MOJOK.CO – Fanshuri penasaran dengan cerita Abu Nawas yang bisa menipu dua malaikat di alam kubur. Beneran gitu nggak sih kisahnya?
“Kadang-kadang saya itu tidak habis pikir, Gus, dengan beberapa cerita soal Abu Nawas,” kata Fanshuri sambil menjalankan bidak caturnya.
Gus Mut terdiam menantap Fanshuri.
“Kok tumben kamu bawa-bawa topik soal Abu Nawas, Fan?” tanya Gus Mut, kali ini gantian menjalankan bidak caturnya.
“Lah emang salah ya, Gus?” tanya Fanshuri.
“Bukan, bukannya salah. Biasanya kamu itu suka mengawali dengan topik-topik yang berat. Kok ini jadi ngomongin orang jadzab kayak Abu Nawas?” kata Gus Mut.
“Loh, Abu Nawas itu kayak filsuf lho, Gus. Ide dan cerita-ceritanya ajaib banget. Saking ajaibnya, bahkan sampai nggak masuk nalar,” kata Fanshuri.
“Iya, aku juga nggak menampik soal legendarisnya Abu Nawas, tapi itu lho kok kamu bilang ‘nggak habis pikir’ dengan dia itu kenapa?” tanya Gus Mut.
“Ya kan ada satu cerita yang masih terngiang-ngiang di kepala saya,” kata Fanshuri.
“Cerita yang mana memangnya?” tanya Gus Mut memastikan.
“Itu lho, Gus. Di antara banyak kisah, ada satu cerita yang menyebut kalau Abu Nawas itu meninggal dunia minta dipakaikan kain kafan bekas. Menurut cerita itu, ketika Malaikat Mungkar dan Nakir mau nanya ‘man robbuka’, Abu Nawas balesin, ‘Lah saya kan jenazah lama, kenapa ditanyain lagi?’… .“
Belum selesai Fanshuri cerita, Gus Mut tertawa duluan. Gus Mut tahu kisah itu, tapi entah kenapa kalau mendengar lagi dari mulut orang lain rasa geli itu muncul lagi.
“Kan? Gus Mut aja ketawa dengernya. Itu kadang saya bingung, kok bisa ada cerita di alam kubur. Kan nggak mungkin banget,” kata Fanshuri.
“Sebenarnya kisah-kisah Abu Nawas itu beberapa ada yang fiktif sih memang, Fan. Barangkali karena saking dikultuskannya, bahkan sampai nggak jelas, mana yang beneran mana yang nggak. Tapi soal cerita pakai kain kafan bekas itu, sebenarnya urutan kisahnya nggak gitu,” kata Gus Mut.
“Memang sebenarnya ceritanya gimana yang itu, Gus?” tanya Fanshuri.
“Itu sebenarnya wasiat* dari Abu Nawas aja. Jadi dia berpesan, kalau meninggal nanti, dia minta dikafani pakai kafan bekas. Jadi cerita soal didatengi malaikat lalu Abu Nawas bales begitu adalah tafsir dari orang-orang setelahnya. Bukan betul-betul kejadian. Lagian, gimana coba kita verifikasi kebenarannya?” kata Gus Mut.
Fanshuri tertegun sebentar.
“Howalah, itu sebenarnya wasiat saja to? Kirain betul ceritanya begitu,” kata Fanshuri. “Ta, tapi kalau sampai muncul tafsir yang seolah-olah Abu Nawas bisa nipu malaikat itu, berarti kan itu tandanya reputasi Abu Nawas di masyarakat pada waktu itu luar biasa banget dong, Gus? Bahkan kisahnya sesudah mati aja sampai dimitoskan begitu dahsyatnya. Ha gimana, dimitoskan bisa nipu malaikat itu apa nggak wangun kelas makrifat?” tanya Fanshuri lagi.
“Itu sebenarnya bisa dipahami sebagai wujud besarnya reputasi Abu Nawas aja. Juga menunjukkan betapa dekatnya dia dengan Khalifah Harun Ar-Rasyid, khalifah pada masa itu,” kata Gus Mut.
“Ma, maksudnya, Gus?” tanya Fanshuri.
“Ya di era itu kan, seorang khalifah, seorang raja itu tafsirnya luar biasa hebat. Di kebudayaan-kebudayaan lain, seorang raja itu bahkan dikultuskan setara dewa. Ada yang dianggap titisan dewa, ada yang dianggap dewanya langsung pula. Bahkan ada banyak kisah raja-raja itu dimanipulasi kematiannya. Secara fisik sudah mati, tapi secara mentalitas ke rakyatnya raja dibikin seolah-olah masih hidup. Hal-hal kayak gitu menunjukkan seberapa besar pengaruh seorang raja di mata masyarakatnya,” kata Gus Mut.
Fanshuri masih menyimak.
“Oleh karena itu, ketika muncul sosok seperti Abu Nawas. Yang rakyat jelata, tapi bisa begitu dekat dengan raja, atau dekat dengan khalifah, tentu saja itu mendobrak banyak pakem pada masa itu. Wajar kemudian kalau orang-orang jadi justru mengkultuskan sosok Abu Nawas. Lah gimana? Dia ini representasi orang biasa yang kepopulerannya bisa setara dengan khalifah lho. Saking populernya, bahkan kejayaan era Khalifah Harun Ar-Rasyid itu ditandai bukan dengan prestasi-prestasi kekhalifahan semata, tapi justru karena keberadaan Abu Nawas juga,” kata Gus Mut.
“Lah terus, hubungannya dengan munculnya cerita soal nipu-nipu malaikat tadi?” tanya Fanshuri.
“Ya kan, orang dulu itu sama raja sebegitu tunduknya. Jadi ketika mereka tahu kisah Abu Nawas bisa berkali-kali mengelabui Khalifah Harun Ar-Rasyid, mereka pikir kalau dengan sosok sehebat khalifah itu aja bisa ngerjain, tentu ngerjain malaikat pun Abu Nawas bisa. Dipikir bisa begitu. Nah, dari sanalah kemudian muncul cerita soal Abu Nawas sukses nipu malaikat yang kamu ceritakan tadi. Padahal kalau dipikir-pikir lagi, ya mana mungkiiin terjadi, Faan, Fan,” kata Gus Mut.
Fanshuri melongo, lalu tertawa begitu kencang karena merasa lega.
*) Sedikit dinukil dari penjelasan Gus Baha’.
BACA JUGA Kisah Nu’aiman dan Betapa “Woles”-nya Kanjeng Nabi dan kisah-kisah Gus Mut lainnya.