK.CO
Aktual

Makna “Kurban” bagi Para Napi di Lapas Wirogunan: Memalingkan Kepentingan Pribadi demi Menjadi Pribadi Lebih Baik Lagi

6 Juni 2025
Sisi gelap kurban (Idul Adha) di desa. Orang miskin nelangsa, tapi orang kaya pesta daging MOJOK.CO
Ragam

Ironi Kurban di Desa: Saling Jegal demi Raup Keuntungan, Orang Miskin Tak Kebagian Daging sementara Orang Mampu Berpesta

6 Juni 2025
daging kurban mojok.co
Sosial

Jangan Suuzon Dulu, Ini Alasan Ilmiah Daging Kurbanmu Tidak ‘Seenak Itu’

30 Juni 2023
garebeg besar mojok.co
Sosial

Ironi Ngalap Berkah Garebeg Besar Idul Adha, Sejumlah Warga Justru Kecopetan

29 Juni 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.